Mohon tunggu...
Dody Wibowo
Dody Wibowo Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti bidang Pendidikan Damai

Konsultan untuk bidang pendidikan damai dan studi perdamaian.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Karakter Sang Guru

5 Oktober 2017   03:00 Diperbarui: 5 Oktober 2017   04:22 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari ini, 5 Oktober, diperingati sebagai World Teachers' Day. Badan pendidikan Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNESCO, telah menetapkannya di tahun 1994. Kebetulan di dua hari terakhir saya merenung mengenai profesi guru, sehingga untuk memperingati World Teachers' Day saya memutuskan untuk menuliskan hasil perenungan dan hasil diskusi saya dengan rekan-rekan saya. Saya memakai kata 'guru' untuk menyebut tenaga pendidik dari jenjang kelompok bermain sampai tingkat perguruan tinggi (di jenjang ini biasa disebut sebagai dosen). Selain itu saya memakai istilah 'anak didik' untuk menyebut semua pembelajar di institusi pendidikan, mulai dari murid taman bermain sampai dengan mahasiswa/mahasiswi perguruan tinggi.

Menurut saya, ketika seseorang memilih menjadi guru, itu artinya dia memilih untuk menjadi orang yang bertanggung jawab dalam menjalankan amanah. Amanahnya berupa sebuah paket yang berisi ilmu pengetahuan dan karakter yang baik. Jadi, menjadi guru tidak cukup hanya dengan mempunyai ilmu pengetahuan yang luas dan metode mengajar yang kreatif. Lebih dari itu, guru juga harus memiliki karakter yang baik. Mengapa guru harus memiliki karakter yang baik? Karena guru berfungsi sebagai teladan bagi anak didiknya. Pendidikan mempunyai tujuan untuk membekali anak didik dengan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan karakter yang baik sehingga anak didik bisa memberi kontribusi positif bagi kehidupannya sendiri dan juga masyarakat luas.

Dengan beban seperti yang saya sampaikan di atas, terutama mengenai karakter yang baik, maka saya merasa bahwa guru adalah profesi yang amat sangat berat. Seorang guru harus bisa mengelola emosi, hawa nafsu, dan keinginan-keinginan yang bertentangan dengan hati nurani agar semua itu tidak mewujud menjadi aksi negatif. Ketika aksi negatif terjadi, orang lain bisa melihat, terutama anak didik. Aksi negatif tersebut bisa menjadi pesan pendidikan yang salah. 

Sebagai contoh, ketika guru merasa kecewa kepada anak didiknya dan ingin marah, kemudian sang guru melakukan kekerasan (fisik, verbal, maupun psikologis) sebagai perwujudan amarah, anak didik yang baru belajar cara mengelola emosi akan menganggap melakukan kekerasan ketika marah diperbolehkan. Sedangkan anak didik yang paham bahwa itu tindakan yang salah akan meragukan kompetensi sang guru dalam mendidik. Karenanya, guru wajib menyalurkan rasa marahnya dalam aksi yang membangun; menyampaikan kekecewaannya kepada anak didiknya dengan sopan lalu mencari solusi bersama agar rasa kecewa tersebut tidak muncul lagi. Aksi penyelesaian rasa marah tanpa kekerasan menjadi teladan bagi anak didik sehingga di kemudian hari ketika sang anak didik berada dalam situasi serupa, dia akan ingat teladan dari gurunya.

Guru bukanlah profesi biasa; bukan sebuah profesi yang dilakukan hanya untuk sekedar mencari uang. Guru adalah sebuah profesi yang mensyaratkan individunya untuk memiliki komitmen berkontribusi positif bagi masa depan anak didik, juga masa depan masyarakat dan bangsa. Mengutip komentar seorang rekan saya, Pak Nirwan Idrus, "dampak dari pekerjaan (guru) bukan saja mendalam tapi juga melebar dan demikian untuk jangka waktu yg lama. 

Jadi kalau apa yg diajarkan (guru) salah maka banyaklah orang bukan siswa atau mahasiswanya saja melainkan orang-orang yang berhubungan dengan mereka juga, yang akan berpikiran dan berbuat salah." Karenanya, pendidikan karakter juga diperlukan oleh guru untuk membangun komitmen tersebut. Dengan karakter yang baik, guru bisa membuat tempat yang aman dan nyaman untuk belajar. Bayangkan, ketika seorang guru diketahui tidak memiliki karakter yang baik, apakah anak didik akan merasa aman dan nyaman ketika belajar bersama sang guru?

Sebagai penutup, saya menyampaikan pesan kepada para guru (ini juga menjadi pesan bagi saya sendiri): selalu jaga kepercayaan yang diberikan kepada anda sebagai guru. Ketika sekali saja anda melakukan kesalahan dalam berperilaku, maka anda tidak akan pernah mendapat tingkat kepercayaan yang sama seperti semula. "Anak didik anda akan merasa tidak aman dan nyaman ketika belajar bersama anda," kata Adan Suazo, rekan saya yang lain.

Selamat Hari Guru, Insya Allah para guru bisa menjalankan amanahnya sebagai guru seutuhnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun