Sejak awal 2017 media-media daring banyak diisi berbagai meme dan tulisan tentang bangunan yang mangkrak di Hambalang. Ada yang memberi judul “Candi Hambalang, Keajaiban Dunia Ke-8 dari Indonesia”. Ada juga “Hambalang, Peninggalan Prasejarah Termuda di Jawa Barat”. Masih di Facebook, ada netizen yang menulis “Situs Hambalang, Temuan Baru dari Jawa Barat”.
Nama Proyek Hambalang begitu dikenal ketika beberapa anggota partai dan dewan tertangkap KPK sejak 2012 lalu. Setelah itu nama Hambalang tenggelam. Namun mencuat kembali ketika pada 2016 Presiden Joko Widodo meninjau Hambalang.
Hambalang adalah nama desa di Citeureup, Bogor. Rencananya di tempat ini akan dibangun Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON). Pemikirannya dimulai pada 2004. Namun, sebagaimana laman news.viva.co.id, ternyata lokasi Hambalang itu masuk zona kerentanan gerakan tanah menengah tinggi sesuai dengan peta rawan bencana yang diterbitkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM. Sesuai dengan sifat batuannya, PVMBG menyarankan untuk tidak mendirikan bangunan di lokasi tersebut karena memiliki risiko bawaan yang tinggi bagi terjadinya bencana alam berupa gerakan tanah. Selain itu, status tanah di lokasi dimaksud masih belum jelas.
Dari proyek pembangunan sekolah olahraga, Hambalang dikembangkan menjadi pembangunan pusat olahraga. Sudah jelas, masyarakat awam pun pasti tahu, anggaran pembangunan semakin membengkak. Masyarakat pun pasti masih ingat, siapa-siapa saja yang pernah menjadi korban Hambalang.
Untuk mengenang Hambalang, sebaiknya di lokasi tersebut dibuat museum. Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 66 museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, dan mengomunikasikannya kepada masyarakat. Museum sendiri terbagi dua jenis, yakni museum dalam ruang dan museum luar ruang (museum situs). Nah, Hambalang memiliki keduanya. Beri nama yang fenomenal: Museum Korupsi. Terserah gedung mana yang mau dipakai sebagai museum, tentu perlu pengkajian dari ahli-ahli terkait. Kita punya banyak ahli museologi. Mereka bisa diminta masukan.
Biarkan gedung itu apa adanya. Paling-paling sedikit dibenahi. Sebagai alur cerita (story line), kita harus melibatkan banyak pihak. Data dari KPK dan pengadilan tipikor, tentu amat dibutuhkan.
Koleksi museum berupa foto para tokoh lengkap dengan ceritanya, misalnya berapa besar uang yang dikorupsi, kena tuntutan hukum berapa lama, lalu “disekolahkan” di lembaga mana. Tentu saja Museum Korupsi berisi tokoh-tokoh Hambalang ditambah koruptor-koruptor lain. Sebagai pelengkap, pengelola bisa minta barang-barang gratifikasi yang pernah diberikan kepada KPK. Tidak perlu banyak, cukup beberapa contoh.
Wisata Korupsi
Kalau sudah ada Museum Korupsi, nah perlu dilengkapi dengan Wisata Korupsi. Pada 2013 saya pernah menulis di Kompas dalam rubrik Opini berjudul “Monumen Korupsi”. Saya mengutip tulisan dari mancanegara tentang pengembangan wisata korupsi oleh segelintir orang di Ceko. Dikatakan sejak 2012, wisata korupsi menjadi andalan Pemerintah Ceko untuk mendapatkan devisa.
Sesuai namanya, wisata korupsi merupakan perjalanan mengelilingi lokasi atau bangunan yang pernah terkait dengan skandal korupsi. Dalam wisata ini, para pelancong diajak mengelilingi tempat-tempat yang divonis merupakan hasil korupsi. Selama 2012 paket wisata korupsi di Ceko terbilang laris-manis.