Mohon tunggu...
Doddy Salman
Doddy Salman Mohon Tunggu... Dosen - pembaca yang masih belajar menulis

manusia sederhana yang selalu mencari pencerahan di tengah perjuangan

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Green Book", Wacana Krisis Identitas

26 Februari 2019   14:14 Diperbarui: 26 Februari 2019   14:30 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dr. Don Shirley: So if I'm not *black* enough and if I'm not *white* enough, then tell me, Tony, what am I?

Tahun ini film terbaik diraih Green Book karya sutradara Peter Farrelly. Jangan berharap anda akan menemui suasana dar-der-dor atau aksi kebut-kebutan ala seri Fast Furious di sini. Film ini justru mengetengahkan topik berat bernama identitas.Sebuah topik yang kini marak menyebar di mana-mana. Politik, kebudayaan, ekonomi sebutlah yang anda ketahui maka identitas terselip di situ baik langsung atau tidak langsung.

Seperti film drama lainnya tontonan ini penuh narasi dan frame yang bermakna. Berkisah tentang perjalanan tur keliling seorang pianis bernama Don Shirley ditemani supirnya Antonio Vallelonga di awal 1960an menjelajah berbagai negara bagian Amerika di bagian selatan yang kental dengan politik rasis dalam kehidupan masyarakatnya.

Dunia ini penuh dengan orang-orang kesepian yang takut untuk berubah. Kalimat ini disampaikan Antonio Vallelonga, alias Tony Lip seorang kulit putih keturunan Italia kepada bosnya, Dr Don Shirley, seorang pemain piano berkulit hitam. Toni berkata demikian dalam rangka membujuk bosnya mencicipi ayam goreng Kentucky. Untuk seorang berpendidikan musik klasik berprestasi, makan makanan junkfood seperti Kentucky seperti meminta dirinya memainkan musik pop, genre musik yang selalu dihindarinya.

Tony Lip (diperankan Viggo Mortensen) adalah seoarng supir merangkap bodyguard. Hidup sebagai petugas keamanan klub malam membiasakan dirinya hidup "tak normal". Pulang kerja dini hari jelang anak-anaknya berangkat sekolah, berkelahi demi keamanan tempat kerja, dan ikut lomba hotdog demi uang 50 dollar. Selain rajin bekerja Tony juga rajin berbicara. Itulah sebabnya kata Lip alias mulut menjadi julukannya.Sebaliknya Don Shirley adalah musisi kenamaan, hidup sendiri di rumahnya yang mewah di atas Carnegie Hall namun sayang ia seorang kulit hitam. Sebagai orang berpendidikan ia pun jarang bicara. Ketika bicara pilihan kata menjadi suatu keharusan. Prinsipnya kekerasan dihindari karena tidak pernah menang melawan kehormatan.

Dalam film berdurasi 130 menit itu ditampilkan bagaimana Shirley dihormati sebagai musisi kenamaan namun kepopulerannya tidak menjadi istimewa di kalangan masyarakat kulit putih ketika itu. Ia tidak bisa pipis di kamar mandi kulit putih, harus ganti baju di sebuah gudang dan ditolak di restoran tempat ia akan manggung dengan alasan sudah menjadi tradisi restoran itu hanya menerima pelanggan kulit putih.

Di lain pihak sebagai orang kaya Shirley (diperankan Mahershala Ali) mampu mempekerjakan seorang kulit putih menjadi supirnya. Adegan yang ironis tampil ketika mobil yang ditumpangi Shirley mogok di tengah ladang gandum yang pekerjanya semua kulit hitam. Atau simak bagaimana posisi kursi Shirley yang bak singgasana lebih tinggi ketika menginterview Tony saat melamar kerja.

Film ini memang tidak memojokkan rasisme kulit putih namun juga memperlihatkan rasisme kulit hitam sebagai bagian perlawanan perlakuan yang dialaminya. Mungkin kondisi ini menegaskan tesis Paulo Freire bahwa mereka yang tertindas cenderung kembali melakukan penindasan ketika berkuasa. Akibatnya identitas yang sebetulnya dicari tak jua ditemukan. Baik Shirley maupun Tony sesungguhnya mengalami krisis identitas. Sehingga terucaplah kalimat yang menjadi pembuka tulisan ini.

Film peraih tiga Oscar untuk film terbaik, aktor pendukung terbaik (Mahersahala Ali) dan skenario asli terbaik ini dibuat berdasarkan kisah nyata sehingga sarat permenungan apalagi ketika politik Identitas di Indonesia saat ini begitu marak di mana-mana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun