Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar dari Film "Night at the Museum", Perlu Inovasi Konten Digital untuk Promosi Museum

2 November 2020   12:37 Diperbarui: 2 November 2020   12:48 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbagai konten digital museum (Foto: makalah Ibu Ina Silas)

Siapa yang menyangka kalau wabah pandemi Covid akan berlangsung lama. Sejak pertengahan Maret 2020 banyak museum tidak melayani kedatangan pengunjung. Kalaupun ada yang buka, museum dan pengunjung harus mematuhi protokol kesehatan. Meskipun begitu, staf museum tetap beraktivitas secara terbatas.

Dalam keterbatasan inilah dunia digital mengambil peran. Banyak museum telah membuat tur virtual, seminar daring, dan sejumlah kegiatan berbasis internet. Apalagi kini banyak media sosial digandrungi tua dan muda, sebut saja Instagram, Facebook, dan Youtube.

Maskot Museum BI, si Mubi, promosi konten digital di medsos (Foto: makalah Pak Dandy)
Maskot Museum BI, si Mubi, promosi konten digital di medsos (Foto: makalah Pak Dandy)
Gawai dan digital

Gawai dan digital ternyata banyak membantu komunikasi. Museum yang tidak bisa membawa diri ke masa milenial, pasti akan tergerus. Banyak inovatif tercipta di masa pandemi ini. Banyak olahan digital mewarnai media-media sosial.

Begitulah terungkap dari seminar daring "Gaung Digital bagi Eksistensi Museum" yang diselenggarakan oleh Museum Bank Indonesia, Jumat, 30 Oktober 2020. Kegiatan dibuka oleh Pak Onny Widjarnako, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia. 

Sebagai pembicara Ibu Ina Silas (Pengurus ICOM Indonesia, ICOM adalah Dewan Museum Internasional), Pak Dandy Indarto (Kepala Museum Bank Indonesia), dan Mas Hanung Bramantyo (Sutradara Film).

Menurut Ibu Ina tantangan digitalisasi adalah investasi. Buat museum-museum yang dibiayai APBN/APBD memang tidak menjadi masalah. Dana untuk kegiatan luring yang semula dianggarkan bisa dialihkan untuk kegiatan daring atau digital. 

Sebaiknya museum-museum kecil macam museum swasta dan museum pribadi, paling-paling hanya mampu menyajikan tur virtual lewat Instagram. Lewat medsos ini kita cuma mengeluarkan sedikit dana.

Film bertema sejarah yang dibuat Mas Hanung (Foto: makalah Mas Hanung)
Film bertema sejarah yang dibuat Mas Hanung (Foto: makalah Mas Hanung)
Memperkuat visual

Memang semula ada anggapan kalau masyarakat sudah melihat museum secara virtual, mereka tidak akan berkunjung ke museum lagi. Namun banyak pengelola museum percaya, mengunjungi museum secara langsung dengan melihat benda koleksi tetap menjadi daya tarik. Ada rasa tertentu pada diri mereka. Ada interaksi antara museum dengan pengunjung. "Teknologi bukan menggantikan kunjungan langsung tapi memperkuat secara visual," begitu kata Ibu Ina.

Menurut Pak Dandy, pihaknya telah melakukan inovasi konten media sosial dan aktivasi Museum BI. Selain tur virtual, ada konten Fakta Unik berupa narasi audio yang dibacakan oleh edukator MBI. Ada lagi konten Tik Tok untuk mempromosikan spot Instagramable dan titik layanan MBI. Konten Podcast juga digunakan sebagai media edukasi publik. Ada lagi konten Trivia melalui platform Instagram, dilengkapi dengan pantun dan kuis untuk menjaring milenial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun