Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ahli Waris Sie Kong Lian Menyerahkan Gedung Sumpah Pemuda kepada Negara

20 Oktober 2020   08:31 Diperbarui: 20 Oktober 2020   08:42 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung yang pernah digunakan untuk Kongres Sumpah Pemuda 1928, sekarang Museum Sumpah Pemuda (Foto: makalah Pak Udaya)

Indonesia memiliki anugerah yang mahabesar, sangat indah, bukan hanya bineka tapi super bineka untuk kebudayaan, memiliki mineral/tambang/tanah subur, negara kepulauan terbesar di dunia, dengan sejarah amat panjang. Ini dimulai dari manusia purba yang disebut Homo erectus (sekitar 1,5 juta tahun yang lalu) hingga Homo sapiens (60.000-70.000 tahun yang lalu). Kita ini keturunan Homo sapiens.

Begitulah pemaparan Pak Harry Truman Simanjuntak, pensiunan Profesor Riset dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, pada acara serial webinar "Nggosipin Tionghoa Yuk".  Pada serial ke-12 ini temanya "Sumpah Pemuda, Tionghoa Ikut?". Webinar diselenggarakan Senin, 19 Oktober 2020, malam.

Pak Truman kemudian bercerita tentang proses panjang perjalanan manusia purba ke Nusantara melalui empat proses, yakni migrasi, adaptasi, interaksi, dan evolusi. Dalam masa-masa itu ada penerimaan dan pembaruan kebudayaan sehingga muncul pengayaan kebudayaan.

Penelitian arkeologi, kata Pak Truman, juga mendukung perkampungan-perkampungan awal leluhur Nusantara 4.000-2.000 tahun lalu. Pada masa selanjutnya terjadi perdagangan yang melibatkan Nusantara. Ketika itu Nusantara berdagang dengan India dan Tiongkok. Selain itu perdagangan dan pelayaran Nusantara menerima populasi baru dari Timur Tengah dan Eropa. "Dengan demikian ada perkawinan campur dan percampuran budaya," kata Pak Truman.

Menurut Pak Truman, jangan ada kelompok yang merasa tinggi. Sebaiknya kita cerdik memilah budaya luar. Yang jelek disingkirkan, yang cocok kita terima untuk memperkaya budaya kita.

Kita keluarga besar, hidup bersaudara, saling membantu, dan gotong royong. Jangan ingkari itu. Yang penting stay safe dan stay human, kata Pak Truman.

Leluhur bangsa Indonesia setelah keluar dari Taiwan (Foto: makalah Pak Truman)
Leluhur bangsa Indonesia setelah keluar dari Taiwan (Foto: makalah Pak Truman)
Sumpah Pemuda

Pak Udaya Halim menjadi pembicara berikutnya. Dari koran lama beliau menginformasikan bahwa Kongres Pemuda ke-2 pada hari pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, diadakan di Gedung KSB (Katholieke Sociale Bond) di kawasan Gereja Kathedral. Pada hari kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, kegiatan dilakukan di Gedung Oost-Java Bioscop di Jalan Medan Merdeka Utara sekarang, dilanjutkan di Jalan Keramat 106, tempat Indonesische Clubhuis atau Clubgebouw (Gedung Pertemuan), tempat dicetuskannya Sumpah Pemuda. Sekarang menjadi Museum Sumpah Pemuda.

Gedung itu  milik Sie Kong Lian, dalam buku-buku sejarah ditulis Sie Kok Liong. Itu nama yang keliru. Sie Kong Lian membeli rumah tersebut pada 1908 dan digunakan untuk rumah kos pelajar STOVIA. Beliau sendiri menjadi pedagang ranjang dan kasur di Jalan Senen no. 95.

Pak Udaya bercerita tentang peran Yo Kim Tjan (1899-1968) yang merekam lagu Indonesia Raya. Beberapa orang Tionghoa yang ikut Sumpah Pemuda 1928 juga diungkapkan Pak Udaya. Bahkan kata Pak Junus Satrio, arkeolog yang menjadi Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Nasional, ada dua orang Tionghoa yang ikut Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Kita semua bersaudara (Foto: makalah Pak Truman)
Kita semua bersaudara (Foto: makalah Pak Truman)
Setelah selama bertahun-tahun status Gedung Museum Sumpah Pemuda belum jelas, webinar Senin malam kemarin menjadi saksi sejarah serah terima hibah Gedung Sumpah Pemuda dari ahli waris kepada negara. Pihak ahli waris diwakili Ibu Yanti Silman, cucu Sie Kong Lian. Sementara pihak negara atau pemerintah diwakili Pak Junus Satrio.

Dulu memang orang tidak menyebut-nyebut ras atau etnis. Dalam Jong Sumatera, misalnya, ada pemuda Tionghoa. "Dulu tidak ada mata sipit atau mata belo. Juga tidak ada rambut keriting dan rambut lurus. Semua berjuang untuk Indonesia," kata Pak Junus Satrio.

Bila ingin mengetahui acara secara lengkap, silakan buka kanal Youtube Roemah Bhinneka Surabaya.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun