Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ditemukan Jalan Kuno Berbentuk Melingkar dan Spiral di Kawasan Gunung Penanggungan

9 Juli 2020   17:22 Diperbarui: 9 Juli 2020   21:13 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa batu bergambar ini telah hilang digondol maling (Dok. Lutfi)

Alkisah, dulu Pulau Jawa selalu bergoyang. Agar tidak bergoyang, maka Gunung Mahameru dari India dipindahkan ke sini. Oleh orang sakti, gunung itu ditancapkan menjadi Gunung Penanggungan. Sejak itu Pulau Jawa tidak bergoyang lagi. Begitulah kira-kira kisah dalam kitab kuno Tantu Panggelaran.

Gunung Penanggungan dikenal dengan nama Pawitra, terletak di Jawa Timur. "Kesaktian" gunung itu sudah lama tampak. Banyak kepurbakalaan terdapat di lereng gunung hingga puncak gunung. Pada 1951 van Romondt melaporkan ada 80-an kepurbakalaan di gunung itu. Mungkin Pawitra merupakan satu-satunya gunung di dunia yang memiliki banyak kepurbakalaan.

Pada 1983 dan 1985 sekelompok mahasiswa arkeologi UI melakukan survei dan dokumentasi di sana. Ternyata jumlah kepurbakalaan lebih dari 100. Ada beberapa candi merupakan temuan baru dan belum bernama. Maka pada 1987 dilakukan kunjungan situs lagi sekaligus memberi nama berbagai candi itu, mulai dari Candi KAMA 1 dst. KAMA adalah singkatan dari Keluarga Mahasiswa Arkeologi (KAMA).

Dari kiri atas searah jarum jam: Pak Wicaksono, Pak Andi M. Said, Pak Ismail Lutfi, dan Pak Amien Widodo (Dokpri)
Dari kiri atas searah jarum jam: Pak Wicaksono, Pak Andi M. Said, Pak Ismail Lutfi, dan Pak Amien Widodo (Dokpri)

Seminar daring

Kepurbakalaan di Gunung Penanggungan terletak di alam terbuka. Ketika saya ke sana pada 1983 dan 1985 berbagai kepurbakalaan itu disebut candi. Kemudian diberi nama berdasarkan nomor urut penemuan, misalnya Candi 1, Candi 2, dst. Keletakan candi tersebar di sana-sini. Kondisi candi ada yang setengah terpendam dan ada yang batu-batunya berserakan. Maklum, candi itu berdiri di atas tanah gembur. Alang-alang dan tetumbuhan banyak merusak candi. Bahkan ada relief candi dan arca batu pernah hilang digondol maling.

Kelestarian kawasan Gunung Penanggungan itulah yang dibicarakan dalam diskusi daring pada Kamis, 9 Juli 2020. Kegiatan itu diselenggarakan atas kerja sama Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur (BPCB Jatim) dengan Perkumpulan Ahli Arkeologi Komisariat Daerah Jawa Timur (IAAI Komda Jatim). Tampil sebagai pembicara Pak Ismail Lutfi dan Pak Amien Widodo dengan moderator Pak Wicaksono. Acara diawali kata pengantar Kepala BPCB Jatim Pak Andi M. Said.

Air dari Candi Belahan atau Sumber Tetek yang sekarang semakin sedikit (Dok. Amien)
Air dari Candi Belahan atau Sumber Tetek yang sekarang semakin sedikit (Dok. Amien)

Ragam kepurbakalaan

Menurut Pak Said, dalam pendataan terakhir tercatat ada 195 kepurbakalaan di Penanggungan. Ragam kepurbakalaan yang ada berupa punden, petirtaan, candi, dan struktur berasal dari abad ke-9 hingga ke-14. Kepurbakalaan itu mewakili berbagai agama pada masa Majapahit, yakni Hindu, Buddha, dan Islam. "Ini menunjukkan ketika itu kerukunan sudah berjalan baik," kata Pak Said.

Karena terletak di alam terbuka tentu saja kondisi kawasan purbakala itu terbilang rawan. Rawan dari alam, juga rawan dari ulah manusia. Keberadaan pohon bisa saja menimbun kepurbakalaan yang masih kokoh berdiri. Dari ulah manusia, aktivitas penambangan dan perladangan ikut mengkhawatirkan kondisi kepurbakalaan.

Kerawanan lain berasal dari kebakaran. Apalagi kalau musim kemarau. Kebakaran besar pernah melanda Gunung Penanggungan sekitar lima tahun lalu. Namun di balik kebakaran ada 'hikmah'. Tanpa disengaja ditemukan jalan kuno berbentuk melingkar dan spiral. Jalan ini sampai ke bagian puncak.

Masalah lain adalah upaya untuk membuat jalan offroad buat kepariwisataan. Maka, kata Pak Said, untuk menangani kawasan Gunung Penanggungan, butuh pembicaraan terpadu dengan berbagai kalangan, yakni Perhutani, ESDM, Pariwisata, Kemdikbud, Univeristas Surabaya, dan komunitas.

Kegiatan penambangan mengkhawatirkan longsor pada bagian atas (Dok. Amien)
Kegiatan penambangan mengkhawatirkan longsor pada bagian atas (Dok. Amien)

Rentang longsor

Menurut Pak Lutfi, membandingkan dengan foto-foto lama, terlihat ada beberapa kepurbakalaan yang rusak, bahkan telah hilang. Masalahnya memang kawasan itu terlalu luas, jadi sulit pengawasan. Di pihak lain, berbagai kepurbakalaan ada di tanah warga.

Untuk mengamankan kepurbakalaan, tentu saja kawasan Penanggungan perlu dibuat zonasi, yakni zona inti, zona penunjang, zona pengembangan, dan zona penyangga.

Pak Amien melihat dari segi geologi lingkungan. Katanya, penambangan di bagian bawah akan menyebabkan bagian atas rentan longsor. Untuk itu harus ada batas tambang, seberapa jauh yang dibolehkan.

Jumlah air hujan yang meresap sangat tergantung kawasan resapan. Sebenarnya keberadaan hutan mampu meresapkan air hujan sekitar 80%. Namun dengan gundulnya hutan, air yang meresap cuma tinggal 20%. Akibat sumber air sedikit, maka sumur-sumur warga di bagian bawah menjadi kering. Termasuk air dari Candi Belahan yang disebut Sumber Tetek. Pada musim kemarau, air dari sini banyak dimanfaatkan penduduk yang kekeringan. Namun kini debit air dari sana semakin berkurang.

Menurut Mas Deni dari Komunitas Jelajah Situs Pawitra, masalah perilaku masyarakat harus dibenahi. Mereka sering kali berswafoto dengan naik-naik ke atas candi, bahkan altar. Sepengetahuan Mas Deni, ada juga penggalian liar dan pencurian di sana. "Dulu ada relief di Candi Wayang, tapi sekarang sudah hilang," katanya.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun