Mohon tunggu...
Doddy Hidayat
Doddy Hidayat Mohon Tunggu... profesional -

Ada yang panggil saya pemimpi, orang planet, ngawur dan sok pintar..dan itu betul semua :D http://www.konsultankreatif.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Jam Kerja Atau Hasil Kerja? Part 1

8 September 2012   04:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:46 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

http://creativealwayson.blogspot.com/2012/09/jam-kerja-atau-hasil-kerja-part-1.html

Sudah bukan menjadi rahasia lagi jika banyak waktu terbuang dalam kegiatan orang kantoran. Bukan saja terjadi pada PNS tapi mudah kita lihat terjadi disekililing atmosfir kegiatan kerja tipikal karyawan swasta. Hari senin menjadi hari yang paling menyebalkan dan jumat menjadi hari yang paling ditunggu, supaya cepat pulang dan menikmati weekend. Seakan akan jadwal kerja yang dilalui padat dengan kesibukan dan dirasakan sebagai penderitaan yang ingin dilalui secepat mungkin.

Jika dibandingkan dengan kebanyakan sektor informal, jam kerja kantoran tentu lebih sedikit dari karyawan di toko atau pedagang kaki lima. Sehingga bagi orang kantoran, memenuhi absensi dan menjalani jam kerja dianggap sebagai hasil kerja itu sendiri. Beda dengan pekerja informal, dimana pencapaian hasil kerja atau omset, tidak terpaku dengan rules jam kerja. Yang penting bagi pekerja sektor informal adalah berapa hasil yang didapat hari ini, bukan berapa lama saya bekerja hari ini. Sehingga bagi pekerja sektor informal hasil kerja sangat terkait dengan kemampuan melayani pembeli dan kepuasan pelanggan. Kalau bukan karena sakit atau keperluan penting darurat, tidak ada ceritanya mereka absen jualan, bekerja dan melayani pelanggannya.

Tapi hal sebaliknya sering kita dengar atau alami sendiri, berurusan dengan jasa pelayanan masyarakat atau customer service itu menjengkelkan, karena keperluan penting kita harus tunduk dengan jam kerja, jam istirahat dan kinerja yang berorientasi dengan durasi jam kerja. Mau selesai atau tidak selesai, kalau sudah waktunya bubar kantor, maka urusan dan keperluan kita harus menunggu sampai besok, tidak perduli keperluan kita sepenting apapun bahkan ekstrimnya keperluan kita tersebut berkaitan dengan masa depan, peluang atau keadaan hidup dan mati.

Dari tulisan saya diatas, maka segera ada asumsi bahwa yang salah adalah pegawai! Dibuatlah tudingan dan kesimpulan: pegawai tidak punya motivasi, malas, senses of belonging yang rendah, tidak tanggung jawab dan asumsi final, kualitas SDM pegawai kantoran di Indonesia payah! Tunggu dulu, apa memang begitu? Bagaimana dengan sebagian dari mantan pegawai kantoran yang justru nekad hengkang dari perusahaan atau kantor – kantor pemerintah dan ternyata sukses dalam karir barunya serta dapat membuktikan bahwa mereka mempunyai kualitas yang berbeda dari asumsi – asumsi tersebut.

Kebanyakan pimpinan perusahan dan para manajer sering berasumsi bahwa kuantitas jam kerja yang dihabiskan di tempat kerja merupakan indikasi dari kesungguhan, ketertarikan, dan ukuran penilaian prestasi seorang pegawai. Namun, pada kenyataannya, jarang terjadi tipikal pegawai seperti itu menghasilkan solusi berupa ide-ide dan kemampuan mengeksekusi gagasan. Kalau yang dimaksud adalah menghasilkan pegawai yang birokratis mungkin benar. Sah – sah saja kalau tujuan perusahaan hanya memerlukan semua karyawannya mampu bekerja baik dibawah juklak kerja dan SOP yang kaku dan tanpa inisiatif serta kemampuan kreatif menghadapi persoalan dan kendala diluar jangkauan petunjuk kerja. Apa memang begitu harapannya?

Situasi penyelesaian masalah biasanya memerlukan penanganan segera, tidak boleh ditunda dan kemampuan produktif diperlukan tanpa menghabiskan waktu yang panjang. Belum lagi bicara kreatifitas. Ide-ide terbaik sering tidak memerlukan konsepsi yang panjang, dan hari-hari yang paling produktif jarang bisa bertahan telalu lama. Tapi tetap saja, manajer dan para pimpinan perusahaan mengukurnya lain, jam kerja tetap kaku,  kehadiran dan harus terlihat selama jam kerja membuat karyawan seperti maling yang sedang diawasi. Ketika aturan gagal, everybody unhappy. Boss marah – marah dan pegawai terancam dipecat. Perusahaan seperti penjara. Boss mejadi sipirnya, karyawan sebagai napinya. Kedua kubu mempunyai orientasi bertolak belakang. Bagaimana mungkin terjadi pencapaian maksimal jika aturan hanya membuat derita dan gagal mencapai tujuan akhir. Apa tujuan akhir yang penting dalam hal ini? Yaitu bagaimana perusahaan menyediakan tempat kerja yang menyenangkan. Tempat kerja yang mendukung kreatifitas dan produktifitas. Dengan demikian, hal – hal apa saja yang dapat mendukung terciptanya situasi dan kondisi kerja yang ideal untuk kreativitas dan produktivitas maksimum?

Doddy Hidayat - Konsultan Usaha Kreatif

http://creativealwayson.blogspot.com/

Baca kelanjutannya di Artikel: Jam Kerja Atau Hasil Kerja? Part 2

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun