Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

India Lemah Pada Ganda Kedua

15 Mei 2022   07:21 Diperbarui: 15 Mei 2022   07:33 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim Indonesia ketika meraih Piala Thomas 2021 di Denmark (Sumber: antara melalui kompas.com)

Bermain di ajang beregu, berbeda atmosfer dengan bertanding di ajang individu. Contohnya dalam Piala Thomas yang mempertandingkan lima partai, terdiri atas tiga tunggal dan dua ganda. Jumat lalu Jonathan Christie dan Fajar/Rian kalah, namun tiga partai lainnya dimenangkan oleh Indonesia.

Hal serupa pada final Piala Uber kemarin. Dalam pertandingan pertama An Se Young (Korea Selatan) kalah dari pemain Tiongkok. Bukan berarti Korea Selatan akan kalah dari Tiongkok. Bisa jadi keadaan akan berbalik karena masih ada empat partai tersisa.

Terbukti dua pasangan ganda dan tunggal ketiga Korea Selatan mampu mengalahkan pemain Tiongkok sehingga untuk kedua kalinya Korea Selatan meraih Piala Uber. Pada 2010 Korea Selatan juga mengalahkan Tiongkok, skornya 3-1.

Krisis pemain tunggal

Regenerasi pemain cukup sulit, terutama tunggal putra. Ini pernah dialami Indonesia. Pada 1967, Ferry Sonneville yang berumur 36 tahun terpaksa diturunkan. Akibatnya ia kehilangan dua poin karena kalah dari Yew Cheng Hoe dan Tan Aik Huang dari Malaysia.

Krisis pemain tunggal selanjutnya terjadi pada 1982. Saat itu Indonesia melawan Tiongkok di final. Rudy Hartono (33 tahun) yang sudah setengah pensiun setelah meraih Juara Dunia 1980, dipanggil kembali.

Ketika itu Piala Thomas masih mempertandingkan sembilan partai selama dua hari. Pada hari pertama Indonesia sudah unggul 3-1. Rudy Hartono turun pada hari kedua partai kelima. Nama besar Rudy ternyata bukan jaminan. Pada 1982 itu ia dipasang sebagai tunggal ketiga menghadapi Luan Jin dari Tiongkok. Rudy kalah rubber game dengan 9-15, 15-1, dan 9-15.

Kekalahan Rudy berpengaruh besar pada pemain berikutnya. Pemain tunggal Liem Swie King dan Lius Pongoh kalah, begitu pula pasangan Kartono/Heryanto. Dengan merebut empat poin secara berurutan, maka kedudukan Tiongkok -- Indonesia menjadi berbalik 5-3.  Memang ganda terakhir Christian/Liem Swie King menang lawan Tiongkok, namun kondisi itu tidak berpengaruh lagi.

Krisis pemain bisa dilihat ketika Indonesia tidak mampu mencapai semifinal. Ini terjadi pada 2012. Ketika itu ada empat tunggal yang dibawa, yakni Simon Santoso, Taufik Hidayat, Tommy Sugiarto, dan Dionysius Hayom Rumbaka. Indonesia kalah melawan Jepang di partai perempat final.

India lemah pada ganda kedua

Boleh dibilang Indonesia tidak krisis pemain. Para pemain yang saat ini bertanding, tak berbeda jauh dengan para pemain yang meraih Piala Thomas pada 2021 (tertunda satu tahun karena Covid-19) lalu di Denmark. Anthony S. Ginting, Jonathan Christe, dan Shesar H. Rhustavito menjadi pemain inti di tunggal. Dalam ganda, kita hanya kehilangan Markus Gideon yang cedera, namun ganda-ganda lainnya cukup solid.  

Hingga tulisan ini dibuat, saya belum tahu pemain kedua tim yang diturunkan. Namun saya duga, kedua tim menurunkan pemain yang sama pada semifinal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun