Mohon tunggu...
Arief Setyo Widodo
Arief Setyo Widodo Mohon Tunggu... Freelancer - Pengetik teks bebas

Yogyakarta, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Harapan dan Tantangan dalam Ujian Kemanusiaan

4 April 2020   14:25 Diperbarui: 4 April 2020   14:32 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pandemi covid-19 (shutterstock)

Akhir Maret lalu pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019  (Covid-19). Namun pada awalnya, istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masih menjadi perdebatan. Belum ada sosialisasi luas dan penjelasan secara rinci terkait istilah PSBB sehingga cukup membingungkan bagi masyarakat.

Dalam pasal 1 PP Nomor 21 Tahun 2020 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah  kemungkinan penyebaran virus. PP tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar ini merujuk pada UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Pemerintah daerah baik tingkat kabupaten/kota maupun provinsi dapat melakukan PSBB dengan persetujuan Menteri Kesehatan. PSBB dapat diterapkan jika terdapat peningkatan dan persebaran kasus dan/atau kematian akibat penyakit serta ada kaitannya dengan wilayah lain. Bentuk pelaksanaan PSBB setidaknya meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, serta pembatasan kegiatan di tempat umum. Ketiga hal ini sebenarnya sudah mulai diterapkan secara luas sejak dua minggu sebelum peraturan pemerintah ini diberlakukan.

Akibat adanya pembatasan tersebut, banyak orang yang mengalami kesulitan ekonomi. Himbauan untuk work from home (WFH) hanya berlaku untuk sebagian jenis pekerjaan saja. Sementara para pekerja harian banyak yang pendapatannya turun secara signifikan, bahkan ada yang kehilangan pekerjaan. Meski dalam kondisi sulit, masih banyak pekerja harian yang tetap menjalankan usahanya seperti pedagang dan penyedia jasa transportasi (ojek dan taksi). Masih banyaknya orang yang beraktivitas di luar rumah menimbulkan kekhawatiran penyebaran virus yang meluas. Namun para pekerja harian tersebut tidak punya pilihan lain kecuali tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Dalam PP No. 21 Tahun 2020 pasal 4 ayat 3 sebenarnya sudah dijelaskan bahwa pembatasan kegiatan di tempat umum dilakukan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk. Selanjutnya dalam penjelasan disebutkan bahwa, yang dimaksud dengan "kebutuhan dasar penduduk" antara lain kebutuhan pelayanan kesehatan, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya. Jadi dalam peraturan ini sebenarnya pemerintah juga memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.   

Pemerintah telah menyiapkan anggaran untuk pemenuhan kebutuhan dasar penduduk sebagai konsekuensi diterapkannya PSBB. Anggaran tersebut masuk dalam tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan dampak covid-19. Sebanyak Rp405,1 triliun dianggarkan untuk bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi.

Terkait anggaran untuk pemenuhan kebutuhan dasar penduduk masuk dalam pos anggaran jaring pengaman sosial yang mendapat kucuran dana Rp110 triliun. Sebagian anggaran tersebut dialokasikan untuk menambah Kelompok Penerima Manfaat (KPM) dari Program Keluarga Harapan (PKH) dan kartu sembako. Untuk pemenuhan kebutuhan pokok dan operasi pasar/logistik disiapkan dana sebesar Rp25 triliun. Selain itu disiapkan pula dana sebesar Rp30,8 triliun untuk program jaring pengaman sosial lainnya yang masih akan dikoordinasikan dengan unit terkait sebagai antisipasi lanjutan dampak pandemi covid-19.

Masalah kelangkaan APD tenaga kesehatan akhirnya dijawab dengan dianggarkannya Rp75 triliun untuk bidang kesehatan. Selain untuk pengadaan APD, anggaran kesehatan tersebut juga digunakan untuk peningkatan kualitas dan fasilitas di RS rujukan termasuk juga insentif bagi tenaga kesehatan. Sebagian besar anggaran tersebut, yakni Rp65,8 triliun dialokasikan untuk pengadaan alat kesehatan (APD, rapid test, reagen), sarana prasaran kesehatan, dan dukungan SDM. Jadi, dalam waktu dekat kebutuhan APD diharapkan dapat terpenuhi. Selain itu, penambahan rapid test dan reagen diharapkan dapat memperbanyak dan memperluas cakupan tes korona.

Gelontoran dana ratusan triliun untuk penanganan pandemi covid-19 menjadi angin segar bagi masyarakat. Setelah hampir sebulan sejak pengumuman kasus pertama korona, pemerintah akhirnya memiliki kebijakan disertai dukungan anggaran yang jelas. Meskipun demikian, ada beberapa pihak yang menilai kebijakan tersebut masih memiliki banyak kelemahan. Salah satunya adalah penentuan siapa saja yang berhak mendapat jatah tambahan PKH dan kartu sembako. 

Dengan tambahan anggaran tersebut ada penambahan sekitar 800 ribu KPM PKH dan 4,8 juta KPM kartu sembako. Menjadi tantangan besar bagi pemerintah untuk menentukan tambahan KPM tersebut dalam waktu singkat di tengah pandemi. Apalagi saat ini tidak hanya keluarga miskin saja yang terdampak, namun keluarga yang tergolong kelas menengah terancam kesulitan memenuhi kebutuhan pokok karena minimnya pendapatan atau kehilangan pekerjaan.

Mungkin dana yang dianggarkan pemerintah relatif minim untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama masa pandemi. Namun kita patut bersyukur karena memiliki semangat gotong royong yang belum juga luntur. Saat pemerintah masih hitung-hitungan anggaran, masyarakat sudah bergerak melalui berbagai aksi solidaritas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun