Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lambang Swastika: Awalnya Berkonotasi Positif, Sejak Hitler Berubah Negatif

20 Januari 2017   06:33 Diperbarui: 20 Januari 2017   07:09 1831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Motif banji pada kain (Sumber: budaya-indonesia.org)

Lambang itu sudah populer sejak lama dan sering dikonotasikan dengan Partai Nazi di Jerman. Hitler, pemimpin partai itu, mulai 1919 memang selalu mengagung-agungkan lambang tersebut. Hitler menilai swastika adalah simbolisasi keberhasilan ras Arya, ras yang pertama kali berkembang di India. Juga lambang kreativitas dan anti Yahudi. Kala itu istilah yang digunakan adalah Hakenkreuz, salib berkait. Namun dengan kekalahan Jerman dalam Perang Dunia ke-2 (1945), lambang swastika dihapus.

Sebenarnya jauh sebelum itu, swastika telah dikenal luas oleh dunia sebagai simbol kebijakan dan belas kasih. Diperkirakan simbol swastika berasal dari budaya India dan Barat kuno dari masa 3.000 tahun lalu. Bahkan The Epoch Times (2014) menulis swastika telah dikenal 12.000 tahun sebelum Hitler membajaknya. Suku bangsa Indian kuno, Maya dan Aztec, menggunakan simbol swastika pada gundukan makam, busana, dan perhiasan. Banyak kebudayaan mengenal swastika, misalnya Yunani, Celtic, n Finlandia. Di sejumlah negara, swastika dipandang simbol yang sangat penting. Karena itu banyak digunakan untuk seni busana, arsitektur, keramik, dan seni ukir. Kebudayaan Barat menamakan swastika sebagai roda penerangan.

Melihat bentuknya, swastika dianggap mewakili pergerakan berkesinambungan, seperti kincir angin atau kincir air. Dia akan terus-menerus berputar searah jarum jam atau sebaliknya. Kalau berputar searah jarum jam, dia mewakili energi alam semesta, kuat dan penuh kecerdasan. Kalau berputar berlawanan dengan arah jarum jam, dia mewakili belas kasih. Dia juga melambangkan keharmonisan universal dan keseimbangan dari hal-hal yang berlawanan.

Kata swastika berasal dari bahasa Sansekerta Su (baik) dan Asati (ada atau hadir) dengan imbuhan ka. Arti harfiah kata tersebut adalah biarlah kebaikan itu nampak atau tanda perwujudan diri. Secara umum dianggap sebagai seorang Buddha (Sansekerta, Sang Sadar, Orang SuciatauNabi). Karena itu Buddha dalam seni sering digambarkan mempunyai tanda (swastika) pada dada atau telapak tangan mereka. Di Indonesia swastika dipakai sebagai lambang keagamaan umat Hindu Dharma di Bali.

Religius

Swastika merupakan salah satu simbol yang paling disucikan dalam tradisi Hindu. Merupakan contoh nyata tentang sebuah simbol religius yang memiliki latar belakang sejarah dan budaya yang kompleks. Diyakini swastika merupakan salah satu simbol tertua di dunia. Berbagai variasi swastika ditemukan pada tinggalan-tinggalan arkeologis (koin, keramik, senjata, perhiasan, dan altar keagamaan) yang tersebar pada wilayah geografis yang amat luas.

Simbol swastika dikenal dengan berbagai nama, seperti Tetragammadion di Yunani atau Fylfot di Inggris. Swastika menempati posisi penting dalam kepercayaan maupun kebudayaan bangsa-bangsa kuno, antara lain bangsa Troya, Hittite, Celtic, dan Teutonic. Simbol ini ditemukan pada kuil-kuil Hindu, Jaina, dan Buddha maupun gereja-gereja Kristen (Gereja St. Sophia di Kiev, Ukraina, Basilika St. Ambrose, Milan, dan Katedral Amiens, Prancis), masjid-masjid (Ishafan, Iran dan Taynal, Lebanon), serta sinagoga Yahudi Ein Gedi di Yudea.

Tanda atau simbol Swastika yang dikenal paling awal ditemukan pada 10.000 SM di Ukraina, diukir pada gading mammoth. (The Epoch Times)
Tanda atau simbol Swastika yang dikenal paling awal ditemukan pada 10.000 SM di Ukraina, diukir pada gading mammoth. (The Epoch Times)
Swastika pernah (dan masih) mewakili hal-hal yang bersifat luhur dan sakral, terutama bagi pemeluk Hindu, Jaina, Buddha, pemeluk kepercayaan Gallic-Roman (yang altar utamanya berhiaskan petir, swastika, dan roda), pemeluk kepercayaan Celtic kuna (swastika melambangkan Dewi Api Brigit), pemeluk kepercayaan Slavia kuno (swastika melambangkan Dewa Matahari Svarog) maupun bagi orang-orang Indian suku Hopi serta Navajo (yang menggunakan simbol itu dalam ritual penyembuhan). Jubah Athena, tubuh Apollo, dan dewa-dewi Yunani, juga kerap dihiasi dengan simbol tersebut. Di pihak lain, swastika menempati posisi sekuler sebagai motif hiasan arsitektur maupun lambang entitas bisnis, mulai dari perusahaan bir hingga laundry.

Di Tiongkok swastika disebut Wan. Wan mempunyai kesamaan bunyi dengan sepuluh ribu, sebuah angka yang sering digunakan untuk mencakup semua penciptaan alam semesta. Dari kata itu muncullah istilah motif wanji atau banji pada seni kriya dan seni lukis. Dulu motif banji pada kain batik amat disukai. Namun sekarang motif klasik itu jarang ditemukan lagi.

Demikianlah perjalanan sejarah lambang swastika. Pada awalnya berkonotasi positif, namun sejak Hitler berkuasa berubah negatif. Semoga masyarakat tercerdaskan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun