Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Teknologi Kekinian untuk Museum dan Situs Arkeologi

21 Desember 2021   13:03 Diperbarui: 22 Desember 2021   01:20 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kiri: Teknologi Virtual Reality di Museum Negeri Banten/IG Museum Negeri Banten; kanan: 3D Topografi di Museum Timah Pangkalpinang/rmolbabel.com

Saat ini media digital telah merambah ke mana-mana, termasuk ke bidang arkeologi dan museum. Bisa dikatakan, media digital terbagi menjadi dua bagian. Media digital di dalam ruangan dan media digital di luar ruangan.

Media digital di dalam ruangan lebih nyata pada museum. Penggunaan media digital tentu saja untuk menciptakan museum dan situs arkeologi yang menarik dan interaktif. Sejalan dengan perkembangan teknologi digital, memang karakter museum selalu menyesuaikan zaman.

Museum yang paling awal, misalnya, dibuat untuk kepentingan pribadi. Berbagai koleksi dipajang di dalam rumah hanya untuk kepuasan batin. Paling-paling hanya teman dekat atau kerabat yang boleh menyaksikan koleksi-koleksi itu. Jadi belum terbuka untuk umum.

Kemudian muncul museum yang sudah bisa diakses umum. Di mata para pemerhati atau pakar, museum demikian lazim disebut museum tradisional. Museum tradisional berfokus pada obyek atau koleksi. Museum memang sebagai lembaga pelestari. Jadi ibarat gudang benda-benda kuno.

Selanjutnya muncul Museum Modern yang berfokus pada publik. Generasi sekarang tentu lebih mengenal Museum Modern. Inilah paradigma baru museum.

Museum pada masa kini merupakan ruang publik. Masyarakat boleh beraktivitas di dalam museum. Inilah era museum milenial. Berbagai teknologi sebisa mungkin harus ada di dalam museum. Ini supaya museum lebih menarik, paling tidak masih diminati publik.

Banyak museum, terutama yang memiliki dana APBN/APBD, sudah memiliki beberapa perangkat teknologi digital. Komputer layar sentuh sudah ada pada banyak museum. Untuk mencari informasi, pengunjung tinggal memilih menu-menu yang tersedia di perangkat komputer. Beberapa museum sudah memiliki alat sensor pada koleksi tertentu, sehingga menjadi bahan mainan anak-anak. Tentu saja mudah rusak.

Layar sentuh di Museum Gedung Sate Bandung (Sumber: travelingyuk.com)
Layar sentuh di Museum Gedung Sate Bandung (Sumber: travelingyuk.com)

Kendala perawatan

Nah, masalah perawatan atau pemeliharaan sering menjadi kendala dan perlu pemikiran serius. Soalnya kalau perangkat-perangkat itu rusak, museum tidak memiliki dana. Apakah harus dibiarkan bertumpuk di dalam gudang?

Menurut Mbak Salsabilla Sakinah,  media dan teknologi digital adalah salah satu sarana yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan new museology. Potensi penggunaan media digital di museum dan situs arkeologi dapat berupa manajemen database koleksi berbasis digital, interpretasi digital di dalam area pameran museum dan situs arkeologi, pemanfaatan dunia maya untuk menjangkau audiens di luar area museum dan situs arkeologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun