Mohon tunggu...
Doddy Salman
Doddy Salman Mohon Tunggu... Dosen - pembaca yang masih belajar menulis

manusia sederhana yang selalu mencari pencerahan di tengah perjuangan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Misteri Pencopotan Yuri

24 Oktober 2020   09:22 Diperbarui: 24 Oktober 2020   09:36 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama Achmad Yurianto dikenal sebagai juru bicara Satuan Tugas Covid-19. Wajahnya akrab karena setiap sore ia menjelaskan data terkini penanganan pemerintah tentang penyakit yang disebabkan virus korona. 

Sejak 22 Juli ia tak muncul lagi. Posisinya diganti Wiku Adisasmito. Liputan6.com menulis, "140 hari Achmad Yurianto jadi jubir Covid-19: Rahasia Batik dan ketenangan di depan layar". Setiap kali muncul di layar kaca Yurianto kerap berbusana batik dan tampil tenang menjelaskan situasi terkini Covid-19.

Jelang akhir Oktober 2020 ia menjadi berita lagi. Tribunnews.com menulis dengan judul "Belum genap setahun jabatan Dirjen P2P Kemenkes, Achmad Yurianto diberhentikan. Dirjen P2P adalah Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementrian Kesehatan. 

Okezone.com menulis judul "Menkes copot Achmad Yurianto sebagai Dirjen P2P". Bisnis.com lain lagi. Judul di websitenya "Achmad Yurianto dicopot dadakan dari Dirjen P2P Kemenkes. Ada apa?". Situs Tempo.co menulis "Dicopot Terawan dari posisi Dirjen, Achmad Yurianto kini staf ahli menteri".

Kata "dicopot", "diberhentikan", "dimutasi" memiliki satu arti yang sama yaitu dibuat tidak menduduki jabatan/posisi tertentu. Dalam birokrasi sebetulnya secara normative penggantian posisi pejabat birokrasi adalah hal yang biasa. Wajar. Namun ketika penggantian jabatan terkesan mendadak (tanpa ada tanda-tanda sebelumnya) patut menjadi pertanyaan.posisinya berganti menjadi misteri. Suatu rahasia yang menarik untuk diungkap.

Sebelum pencopotan terjadi Achmad Yurianto melalui situs youtube Kementerian Kesehatan melakukan press briefing Update Kesiapan Vaksin Covid-19 di Indonesia. Ia hadir bersama wakil direktur LPPOM MUI Muti Arintawati. Peristiwa ini tertanggal 19 Oktober 2020 pukul 10.00 wib. Di acara berdurasi hampir 90 menit tersebut Yri sebagai  bagian pemerintah khususnya kementerian kesehatan mencoba menjelaskan kesiapan vaksinasi dan sertifikasi vaksin covid-19.

Berikut pernyataan Achmad Yurianto yang saya transkrip dan dicetak miring:

"Seperti kita ketahui bersama bahwa perjalanan pandemic covid-19 ini saat ini Alhamdulillah sudah menuju ketahapan untuk proses vaksinasi. Setelah beberapa lama atau tepatnya sejak Desember kita mengawali dengan mengetahui penyebabnya apa, kemudian mempelajari dengan detail tentang virusnya itu sendiri, tentang bagaimana penularannya, tentang bagaimana merumuskan obatnya, maka pada tahapan sekarang sudah mulai ada kejelasan tentang vaksinasinya."

Sampai di sini sepertinya tidak ada yang perlu dijelaskan lagi. Proses penanggapan terhadap hadirnya vaksin sudah lama diketahui. Proses pencarian vaksin memang dilakukan seluruh dunia.

"Kita harus memahami vaksinasi ini bukan lini pertama dalam penanggulangan penyakit pandemi covid-19 ini. Karena vaksinasi kita sangat berharap memberikan perlindungan terhadap jatuh sakit terhadap kondisi kemudian menjadi sakit. Tetapi tidak melindungi paparan. Tidak melindungi terkena virusnya."

Pernyataan ini menjadi penting karena sebelumnya terkesan vaksinasi menjadi sapu jagat solusi pengehentian penyebaran covid-19. Bayangan menjadikan vaksinasi menjadi juru selamat umat manusia musnah. Vaksinasi tidak melindungi paparan virus. Artinya mereka yang sudah divaksin tetap punya kemungkinan untuk terkena penyakit covid-19.

"Sehingga tetap bahwa lini yang  pertama di dalam berkaitan dengan penanggulangan pandemi ini adalah melaksanakan protokol kesehatan. Karena dengan menjalani protokol kesehatan kita tidak terpapar virusnya. Kita mencegahnya dengan cara menggunakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan. Apabila kita tidak terpapar virusnya maka kita tidak akan sakit. Dan tentunya juga pasti tidak akan meninggal karena covid-karena nggak sakid covid.tapi vaksin ditujukan adalah memberikan kekebalan agar pada saat kita terpapar virusnya kita tidak jadi sakit. Jadi mencegah untuk menjadi sakit akibat terpapar virus. Sehingga tidak membebaskan kita dari kemungkinan terpapar". 

Ini harus di pahami masyarakat. Bahwa sekalipun sudah divaksin maka menjaga agar tidak terpapar dengan tetap menggunakan masker perlu dilaksanakan. Karena kalau tidak, mungkin di dalam tubuh kita kebal terhadap penyakit ini tetapi kita masih bisa terpapar virus. 

Yang menjadi permasalahan adalah apabila kemudian virus yang ada di tubuh kita ini tertular atau menularkan kepada orang lain yang belum divaksin. Inilah yang harus disadari sehingga penularan dapat dikurangi bahkan dicegah sedini dan seminim mungkin. Pernyatan ini juga penting karena proses vaksinasi tidaklah dapat berjalan serentak. Jumlah vaksin yang tersedia dengan jumlah yang akan divaksin jauh angkanya.

Berdasarkan pernyataan ini pula kita dapat memahami menggunakan masker, menjaga jarak dan mencuci tangan akan tetap menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Inilah yang disebut normal baru.

Jika kita kontraskan dengan kebijakan pemerintah memang terlihat agak membingungkan. Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa vaksin virus corona atau Covid-19 perlu disuntikkan ke 170 hingga 180 juta orang di Indonesia agar efektif menciptakan kekebalan di masyarakat. 

"Kalau vaksin sudah mulai disuntikkan, artinya situasi akan kembali menuju pada normal kembali," kata Jokowi. "Tapi supaya bapak ibu tahu, yang disuntik itu kurang lebih 170-180 juta. Butuh berapa bulan, ini memerlukan kerja keras kita semuanya," tutur presiden (kompas.com).

Dari berita ini memang ada kesan kuat bahwa pemerintah menjadikan vaksin sebagai solusi pandemic covid-19. Dengan tersedianya vaksin maka hampir 300 juta warga Indonesia akan hidup normal kembali. Artinya hidup tanpa menggunakan masker, jaga jarak dan mencuci tangan.

Sementara pernyataan Yurianto menegaskan bahwa pemberian vaksin tidak menjamin akan tidak terpapar covid-19. Oleh sebab itu mengunakan masker, menjaga jarak dan mencuci tangan harus tetap menjadi bagian kehidupan masyarakat. Sampai kapan? Sampai secara ilmiah dinyatakan pemberian vaksin covid-19 sudah meliputi warga dunia.

Kalau pun benar perselisihan mengenai posisi vaksin terhadap kesehatan masyarakat Indonesia maka seharusnya pernyatan ahli kesehatan menjadi rujukan keputusan politik. Bukan keputusan politik menjaid acuan kebijakan kesehatan. Walalhu awam bi sawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun