Mohon tunggu...
R.Ngt. Anastasia Ririen Pramudyawati
R.Ngt. Anastasia Ririen Pramudyawati Mohon Tunggu... profesional -

..perEMPUan biasa.\r\n[..mengurai makna di deret kata, tuangkan geliat pendulum rasa sukma & benak....di sela hiruk pikuk rutinitas diri sebagai insan biasa, Ibu, dan Dokter..]

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Apa Engkau Sebaiknya Kembali Saja ke Era Batu Tulis, Baby-ku..

5 Juli 2010   08:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:05 1451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Hawa dingin mengigit plus dera rasa kantuk masih setia gelayuti raga merenta ini oleh letih lungrah usai ludeskan weekend dengan satu sesi seminar ke sesi seminar ilmiah selanjutnya, ketika kutergagap.. ternyata jarum jam sudah ada di batas atas toleransiku, 06:00 wib, Beib.. waktuku musti kembali bergegas memulai rutinitas pagi. Sekilas kutengok Kalender di dinding.. Iya, kembali ke Senin. Hari ke-5 di minggu pertama bulan Juli 2010.  Tepat dua minggu sebelum dimulainya masa studi melanjut Puteraku ke tingkat Sekolah Dasar. ..hmm.. lelaju sang waktu telah sedemikian cepat menggilas segalanya.. Dan, Putera Pertiwi School masih kupercaya mendampingi masa pendidikan dasar melanjutnya tersebut. _____________________________________ Tiba-tiba melintas picture lawas berikut ini, Beib.. by Br.Casimiro Kuypers. Simaklah dengan teliti, yea.. Mereka, pendahulu kita, Beib.. para Pelajar Sekolah Dasar di pedalaman Papua era 1912. Kondisi yang masih terus melanjut hingga masa bersekolah Kakak-Kakakku di Epouto, Enarotali, Paniai, Papua 54 tahun setelahnya: tahun 1966.. hingga sebelum tahun 1975, ketika selanjutnya kami sekeluarga pindah ke Nabire, mengikuti kepindahan dinas Ayahanda. Entah bagaimana kondisinya 88 tahun kemudian, tahun 2010, kini.

  • [note: Kakak-Kakak lah yang bersekolah di sana.. bukan aku. Sebab aku memulai pendidikan formalku setelah Keluarga kami pindah ke Nabire, ketika usiaku memasuki 4 tahun. Bukan sebelumnya, ketika masih di Epouto. Meski acapkali aku ikut berbaur, ber"sekolah" di ruang kelas Kakak-Kakak, saking inginku segera menyandang status "pelajar"..saat masih berusia Batita, di Epouto.]

Bersama semua rekannya, Kakak-Kakak bersekolah di ruangan kelas sangat sederhana berdinding lembaran longgar bilah-bilah papan kayu bahkan kulit kayu tipis seadanya.. berlantai tanah berlumpur.. yang acapkali sungguh licin dan becek.. dengan bangku sederhana.. dalam jumlah sangat minim. Yang sebagian terbesar di antaranya bukan berwujud bangku sekolah pada umumnya.. tetapi: bongkah kayu pepohonan hutan belantara berukuran raksasa gelondongan, lengkap dengan cabang besar yang masih menyisa. Juga, potongan dahan relatif besar yang ditalikan atau dikaitsangkutkan pada cabang dahan lainnya yang berfungsi sebagai tonggak penahan baginya, di tanah basah. Yang lalu, difungsikan sebagai bangku sekolah. Menariknya, para Murid tidak duduk seperti pada lazimnya, tetapi berjongkok berhimpitan di atas bilah kayu gelondongan panjang tersebut.. sambil memegang batu tulis.. bersiap menyimak satu demi satu mata pelajaran, sepanjang waktu bersekolahnya. Murid berpakaian standard pun berbaur dengan sebagian terbesar Murid yang mengenakan pakaian Adat Pedalaman Papua pada umumnya. Bertelanjang dada.. dengan ber-koteka (Murid Laki-laki) ataupun ber-moge (Murid Perempuan). Hal terindah yang selalu dinanti yakni ketika tiba waktunya jam bersekolah telah usai. Kakak-Kakak bergegas pulang.. berlarian menuju kediaman Keluarga kami yang letaknya dirasa tidak lagi jauh dari lokasi Sekolah. Di depan Danau Tage, Epouto, Paniai, lereng pegunungan dataran tinggi bersalju di deret tengah area pedalaman Papua. Persisnya, di depan Danau ini, Beib.. Di samping deret Cemara itu. Tampak jelas olehmu, khan..  Itu kediaman Keluarga kami selama 10 tahun, sejak tahun 1964. ..sambil menggigil menahan hawa dingin setempat ..juga dahaga dan rasa lapar.. serta sesekali mengusap satu dua peluh di dahi, Kakak-Kakak bergegas mencari Ibunda di kediaman.. guna mempertontonkan deret nilai yang diperoleh selama seharian belajar di Sekolah.. yang tertera samar keputihan di masing-masing pipinya. Lantaran itu, pipi para Kakak selalu bebas dari ritual wajib membasuh diri sebelum masuki kediaman Keluarga kami. Hal yang tidak akan diprotes Ibunda. Bagaimana bisa? ..hmm.. sebab itu hal yang sungguh berharga. Dengan sarana batu tulis sebagai satu-satunya media menulis bagi para Murid selama prosesi belajar di kelas, para Guru biasanya membubuhkan nilai demi nilai yang diperoleh para Murid selama satu hari menggunakan kapur tulis langsung di atas batu tulis masing-masing Murid, yang oleh Kakak-Kakak segera dicapkan ke pipi. Sebab, batu tulis musti segera kosong kembali. Dibersihkan dari goresan apapun, untuk diisi materi soal dari pelajaran selanjutnya. Tidak berhenti sampai di situ. Keterbatasan sarana prasarana juga dibarengi dengan keterbatasan SDM Pendidikan setempat, kala itu. Bukan hal yang aneh, mBaq Erna (Kakak kelima) yang sedang duduk di bangku Taman Kanak-Kanak kala itu "sudah" diajarkan "..Lima juta tambah sebelas juta berapa, Anak-Anak?" , tanpa didahului pengenalan konsep penjumlahan apapun sebelumnya. Tidak jarang.. bahkan hampir setiap hari mBaq Erna pun musti "sekelas" dengan Mas Edy (Kakak yang duduk di bangku SD kelas I), bahkan Mas Anto (kelas III), lantaran keterbatasan ruang kelas.. selain minimnya Tenaga Guru setempat. .. Meski dilingkupi segala hal yang dari kaca mata kekinian tampak nyata sedemikian minim dan terbatas.. alih-alih terbelakang, esensi Pendidikan Dasar tetap diperoleh optimum. Para alumni TK dan SD Epouto seangkatan Kakak-Kakak tersebut mampu mencapai Pendidikan Tingginya dengan lancar. Sebagian bahkan terkategori unggul di komunitas yang lebih maju dan besar. Sejauh pantauan, sebagian terbesarpun kini telah sampai di tahap kehidupan melanjutnya sesuai standard umum, di berbagai kota. ..iya.. iya. Meski tampak ber-basic situasi serba terbatas dan kasat mata dikategorikan terbelakang oleh sebagian pihak, sedari usia dini.. bahkan sedari dilahirkan, mereka telah sangat banyak belajar dari kearifan Alam. ALAM.. yang mampu menghaturkan pembelajaran di tingkat elemen dasar.. melampaui teknologi canggih manapun.. Bagi sang Cikal Epouto, Heningnya instrumentalia pagi di tepian Danau Tage tiada tergantikan oleh alat instrumen buatan non alami manapun.. Ranum bungah sukma yang tercipta atas daya magis landscape tepian Danau Tage tiada mampu digantikan oleh material pabriken apapun.. Sensasi dan efek balutan tanah liat basah di sela jemari kaki usai hujan rintik sesaat sebelum tiba di ruangan kelas terbatas itu tiada pernah tergantikan oleh balutan material buatan apapun.. Semilir hembusan bulir salju yang menerpa kulit sang Cikal tiada mampu tergantikan oleh sensasi AC manapun.. Lenguh sekawanan Sapi dan ringkik lincah Kuda Pejantan di Peternakan milik Misi belakang area Pertanian organik samping Susteran tiada pernah tergantikan oleh robot manapun.. Semerbak memabokkan ranum Bunga di halaman kediaman tiada pernah mampu tergantikan dengan wewangian parfum buatan pabriken bergengsi manapun. Fenomena alami apapun tersedia mewah .. tumpah ruah oleh Alamnya, sepanjang hari.. mewujud jadi sarana belajar paling mewah tentang dasar pemikiran apapun di muka sang Bumi. Akar Kreativitas.. Pertumbuhan.. akhlak Kebersahajaan.. Harmonisasi.. Keseimbangan.. Relativitas.. Penghargaan.. Pelayanan.. Penerimaan.. penemuan MAKNA ..tumpah ruah tersaji di depan mata, sepanjang hari. ______________________________________________ "Mammi, tadi di Gereja aku dapat dua teman. Temanku yang satu bawa Ni*endo. Satunya lagi bawa gelang N*ruto seperti punya aku.. tapi lain. Bisa diputer-puter ke arah yang beda. Aku suka. Ma.. hmm.. aku juga mau yang kaek gitu.. Kalo aku punya uang banyak, aku boleh beli kaek gitu, yea Ma..", suara Puteraku menghentak diamku. Tepat di waktu beribadah.. para Bocah larutkan diri dalam dolanan memabokkannya. Dolanan, yang juga dipamerkannya ke rekan main barunya. Si rekan mainpun tergoda segera memilikinya, dengan membelinya. ..hmmmmgghhhhhh..!! Ke"berhasil"an strategi pemasaran produk industri animasi. Jujur.. kembali.. dan kembali kuterhenyak tadi malam. Rasaku ingin segera membawanya pergi jauh ..lepas dari bombardir konsumerisme sekitar kami, Beib. Membawanya ke landscape tepian Danau Tage.. atau ke kota sejenis manapun di muka sang Bumi yang mampu berikan kemurnian pembelajaran kepadanya tentang Kehidupan dan Kebersahajaan HIDUP yang kaya akan MAKNA. Kuingin ia hidup bersinergi dengan seluruh elemen Bumi pijakannya.. 'tuk meraih pijar kejora-nya sendiri bagi sang HIDUP.. Andai masih boleh memilih.. aku ingin segera menjauhkannya dari hiruk pikuk kota ini. Entahlah.. terkadang aku sungguh merasa khawatir. _______________________ Puteraku, aku sangat mengasihimu. Tolong doakan juga Bundamu ini, Nak.. semoga Bundamu ini dapat menjadi Ibu yang sungguh bijak dan baik bagi tumbuh kembangmu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun