Mohon tunggu...
Dody Dharma Hutabarat
Dody Dharma Hutabarat Mohon Tunggu... Lainnya - Keterangan Profil

Bio

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Indonesia dan Kompetisi Global

29 Maret 2019   17:33 Diperbarui: 29 Maret 2019   17:39 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hari ini kita dan anak-anak kita dihadapkan pada perubahan yang sangat cepat. Jika kita, para orang tua, guru, dan pembuat kebijakan pendidikan, tidak membekali anak-anak kita dengan kompetensi yang relevan dengan masa depan, maka mereka akan tertinggal di zamannya.

Sekitar dua bulan yang lalu, saya menghadiri seminar dengan salah satu pembicaranya berasal dari McKinsey. Riset mereka memprediksi bahwa anak-anak yang masih SD saat ini, saat nanti mereka masuk dunia kerja, mereka akan mengerjakan pekerjaan yang tidak ada saat ini. Ini dampak revolusi industri 4.0. Bayangkan jika kita tidak menyiapkan mereka dari sekarang.

Tapi, menurut saya, tidak butuh 12-15 tahun lagi untuk membuktikan prediksi McKinsey ini. Saat ini gelombang revolusi industri 4.0 pun sudah kita rasakan. Berbagai industri di tanah air sudah terkena dampaknya khususnya perbankan, keuangan non-bank, perdagangan ritel, telekomunikasi, media, dan transportasi. Dan gelombang ini akan semakin besar dan semakin kuat. Sekarang terserah kita apakah akan menyiapkan anak kita agar mampu beradaptasi dan kompetitif dalam gelombang itu atau tidak.

Dalam banyak hal, apa yang diajarkan kepada anak-anak kita adalah pengetahuan dan metode yang sudah usang. Pendidikan Indonesia didesain dengan pemahaman abad lampau. Jangankan untuk bekal menghadapi era industri 5.0 di masa depan, untuk menghadapi era saat ini saja, konten dan metode pendidikan Indonesia banyak yang tidak relevan.

Apa buktinya? Mari kita lihat data Programme for International Student Assessment (PISA) 2015 yang dirilis oleh OECD yang mengukur kemampuan siswa usia 15 tahun dalam bidang matematika, sains, dan membaca. Dari 73 negara yang dinilai, siswa Indonesia secara rata-rata berada di papan bawah untuk seluruh kemampuan: matematika (66), membaca (67), dan sains (65). Sangat menyedihkan! Bahkan peringkat Indonesia paling rendah di antara lima negara ASEAN yang disurvei.

Tak perlu dibandingkan dengan Singapura, terlalu jauh. Bandingkan saja Indonesia dengan Vietnam yang menduduki peringkat yang lebih baik. Bahkan untuk sains, Vietnam dapat meraih peringkat 8.

Hasilnya? Ketika tenaga kerja Indonesia hanya mampu mengubah 200 gram kombinasi biji plastik, besi, dan aluminium dll menjadi sebuah kotak plastik seharga $5, tenaga kerja Vietnam menjadi bagian dari value chain yang mampu menghasilkan sebuah ponsel dengan harga $500. Artinya tenaga kerja Vietnam bisa beberapa kali lebih produktif dibandingkan Indonesia. Melihat fakta ini, apakah kita akan berdiam diri menyaksikan anak-anak kita yang bahkan membaca dengan efektif saja pun tidak bisa?

Kita jangan berpikir bahwa anak-anak kita nanti hanya akan berkompetisi pada level desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, atau propinsi saja, kecuali hanya itu yang kita inginkan. Saat masuk dunia kerja, mereka akan berkompetisi minimal di tingkat nasional. Mereka berkompetisi bukan hanya mencari pekerjaan, tetapi mencari profesi dengan bayaran yang tinggi.

Kembali ke perbandingan Indonesia dan Vietnam di atas. Jika tidak ada perubahan positif pada dunia pendidikan Indonesia, maka inilah yang akan terjadi: ketika tenaga kerja Vietnam berkompetisi mencari pekerjaan di industri chip dan kecerdasan buatan (artificial intelligence) dengan nilai tambah yang tinggi, maka buruh Indonesia berebut mencari pekerjaan di pabrik plastik dan kotak sabun dengan nilai tambah yang rendah.

Alih-alih untuk jadi pengusaha besar, sebagian besar siswa Indonesia bahkan tidak memiliki kemampuan membaca yang baik. Jeff Bezos, Bill Gates, Warren Buffett, Larry Ellison, Zhang Ruimin, dan seluruh orang-orang terkaya/CEO/founder perusahaan besar dunia adalah pembaca efektif.

Tulisan ini saya tujukan untuk mengetuk hati kita semua dengan harapan kita bangkit dari zona nyaman kita. Setiap kita bertemu, mari kita mulai mendiskusikan hal-hal penting terkait dengan masa depan anak-anak kita. Mari kita berbicara dengan sebuah pemikiran serius bahwa banyak pekerjaan rumah yang harus kita kerjakan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun