Mohon tunggu...
Dodi Bayu Wijoseno
Dodi Bayu Wijoseno Mohon Tunggu... Administrasi - Belajar, membuat hidup lebih indah

Penyuka Sejarah, hiking dan olah raga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lalitavistara, Pencerahan dan Syahdunya Purnama Sidhi

26 Mei 2021   20:37 Diperbarui: 26 Mei 2021   20:42 1053
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Candi Borobudur adalah salah satu Monumen Buddha termegah dan terlengkap di dunia. Sumber gambar: Giovanni Boccardi /Hak Cipta UNESCO

Kata Lalitavistara saya baca sekitar dua tahun lalu ketika mengikuti walking tour mengunjungi sejumlah rumah ibadah di wilayah pesisir Jakarta Utara, salah satunya adalah Vihara Lalitavistara. Vihara Lalitavistara adalah sebuah Vihara yang terletak di wilayah Cilincing Jakarta Utara, salah satu kekhasan Vihara ini adalah adanya ornamen Stupa Candi Borobudur di halaman depannya.

Jujur pengetahuan saya mengenai agama Budha sebagai salah satu agama resmi yang diakui di Indonesia sangat minim sekali sebelum mengunjungi Vihara tersebut. Mungkin hal lain yang saya ketahui selain Siddhartha Gautama sebagai penyebar ajaran agama Budha adalah hari besar keagamaannya yaitu Waisak tanpa tahu makna apa yang terkandung dalam Hari Raya tersebut.

Setelah kembali dari mengikuti acara walking tour tersebut saya membuka-buka internet untuk mencari referensi mengenai kata Lalitavistara tersebut, yang menurut saya pribadi terdengar indah ketika kata tersebut diucapkan dan didengar. Setelah membaca sejumlah referensi akhirnya saya mengetahui bahwa Lalitavistara adalah kitab Buddha dalam bahasa Sansekerta yang berisi kisah hidup dan ajaran sang Buddha Gautama sejak turunnya sang Buddha  dari Surga Tusita sampai ia memberikan pengajarannya.

Selain itu kisah dalam Kitab Lalitavistara juga terpahat dalam relief Candi Borobudur yang dikenal sebagai salah satu monumen Buddha  terlengkap dan termegah di dunia. Sebuah bukti peradaban maju Asia Tenggara kuno di tanah Jawa ribuan tahun yang lalu. Dalam relief  Lalitavistara  di  Candi Borobudur tersebut kisah hidup sang Buddha  Gautama dipahatkan dengan juga memasukkan unsur-unsur lokal Jawa Kuno pada masanya, seperti keanekaragaman flora dan fauna di relief tersebut.

Relief Lalitavistara di Candi Borobudur yang mengisahkan kepergian Pangeran Siddhartha dari istana. Sumber gambar: Michael Gunther/wikimedia.org 
Relief Lalitavistara di Candi Borobudur yang mengisahkan kepergian Pangeran Siddhartha dari istana. Sumber gambar: Michael Gunther/wikimedia.org 

Sebagaimana dituliskan dalam berbagai literatur, Siddhartha Gautama adalah seorang yang terlahir sebagai Pangeran dari sebuah Kerajaan. Pangeran Siddhartha diramal akan menjadi seorang Buddha  dan hal tersebut membuat khawatir ayahnya akan kelanjutan takhta kerajaan sehingga  oleh ayah dan keluarganya Pangeran Siddharta dijauhkan dari melihat kesengsaraan seperti sakit, tua dan mati. Pangeran Siddharta Gautama sudah terlihat cerdas sejak kecil dan kehidupannya di dalam istana diatur sebahagia mungkin namun pada akhirnya Pangeran Siddharta melihat orang tua, orang sakit, orang mati dan orang suci ketika ia sejenak pergi ke luar istana.

Pengalamannya tersebut membawanya pada pergolakan batin  dan sebuah pertanyaan apa arti hidup ini jika harus menderita sakit, umur tua dan kematian. Pangeran Siddharta berpikiran  bahwa hanya kehidupan suci yang bisa memberikan jawaban terhadap semua pertanyaan  tersebut hingga akhirnya sang Pangeran memutuskan untuk meninggalkan istana dan menjalani kehidupan sebagai pertapa hingga Siddhartha Gautama akhirnya mencapai  pencerahan sejati dan menjadi seorang Buddha  serta mengajarkan ajaran welas asih Buddha 

Hari Raya Waisak  yang juga disebut Tri Suci Waisak bagi umat Buddha memperingati tiga hal utama: :

  1. Kelahiran Pangeran Siddhartha Gautama
  2. Siddhartha Gautama mencapai pencerahan sejati dan menjadi Buddha
  3. Wafatnya Buddha Gautama yang dikenal dengan istilah Parinibbana

 

Secara pribadi, kisah tersebut memberikan inspirasi bahwa kehidupan manusia itu selalu berproses  dan butuh kepekaan untuk membawa proses kehidupan ke arah yang lebih baik yang akan memberikan manfaat tidak hanya untuk pribadi sendiri tetapi juga untuk sesama dan alam sekitar. Terkadang hal tersebut bisa  diperoleh dalam keheningan yang di masa lalu dikenal dengan bertapa. Pada masa pandemi COVID-19 ini, kita selalu menggunakan masker dan diminta untuk  tidak banyak berinteraksi serta lebih banyak berdiam diri di rumah untuk mencegah penyebaran virus. Mungkin hal tersebut tidak terasa nyaman karena untuk sejenak kita harus menjaga jarak dari hingar bingar dunia namun sisi positifnya hal tersebut membawa sebuah keheningan dalam dunia modern yang memberikan sejenak waktu untuk introspeksi terhadap hal-hal yang telah dilakukan dalam hidup ini. 

Bukan tidak mungkin dalam kondisi kurang nyaman karena pandemi saat ini   yang menyebabkan kita lebih hening karena selalu menjaga jarak dan mengurangi interaksi langsung , kita bisa menemukan sesuatu yang berbeda dan bermanfaat yang dapat berguna baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, menjadi lebih peduli terhadap sesama yang dimulai kepada orang-orang di sekitar kita. Semoga meski dalam kondisi yang masih belum menentu seperti saat ini kita  tetap bisa  menjadi pencerah bagi orang lain sebagaimana kisah inspiratif dari Pangeran Siddhartha Gautama yang dalam heningnya mendapat pencerahan sejati dan menyebarkan pencerahan tersebut kepada banyak orang agar orang lain juga dapat merasakan manfaat kebaikannya. 

 
Salah satu hal yang menarik dari  peringatan Hari Raya Waisak sebagaimana yang pernah diceritakan oleh seorang sahabat adalah  mengenai indahnya sinar purnama yang sempurna sewaktu dia mengikuti ritual Waisak di Candi Borobudur di tahun-tahun sebelum pandemi. Pernah suatu waktu dia bercerita, sore itu mendung menggelayut di langit namun dia tetap mempunyai harapan akan melihat sang purnama yang sempurna.   Akhirnya Purnama Sidhi yang ditunggu-tunggu tersebut benar-benar muncul di atas langit malam Candi Borobudur dengan kesyahduan sinarnya yang sempurna di langit malam.  "Purnama Sidhi itu seperti janji yang selalu ditepati", katanya. Kelak suatu hari nanti ketika pandemi ini berakhir saya juga ingin menyaksikan keindahan itu di sana. 


Akhirnya kita semua berdoa bersama agar pandemi yang kita hadapi ini segera berakhir sehingga kita dapat melakukan segala aktivitas tanpa rasa khawatir dan bisa kembali melihat indahnya sinar Purnama Sidhi di atas Candi Borobudur saat Hari Trisuci Waisak tiba di tahun-tahun yang akan datang. Semoga.

Indah sekali negara Indonesia dengan keanekaragaman suku, bahasa, budaya dan agama yang dianut oleh para warganya. Menjadi kewajiban kita bersama untuk merawatnya dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika

Selamat Hari Raya Waisak 2565BE.
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta. Semoga Semua Mahluk Hidup Berbahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun