Mohon tunggu...
Ir Dony Mulyana Kurnia
Ir Dony Mulyana Kurnia Mohon Tunggu... Arsitek - Direktur eLSOSDEM / Aktivis 98

Lembaga Kajian, riset, analisa sosial dan demokrasi di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penolakan PT 0%, Membangunkan Kesadaran Reformasi Jilid II

23 Juli 2022   15:14 Diperbarui: 23 Juli 2022   15:26 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau kita rakyat Indonesia mampu melihat sandiwara politik PT 20%, made in oligarki sangat memprihatinkan. Sekarang terlihat bagaimana kasak kusuk partai, untuk melahirkan tiga paslon saja sulit sekali, dan bisa jadi akhirnya memakai lagu lama cuma dua pasangan calon saja, sebagaimana halnya pilpres 2014 dan pilpres 2019. 

Bahkan sekarang gejalanya sudah tercium, manakala partai-partai mulai menafikan popularitas dan elektabilitas hasil dari perhitungan lembaga-lembaga survey yang notabene pilihan rakyat untuk sementara. 

Dengan menguatnya hegemoni partai-partai yang mengangkat isue ideologis yang dilindungi UU Pemilu PT 20% ini, bisa saja pada akhirnya calon-calon populer seperti Ganjar, Anies dan Ridwan Kamil tumbang tidak bisa mencalonkan presiden, akibat tidak ada partai yang mencalonkannya, skenario ini sudah mulai terlihat. 

Sebenarnya kepentingan ideologis partai jika mau jujur, dengan PT 0% akan lebih mengental dan sangat kuat, jauh sekali di banding kegalauan partai yang terjadi dalam pencalonan presiden dengan sistem PT 20%. Sistem PT 0% mendorong setiap partai untuk percaya diri di dalam mencalonkan presidennya masing-masing.

Hegemoni partai dalam sistem PT 20%, naga-naganya mulai jelas terlihat manakala paslon Prabowo dan Cak Imin diterbitkan koalisi Gerindera dan PKB, keduanya kita semua tahu sebagai ketua umum partai. Paslon ini sudah memenuhi syarat perundang-undangan, indikasinya akan di lawan oleh paslon perkawinan dari PDIP dan KIB dengan paslon  Puan dan Airlangga yang merupakan pimpinan partai juga. 

Kemudian Nasdem pada akhirnya di prediksi akan merapat mendukung Paslon Puan dan Airlangga, dengan menerima jatah minimal tiga menteri, daripada harus capek-capek membangun koalisi oposisi bersama PKS dan Demokrat untuk mendukung pencapresan Anies. Hal ini terlihat jelas dengan Nasdem yang ogah tak ogah, untuk membangun koalisi bersama PKS dan Demokrat, walaupun ketum Demokrat dan ketum PKS berulang kali sowan mengunjungi ketum Nasdem, untuk menawarkan koalisi.

Kemudian partai oposisi Demokrat dan PKS yang tidak bisa menjadi perahu, karena jumlah kursi DPR nya kurang dari 20%, otomatis akan di kawin paksa oleh Gerindera dan PKB, dengan komitmen bagi Demokrat dan PKS, sangat wajar punya jatah minimal tiga menteri, manakala paslon Prabowo dan Cak Imin mampu memenangkan pilpres 2024. 

Dengan skenario hegemoni partai ini sudah jelas Anies, Ganjar dan Ridwan Kamil, tidak bisa mencalonkan presiden walaupun ketiganya sangat populer, dan arah skenarionya bagi ketiganya hanya menjadi vote getter dari kedua kubu, dengan komitmen jika menang kubu yang di dukungnya, sangat cocok untuk dijadikan Mendagri, karena ketiganya berpengalaman menjadi Gubernur.

Demikianlah sandiwara oligarki yang memanfa'atkan kekuatan politik UU Pemilu PT 20%, cukup memodali sesedikit mungkin paslon capres dan cawapres, beserta partai-partainya, dengan komitment siapapun pemenang, dapat melindungi, mendukung dan melanjutkan kepentingan bisnisnya. 

Kekuatan oligarki ini di tandai dengan upaya untuk mewujudkan presiden 3 (tiga) periode atau memperpanjang masa jabatan presiden, yang kemudian upaya minor oligarki ini bisa dipatahkan dengan menggeliatnya gerakan mahasiswa, indikasinya gerakan mahasiswa ini mampu menyadarkan presiden Jokowi untuk mempertegas kepada para pendukung dan pembisiknya bahwa batas kekuasaannya hanya dua periode saja sesuai amanah konstitusi. 

Namun sudah barangtentu tidak berhenti sampai disitu, kekuatan oligarki kembali eksis, terlihat manakala incumbent semakin kokoh dengan mengambil dukungan PAN sehingga tujuh partai masuk dalam genggamannya, dan menutup perlawanan oposisi yang tinggal PKS dan Demokrat dan notabene tidak bisa membuat perahu, karena jumlah kursi parlemennya kurang dari 20%. Melihat peta politik ini, hampir dipastikan pencapresan di tentukan oleh partai-partai  incumbent, dengan komitmen-komitmen tidak ada perubahan apapun, walau presidennya 2024 di ganti, namun program dan kebijakannya baik buruk tinggal terima jadi, untuk melanjutkan estafet hegemoni kekuasaan Jokowi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun