Mohon tunggu...
Arief Setyo Widodo
Arief Setyo Widodo Mohon Tunggu... Freelancer - Pengetik teks bebas

Yogyakarta, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Menabung untuk Menyelamatkan Masa Depan

19 Juni 2020   16:49 Diperbarui: 19 Juni 2020   16:44 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Shutterstock via Lifepal

Sejak kecil, kita sudah akrab dengan kata "menabung". Di sekolah, guru-guru mengajarkan bahwa  menabung adalah salah satu kebiasaan baik yang perlu dilakukan. Pada buku pelajaran juga ditulis mengenai manfaat menabung. Ajakan menabung juga semakin gencar digaungkan oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah. Seperti yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada 2016 lalu memulai kampanye "Ayo Menabung".

Gerakan "Ayo Menabung" dilakukan sebagai bagian dari penerapan Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Masih relatif rendahnya budaya menabung di Indonesia menjadi latar belakang dari Perpres ini. Rasio tabungan terhadap GDP di Indonesia sekitar 31%, lebih rendah dibandingkan Filipina (46%) dan Singapura (49%). Sementara itu, menurut survei konsumen yang dilakukan Bank Indonesia pada Maret 2020 (sebelum terdampak pandemi) menunjukkan bahwa masyarakat hanya menyisihkan sekitar 18,6% dari pengeluarannya untuk ditabung.  

Beberapa referensi menyebutkan, rasio tabungan yang ideal minimal 10% dari pendapatan. Namun tidak ada angka yang pasti karena setiap orang memiliki penghasilan dan kebutuhan berbeda serta banyak faktor pembeda lain. Bagi sebagian orang, sebagian besar pendapatan habis untuk konsumsi dan cicilan. Kalaupun sisa, hanya bisa disimpan di bawah bantal saja. Bahkan ada yang seringkali mengalami defisit dan disiasati dengan cara "gali lubang tutup lubang".

Meski sejak kecil kita sudah didoktrin tentang manfaat menabung, namun tetap saja rasanya sulit dilakukan. Saat ini, kebutuhan dasar manusia tidak hanya sandang, pangan, dan papan saja. Gaya hidup masa kini semakin berkembang seiring dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat secara umum. Batas antara kebutuhan dan keinginan pun sulit dibedakan. Dalam membeli barang, seringkali gengsi mengalahkan fungsi.  

Tabungan sebenarnya dapat menjadi penyelamat di waktu krisis. Saat penghasilan seret seperti sekarang, uang di tabunganlah yang menjadi andalan saya. Tak bisa dipungkiri bahwa menabung (dalam bahasa Inggris disebut "saving") dapat "menyelamatkan" hidup. Kebiasaan menabung sangat terlihat manfaatnya di masa krisis.

Sebagai rakyat jelata dengan tabungan terbatas, tentunya kita harus berhati-hati dalam memanfaatkannya. Dalam situasi serba sulit saat ini, menahan nafsu konsumsi adalah pilihan terbaik. Jika sebelumnya ada alokasi pengeluaran untuk "keinginan", maka sekarang cukuplah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja. Kita tidak tahu sampai kapan krisis ini akan berakhir. Menghemat tabungan dapat memperpanjang nafas untuk dapat bertahan hidup.

Berkat krisis ini, kita jadi paham betapa pentingnya tabungan. Menabung yang kadang disepelekan ternyata sangat bermanfaat terutama di kala krisis. Nampaknya setelah kondisi normal nanti perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan alokasi tabungan. Meskipun dengan pengiritan dapat mengorbankan sedikit kenyamanan yang biasa dinikmati. Namun hal itu dapat memberi ketahanan ekonomi di masa depan dan meningkatkan peluang untuk sintas saat terjadi krisis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun