Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kepedulian Sosial Dokter Tionghoa pada Masa Lalu

13 November 2021   19:42 Diperbarui: 13 November 2021   19:47 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokter Yap/kiri menjadi nama RS Mata di Yogyakarta dan dokter Oen/kanan menjadi nama RS di Solo (Sumber: tangkapan layar makalah Ravando Lie)

Di Semarang pun peran dokter Tionghoa sangat besar. Dr. Tan Ping Ie pertama kali melayani pasien pada September 1926. Ia ahli bedah lulusan Belanda. Dalam menjalankan praktiknya, dr. Tan Ping Ie, sering menggratiskan pasiennya. Sayang karena terlalu idealis, ia kesulitan membayar sewa rumah dan menanggung biaya hidup. Kemudian ia mencoba peruntungan ke Cirebon.

Masyarakat Solo atau Surakarta pasti mengenal RS dr. Oen. Nah, nama ini berasal dari seorang dokter Tionghoa bernama Oen Boen Ing. Ia dipandang dokternya wong cilik karena tidak pernah minta ongkos saat praktik. Bahkan kadang sering mengeluarkan uang sendiri untuk membelikan obat untuk pasien yang tidak mampu. 

Tak pernah sekali pun terlintas oleh dokter Oen menjadikan profesi dokter sebagai sarana mendapat keuntungan. Karena itu sebagai penghormatan, Pura Mangkunegaran menjadikannya sebagai dokter keluarga.

Saat ini masih banyak dokter Tionghoa yang memiliki rasa kepedulian sosial tinggi. Andai saja dokter-dokter masa sekarang meniru dokter-dokter masa lalu, tentu termasuk rumah sakit, lebih memperhatikan faktor kemanusiaan daripada keuntungan finansial, banyak masyarakat akan merasa lebih sehat jasmani. Selama ini memang ada jaminan dari BPJS, namun prosesnya cukup lama, misalnya harus mengantre lama di loket. Yah, ibarat warga kelas 2 dibandingkan masyarakat yang membayar sendiri.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun