Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pabrik Kertas Leces, Dulu Pernah Jaya di ASEAN, Kini Bangkrut

29 Desember 2020   08:42 Diperbarui: 26 April 2021   11:38 12819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kunjungan Presiden Soeharto ke pabrik kertas Leces pada 28 Desember 1985 (Foto: Arsip Nasional Republik Indonesia)

Generasi milenial mungkin jarang mendengar nama pabrik kertas Leces. Sebaliknya generasi kolonial sering mendengar nama ini. Apalagi sewaktu sekolah sering ditanya guru, "Sebutkan nama-nama pabrik kertas di Indonesia!"

Nama pabrik kertas Leces dulu begitu dikenal. Sebagai perusahaan, pabrik itu berinduk pada PT Kertas Leces (Persero), perusahaan berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pabrik kertas Leces terletak di Probolinggo, Jawa Timur.

Pabrik kertas Leces sudah ada sejak zaman Hindia-Belanda. Asalnya bernama N.V Papierfabriek Letjes, berdiri pada 1939. Pabrik ini mulai beroperasi pada 1940, menghasilkan kertas 10 ton per hari. Pabrik kertas Leces adalah pabrik kertas tertua kedua di Indonesia, setelah pabrik Kertas Padalarang, Jawa Barat, yang berdiri pada 1922. 

Pabrik kertas Leces di Probolinggo (Foto: tempo.co)
Pabrik kertas Leces di Probolinggo (Foto: tempo.co)

Kejayaan Leces

Setelah manajemen ditangani oleh pemerintah Indonesia, pabrik itu mengalami perkembangan pembangunan fisik melalui empat tahapan yang dimulai pada 1960 dan berakhir pada 1986.  Pabrik pernah berkapasitas produksi sebesar 640 ton/hari dan menghasilkan berbagai jenis kertas.  Bahkan telah dapat memproduksi kertas dengan memanfaatkan kertas daur ulang dan limbah tebu sebagai bahan mentah.

Presiden Soeharto pernah mengunjungi pabrik kertas Leces pada 28 Desember 1985. Itulah masa kejayaan pabrik kertas Leces. Dulu, produksi Kertas Leces sangat tinggi karena ada instruksi Presiden Soeharto untuk memproduksi kertas koran. Harga kertas koran produksi lokal relatif murah. Sebelumnya kertas koran berasal dari impor.

Hantaman krisis moneter 1998 membuat kinerja perusahaan semakin menurun. Apalagi yang namanya BUMN menjadi 'sapi perahan' pemerintah dan dikaitkan dengan politik. Di pihak lain beberapa perusahaan swasta mulai berproduksi dan dikelola secara profesional.

Kunjungan Presiden Soeharto ke pabrik kertas Leces pada 28 Desember 1985 (Foto: Arsip Nasional Republik Indonesia)
Kunjungan Presiden Soeharto ke pabrik kertas Leces pada 28 Desember 1985 (Foto: Arsip Nasional Republik Indonesia)

Pemberhentian operasi

Sejak Mei 2010 pabrik berhenti beroperasi. Salah satunya karena Perusahaan Gas Negara (PGN) menghentikan pasokan gas. Ketika itu pabrik sudah menunggak utang sebesar Rp41 miliar. Pabrik mulai beroperasi kembali pada 2012, namun dalam kondisi berbeda seperti masa jaya Leces. Pada era  1990-an Leces menjadi salah satu perusahaan terbesar di ASEAN. 

Beberapa saat kemudian terdengar kabar bahwa nasib ratusan karyawan pabrik tak jelas.  PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) selanjutnya memastikan, PT Kertas Leces mengalami pailit atau bangkrut sejak 25 September 2018. Hal tersebut sesuai dengan putusan pengadilan, yang menyebut perseroan penghasil kertas ini tidak bisa menjalankan operasional dengan sehat.

Sejak berkembangnya era internet memang penggunaan kertas sangat berkurang. Apalagi penggunaan paperless gencar dilakukan oleh berbagai organisasi nirlaba. Terlebih dikaitkan dengan penebangan hutan dan kelestarian lingkungan.***

Sumber: Wikipedia dan Arsip Nasional Republik Indonesia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun