Mohon tunggu...
Rudy
Rudy Mohon Tunggu... Editor - nalar sehat N mawas diri jadi kata kunci

RidaMu Kutuju

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menelusuri Jejak Nabi Khidir

18 Februari 2020   09:53 Diperbarui: 18 Februari 2020   10:02 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
doa-logika.blogspot.com

doa-logika.blogspot.com
doa-logika.blogspot.com

Di hadapan gurunya sang santri diperintahkan agar kembali bermukim di pondok pesantren untuk melanjutkan menunut ilmu. Tanpa terasa waktu berlalu, delapan tahun sudah sang santri bermukim dan tiba saatnya berpamitan untuk kedua kalinya meninggalkan pondok pesatren. Dalam perjalanannya kali ini juga bertepatan dengan hari Jumat kembali ia singgah di mesjid di mana dulu dia pernah mendapat pengalaman buruk diusir oleh jamaah salat Jumat. 

Hari itu lagi-lagi sengaja ia duduk bersimpuh di depan mihrab, menunggu khutbah dimulai. Ia tampak berdiam diri dengan tekun mendengarkan khutbah hingga selesai, hingga dilanjutkan pelaksanaan salat Jumat. Tak lama setelah imam usai membaca salam penutup salat, dengan sigap dan tak disangka-sangka, sang santri menyambar gagang mikrofon yang ada di dekatnya, dan langsung berbicara layaknya pengurus mesjid membacakan pengumuman. 

Dengan singkat dia menyampaikan maklumat bahwa barang siapa memiliki satu lembar rambut pak kiai, maka ia dijamin masuk sorga. Mendengar pengumuman itu, serentak seluruh jamaah mesjid secara spontan bangkit berdiri, berlari menuju mihrab, dan berebut mengambil atau lebih tepat mencabut satu lembar rambut sang kiai. Belum lagi sempat menyadari apa yang tengah dan baru saja terjadi, dalam hitungan detik rambut sang imam pun ludes, dan kepalanya berubah menjadi gundul!

Dua episode peristiwa tersebut di atas merupakan dua kisah yang berbeda. Yang satu terjadi di dunia nyata, dan yang satunya lagi di dunia cerita. Namun nilai pelajarannya tak jauh berbeda. 

Ken Arok, selain ilmu ia memiliki hikmah, yakni suatu kearifan agar ilmu yang dimilikinya bermanfaat. Hanya saja, sayangnya manfaat yang dicapai bukan hanya sebatas untuk kepentingan dirinya, tetapi seraya mencelakai orang lain. Sementara, Kebo Ijo sebagai sosok orang yang memiliki ilmu tanpa hikmah, alih-alih bermanfaat, tidak jarang malah justru mencelakai diri sendiri. 

Lain halnya dengan sang santri yang harus rela belajar lagi selama delapan tahun untuk menemukan sebuah hikmah, setelah sepuluh tahun belajar menuntut ilmu. 

Dalam dunia pendidikan dikenal istilah Intelectual Quotions (IQ), Emotional Quotions (EQ), dan Spiritual Quotions (SQ). Dengan kata lain EQ dan SQ sering disebut sebagai hikmah atau kearifan (wisdom), yakni kemanfaatan atau keberkahan ilmu. Semakin luas kemanfaatan ilmu bagi kemaslahatan umat manusia dan kehidupan, maka semakin tinggi nilai tambah serta keberkahan dari suatu ilmu.

Melalui proses berpikir dan pencerapan inderawi manusia memperoleh pengetahuan dan ilmu. Secara epistemologi Prof.S.I. Poeradisasrra mendefinisikan pengetahuan sebagai kumpulan fakta-fakta yang saling berhubungan satu sama lain mengenai sesuatu hal tertentu, misalnya mengenai obat-obat herbal, sejarah, dan struktur kependudukan. 

Sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang sudah disusun secara sistematik dan teratur mengenai sesuatu bidang tertentu, jelas batas-batas maksud dan tujuan sasarannya maupun tahap serta tata cara kerja (modus operandi)-nya, untuk menghasilkan kebenaran "yang benar" dan dapat diuji atau diverifikasi. Jikalau pengetahuan terkadang belum diikat secara ketat oleh suatu tata tertib atau prosedur tertentu, maka ilmu justeru harus tunduk pada kesamaan tata kerja yang disebut metodologi yang merupakan disiplin untuk dapat dikategorikan ilmiah. 

Pengetahuan belum tentu lengkap dan menyeluruh, sebaliknya ilmu baru dapat disebut ilmu apabila cakupannya telah lengkap dan menyeluruh. Oleh karenanya, ilmu memerlukan pemutakhiran data dan informasi serta perbaikan metodologi secara terus menerus, misalnya dari segi kalkulatif, komparatif, ferivikatif, deduktif, dan induktif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun