Mohon tunggu...
Doddy Salman
Doddy Salman Mohon Tunggu... Dosen - pembaca yang masih belajar menulis

manusia sederhana yang selalu mencari pencerahan di tengah perjuangan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Siapa Menyusul 10 Ribu Korban Covid-19?

25 September 2020   09:39 Diperbarui: 25 September 2020   10:06 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kematian akibat Covid-19 Tembus 10.000 jiwa. Judul Headline Kompas hari ini (25/9/20) dapat diterima dengan berbagai tanggapan. Merujuk teori encoding dan decoding Stuart Hall maka setidaknya ada tiga kelompok tanggapan yang muncul pada pembacanya.Dominan, negosiasi dan resisten. Dominan artinya mereka yang setuju atau mendukung pemberitaan tersebut. Bahwa setelah 6 bulan lebih dinyatakan resmi mewabah di Indonesia maka sudah lebih dari 10 ribu nyawa tumbang direngut Covid-19.

Dengan dukungan dan persetujuan maka pembaca  respon dominan akan meningkatkan kewaspadaan  dengan mematuhi protokol kesehatan. Mereka peduli dengan 3M.Menjaga jarak, menggunakan masker dan mencuci tangan dengan sabun atau handsanitzer akan terus mereka lakukan.Bagi kelompok ini kesehatan adalah harta yang tak ternilai harganya. Masyarakat yang sehat harus dicegah untuk terkena wabah penyakit. Karena bagaimanapun yang sehat, yang jumlahnya lebih banyak daripada yang sakit, harus diusahakan semaksimal mungkin tetap sehat dan tidak sakit.

Kelompok kedua adalah mereka yang melakuan negosiasi dengan berita Kompas tersebut. Mereka percaya dengan berita Kompas  namun menurut kelompok ini bukan berarti masyarakat tidak dapat 100% atau mutlak tidak beraktivitas. Mereka yang sehat ini perlu makan dan minum serta mencukupi kebutuhan rumah tangga sehari-hari.

Orangtua yang memiliki bayi perlu minum susu, para pelajar perlu dibelikan pulsa dan kuota internet (walau sekarang sudah disubsidi pemerintah), listrik dan air tetap perlu dibayar. Roda ekonomi harus tetap berjalan.Meskipun demikian kelompok ini juga sadar bahaya kematian menghantui aktivitas mereka. Namun mereka juga yakin protokol kesehatan jika dipatuhi akan mengurangi penyebaran virus korona. Kelompok ini mengistilahkan pilihan ini adalah pilihan buruk dari yang terburuk.

Kelompok ketiga adalah kelompok yang sama sekali menolak dan bahkan tidak peduli dengan berita tersebut. Kesulitan ekonomi bukan setahun dua tahun mereka nikmati melainkan sepanjang hidup mereka rasakan. Jadi resesi ekonomi yang digembar gemborkan pengamat ekonomi sudah lama mereka rasakan. Mereka adalah adalah penyintas kejamnya hidup yang bagi mereka penuh ketidakadilan. Merekalah yang ketika pilkada atau pilpres bergembira karena suara mereka bernilai ekonomi walau cuma sekali setiap 5 tahun. Mereka resisten.

Namun jangan dibayangkan mereka resisten dengan demonstrasi atau ajakan dukungan melalui petisi change.org misalnya. Mereka melawan dangan tidak menggunakan masker, tetap kumpul-kumpul dan ogah cuci tangan dengan sabun apalagi handsanitzer. Mereka melawan dengan ketidakpedulian.

Boleh jadi kelompok ketiga ini jumlahnya tidak sebanyak kelompok satu dan dua. Persoalannya penyebaran Covid-19 tidak ditentukan oleh sedikit banyak orang. Satu orang dengan ketidakpedulian 3M dengan mobilitas tinggi sudah cukup menjadi agen penyebaran wabah. Itulah sebabnya banyak negara memberlakukan Lockdown. Karantina.Mengunci mobilitas warga baik keluar maupun masuk suatu daerah. Di Indonesia lockdown dibahasakan dengan PSBB:pembatasan sosial berskala besar, walau memang harus diakui tidak seketat karantina bernama Lockdown.

Saya meyakini berita headline Kompas hari ini berkaitan dengan wacana penolakan pelaksanaan pilkada 2020.Dengan teori  Agenda setting media maka kita dapat memahami bahwa Kompas menganggap wacana Covid-19 ini sangat penting untuk diketahui masyarakat. Dengan menjadikan berita korban wafat Covid-19 sudah lebih 10 ribu orang Kompas berharap agar agenda mereka menjadi agenda publik atau dengan menjadi wacana publik  yang berhadapan nanti dengan wacana pemerintah dan DPR yang tetap bersikukuh melaksanakan pilkada 2020 9 Desember nanti.

Dalam videonya di youtube Deny Siregar menyatakan bahwa pilihan tetap menjalankan pilkada adalah pilihan buruk di antara yang terburuk. Pilkada 2020 tetap dilaksanakan karena ada uang 10 trilyun rupiah yang berputar di situ. Memahami pendapat infulencer Jokowi ini maka kita dapat memahami bahwa dengan pelaksanaan pilkada selain hak konstitusi masyarakat tetap terpelihara maka perputaran ekonomi akan bergerak.Sederhananya ekonomi didahulukan daripada kesehatan.

Pemerintah dan DPR beserta mereka yang mendukung tetap dilanjutkannya pilkada 2020 kini sedang mengupayakan suatu regulasi yang mengatur kerumunan massa di pilkada dikurangi bahkan kalau bisa dihilangkan. Sehingga penyebaran Covid-19 dapat diminimalisir. Selain penerapan dan pengawasan praktek protocol  kesehatan tetap dijalankan.mereka ini kita kategoikan sebagai kelompok kedua. Berupaya bernegosiasi dengan kondisi wabah.

Sebelumnya presiden sudah mengakui bahwa kesehatan harus didahulukan dibanding ekonomi. Prakteknya ternyata tidak. Tim yang ditugasi presiden mengatasi Covid-19 sendiri diketuai oleh menteri koordinator perekonomian dan ketua pelaksananya adalah menteri negara BUMN. Kedua pejabat ini sudah jelas memperlihatkan bahwa pemerintahan ini sejatinya lebih mendahulukan ekonomi dibanding kesehatan. Menteri kesehatan yang seharusnya sering muncul malah terlihat jarang di media massa.

Hingga hari ini memang tidak ada tanda-tanda kebijakan pemerintah untuk menunda pilkada 2020 9 Desember mendatang. Upaya-upaya memperkecil kemungkinan penularan lebih banyak terlihat dengan memperbaiki aturan pilkada. Pemerintah dan wakil rakyat sangat yakin bahwa pilkada 2020 dapat berlansung aman dengan mengetatkan aturan pelaksanaan pilkada. Kalau pun nanti terjadi kluster baru penularan  mungkin telunjuk kepada masyarakat yang tidak patuh aturan protocol kesahatan sudah disiapkan. Pemerintah dan DPR sedang berjudi dengan keselamatan masyarakatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun