Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Membuka Usaha Kuliner untuk Menyambung Hidup

19 Agustus 2021   12:19 Diperbarui: 19 Agustus 2021   12:26 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Usaha kuliner rumahan (Dokpri)

 

Kita belum tahu kapan pandemi Covid akan berakhir. Hingga kini pandemi Covid telah berlangsung hampir 1,5 tahun.  Di seluruh dunia jutaan orang terpapar virus yang satu ini. Memang sebagian besar berhasil sembuh, namun ternyata jumlah korban jiwa cukup banyak.

Untuk menekan jumlah kasus, berbagai kebijakan diambil pemerintah setiap negara. Di beberapa negara berlangsung lockdown atau karantina wilayah. Di Indonesia diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Karena ada pembatasan, tentu saja sejumlah kegiatan terkena dampak.  Sekolah tatap muka diganti sekolah daring. Itu contoh kecil. Yang paling merasakan dampak itu adalah sektor ekonomi, termasuk pariwisata.

Di dekat rumah saya, dua restoran sudah tutup permanen. Dari media-media saya baca, sudah banyak perusahaan swasta memotong gaji, merumahkan, bahkan mem-PHK karyawan. Mau tidak mau demi kelangsungan hidup perusahaan. Jumlah pengangguran pun semakin banyak.

Perusahaan penerbangan, hotel, dan obyek pariwisata, kalaupun tidak tutup permanen yah sekarat. Bahkan ada yang sudah mengibarkan bendera putih. Sungguh luar biasa dampak pandemi ini. Banyak orang kehilangan penghasilan. Yang masih aman adalah ASN karena menggunakan dana APBN/APBD. Kalaupun penghasilan berkurang, boleh dibilang wajar. Tunjangan dipotong dan perjalanan dinas ditiadakan, tentu bisa dimaklumi. Mereka harus bersolidaritas untuk membantu penanganan Covid.

Usaha kuliner rumahan dengan daging sapi dan beras kualitas premium (Dokpri)
Usaha kuliner rumahan dengan daging sapi dan beras kualitas premium (Dokpri)

Kuliner

Di satu pihak, para pencari kerja terutama lulusan baru, semakin bertumpuk.  Di lain pihak, mereka yang dirumahkan sementara sampai kena PHK, mencari ladang usaha baru demi menyambung hidup atau menghidupi keluarga. Usaha jasa, sering kali menjadi pilihan. Termasuk usaha kuliner rumahan tentunya. Ada yang membuat kue kering, bahkan membuat menu makanan tertentu.

Saya pun ikut kena dampak Covid. Tidak ada Bansos atau BLT, saya tidak peduli. Saya harus tetap berusaha. Nah, sejak Juni 2021 lalu saya membuka usaha kuliner di rumah. Nasi sapi, itulah jualan saya lewat WA atau medsos.  

Sebenarnya anak saya yang jualan, saya hanya membantu. Karena anak muda, namanya keren beef bowl factory. Nama itulah yang dicantumkan dalam Instagram (IG). Agar kekinian, maka masuk juga dalam lapak ojol. Silakan cari di google "beef bowl factory kelapa gading".

Usaha rumahan sih hanya butuh tempat kecil. Toh pengunjung tidak makan di tempat. Kalau lagi sepi order, saya dan anak saya bisa internetan. Bahkan menulis atau melakukan pekerjaan lain. Kemarin saya baru menyelesaikan tulisan untuk lomba jalur rempah. Siapa tahu terpilih. Kalau pun tidak terpilih, pasti tulisan tersebut bermanfaat.

Anak saya dibantu seorang temannya. Dia punya sepeda motor, jadi bertugas mengantar makanan untuk jangkauan terdekat. Kadang temannya itu beli timun, wortel, sambal, dan lain-lain untuk keperluan jualan.

Memasaknya cukup sederhana, dipanaskan dengan wadah gagang dari teflon (Dokpri)
Memasaknya cukup sederhana, dipanaskan dengan wadah gagang dari teflon (Dokpri)

Daging sapi dibeli secara daring. Daging iris tipis dalam kondisi beku itu termasuk premium. Harganya cukup mahal dibandingkan daging untuk rendang, misalnya. Begitu pula beras yang dipakai, beras jepang. Tadinya memakai beras ramos yang harganya lebih murah. Namun atas saran konsumen, diganti beras jepang. Bukankah pembeli adalah raja? Yah, kami ikuti saja masukan mereka.

Usaha kuliner dalam masa pandemi jelas penuh persaingan. Saat ini banyak pilihan makanan, tentu sesuai selera masing-masing. Hidup memang penuh perjuangan, apalagi dalam bentuk usaha mandiri.

Selain dengan sesama orang terdampak pandemi, kita pun harus bersaing dengan pemodal kuat. Tapi karena hidup harus terus berlangsung, tentu kita harus berupaya semaksimal mungkin. Yang penting kuliner kita sesuai dengan lidah pembeli dan pelayanan kita memuaskan.

Masih butuh perjuangan untuk menekan jumlah pengangguran. Usaha mandiri tentu terhormat dan membanggakan. Di situlah kita tahu arti persaingan dan perjuangan.***

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun