Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Wabah Penyakit di Batavia dalam Arsip Hindia-Belanda

13 November 2020   07:17 Diperbarui: 13 November 2020   17:14 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arsip tentang wabah flu di Hindia-Belanda (Foto: Arsip Nasional RI)

Sejak akhir 2019, sebuah wabah penyakit baru muncul di dunia. Di Indonesia wabah ini baru diketahui pada Maret 2020. Para ahli kesehatan menyebut wabah ini dengan nama Covid-19, artinya Corona Virus Diseases. Karena mulai diketahui pada 2019, maka diberi embel-embel 19. 

Covid-19 menyerang banyak negara sehingga disebut pandemi. Istilah wabah mengacu kepada kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang luas dan pada banyak orang.

Diketahui beberapa wabah pernah berjangkit ratusan tahun lalu di dunia, termasuk di Batavia. Batavia adalah nama lama untuk Jakarta. Bagaimana wabah di kala itu? 

Dinas Kebudayaan DKI Jakarta pada Kamis, 12 November 2020 menyelenggarakan seminar daring dengan pembicara Mas Usman Manor dari Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan bersama Mas Suryagung dari Arsip Nasional RI. Acara dibuka oleh Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Pak Iwan Henry Wardhana.

Kehidupan sosial masyarakat di Batavia sehingga memudahkan penyebaran wabah (Foto: Arsip Nasional RI)
Kehidupan sosial masyarakat di Batavia sehingga memudahkan penyebaran wabah (Foto: Arsip Nasional RI)
Kolera
Menurut Mas Usman, wabah kolera mulai mewabah di Batavia pada 27 April 1821. Ketika itu 778 orang meninggal dalam waktu 11 hari. Sebenarnya pemerintah Hindia-Belanda di Batavia telah menerima peringatan mengenai kematian masal yang terjadi di Mauritius, Penang, dan Malaka yang disebabkan oleh penyakit usus dari India pada akhir 1819.

Adanya wabah kolera ditambah wabah cacar di pantai utara Pulau Jawa, membuat pemerintah Hindia-Belanda mendirikan Sekolah Dokter Djawa pada 1851 di Batavia, yang kemudian menjadi STOVIA. Tingkat kematian pada wabah cacar juga cukup tinggi.

Khusus wabah kolera, menurut Mas Usman, pada 1911 jumlah kematian mencapai 148 orang per 1000 penduduk sehingga disebut Tahun Kolera. Pada tahun yang sama vaksin ditemukan oleh Nijland.

"Pada 1927 Tanjung Priok menjadi wilayah terakhir yang terkena wabah kolera. Batavia dinyatakan bebas penyakit kolera pada 6 Desember 1927," demikian Mas Usman.

Ditambahkan oleh Mas Usman, penyakit menular tidak mengenal aspek spasial. Ketidakmampuan untuk mengendalikan penyebaran menjadi penyebab utama meluasnya penyebaran penyakit. Selain Batavia, wilayah yang terkena penyakit kolera dengan jumlah kematian yang tinggi adalah Semarang.

Penyebabnya adalah interaksi yang intensif dalam distribusi komoditi sebagai sesama kota pelabuhan. Wilayah lain yang terdampak adalah wilayah sekitar Batavia seperti Buitenzorg (Bogor) yang terekam dalam catatan Tio Tek Hong. Bayangkan betapa luas dan lamanya serangan wabah kolera ini.

Arsip statis di Gedung Arsip Nasional RI (Foto: Arsip Nasional RI)
Arsip statis di Gedung Arsip Nasional RI (Foto: Arsip Nasional RI)
Penyelamatan arsip
Menurut catatan Mas Agung, Batavia pernah mengalami beberapa kali wabah, yakni malaria (abad ke-18), kolera (abad ke-19--20), dan flu (abad ke-20). Arsip tentang wabah ada di dalam Dag Register, Plakaatboek VOC, Grote Bundel Besluit, Foto KIT, Foto Kementerian Penerangan, Depkes, Setwapres, dll.

Saat ini arsip tentang pandemi Covid-19 mendapatkan perhatian khusus dari kalangan arsiparis sedunia, khususnya melalui International Council on Archives (ICA) yang menyatakan bahwa arsip yang tercipta dalam upaya perekaman peristiwa pandemi Covid-19 agar dikelola dan dipelihara sebagai sumber informasi dan dokumentasi sejarah, serta dapat diakses oleh publik di masa kini dan masa yang akan datang.

Menurut Mas Agung penyelamatan arsip Covid-19 dituangkan dalam SE MENPAN No 62 Th 2020. Penyelamatan arsip penanganan COVID-19 selesai diserahkan paling lama dua tahun setelah pandemi Covid-19 di wilayah Indonesia dinyatakan berakhir oleh Pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun