Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Banyak Tinggalan Arkeologi Berada di Pelataran Warga

7 Juli 2020   14:01 Diperbarui: 10 Juli 2020   09:47 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prasasti yang sudah aus (Foto: Forkom Angon)

Yang namanya tinggalan arkeologi atau sekarang disebut cagar budaya memiliki beragam bentuk, ukuran, bahan, dan sebagainya. Ada yang berupa bangunan, seperti candi, masjid, keraton, dan benteng. Ada yang berupa benda bergerak seperti koin, keramik, senjata, dan wadah.

Ada yang ringan dan ada yang berat. Ada yang sudah disimpan di dalam museum, ada yang masih berserakan atau tergeletak di tanah warga. Ada yang terpelihara, ada yang terbengkalai.

Negara kita sangat luas. Periode sejarah di negara kita amat sangat panjang. Ironisnya, tenaga formal dan anggaran untuk tinggalan-tinggalan arkeologi masih relatif kecil. Jangan heran kalau banyak tinggalan arkeologi masih terdapat di alam terbuka, seperti persawahan, perkebunan, dan perbukitan.

Batu yoni yang dikeramatkan (Foto: Forkom Angon)
Batu yoni yang dikeramatkan (Foto: Forkom Angon)
Komunitas

Beruntung, meskipun terletak di alam terbuka, masih banyak warga memperhatikan 'kelangsungan hidup' tinggalan arkeologi. Mereka biasanya tergabung atau membentuk komunitas peduli sejarah dan cagar budaya. Aktivitas mereka terbilang banyak, blusukan salah satunya.

Aktivitas lain adalah mendokumentasikan sekaligus melaporkan keberadaan cagar budaya yang mereka temui lewat media sosial. Bahkan merawat dan memberi sosialisasi kepada warga betapa pentingnya cagar budaya. Adanya komunitas tentu saja meringankan tugas instansi berwenang, seperti Balai Pelestarian Cagar Budaya dan Dinas Kebudayaan.

Penemuan struktur bangunan ketika berlangsung pembangunan jalan tol di Malang beberapa waktu lalu, tersiar berkat aktivitas komunitas di media sosial. Perusakan situs Grogol karena pembangunan bandar udara di dekatnya, sudah sering diinformasikan oleh komunitas.

Nah, beberapa waktu lalu komunitas Forkom Angon memberitakan adanya dua batu prasasti insitu yang tertancap di salah satu kebun warga di wilayah Kecamatan Sukomoro, Magetan (Jawa Timur). Sayang kedua prasasti sudah aus tak ada aksaranya.

Entah apakah pernah dibaca oleh epigraf atau belum. Kalau sudah, tentu ada abklats atau salinan aksara. Bahkan ada dokumentasi foto dan teks. Kalau belum, tentu amat disayangkan. Kita telah kehilangan data masa lampau yang penting.

Ada lagi prasasati yang terlantar di bawah pagar rumah salah satu warga. Prasasti itu terletak di Demangan, Madiun.

Sekitar dua tahun lalu, komunitas lain pernah melaporkan adanya prasasti di tengah sawah, di dekat kandang kambing, di pinggir kali, dan di tengah kebuh terjepit dua pohon. Ada beberapa yang sudah diberi pelindung.

Arca Ganesha di depan kantor pemkab (Foto: Forkom Angon)
Arca Ganesha di depan kantor pemkab (Foto: Forkom Angon)
Yoni

Bukan cuma prasasti, beberapa komunitas melaporkan adanya sejumlah yoni berada di berbagai tempat dan digunakan untuk keperluan warga. Di Semarang, misalnya, sebuah yoni diletakkan dalam posisi terbalik, lalu di atas yoni tersebut diletakkan papan untuk barang dagangan.

Nah, ini ada sebuah batu yoni yang berada di pasar tradisional di wilayah Kec. Geneng, Ngawi. Batu itu masih dianggap keramat oleh warga sekitar, terutama para pedagang di pasar tersebut. Setiap kali para pedagang menaruh sesajian di batu yoni. Sesajian itu terkadang berupa bunga atau sejenis ketan dan beras merah.

Tinggalan arkeologi lain yang mereka jumpai berupa satu potongan batu yoni dan sebuah potongan arca. Namun arca yang tersisa hanya bagian pinggul ke bawah. Kedua tinggalan tersebut berada di wilayah Takeran, Magetan.

Di depan pelataran Pemkab Magetan, mereka menjumpai satu arca Ganesa. Arca itu terabaikan. Sayang tidak diketahui dari mana asal usul arca itu. Yang jelas, kata mereka, arca itu sudah lama berada di sana.

Partisipasi masyarakat tentu amat dibutuhkan sampai sekarang. Semoga ada perhatian dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kota, dan pemerintah kabupaten untuk menyediakan anggaran/gedung agar tinggalan-tinggalan arkeologi yang masih berada di alam terbuka bisa diselamatkan.

Terus terang, kondisi di alam terbuka amat riskan terhadap cuaca. Bisa-bisa tinggalan arkeologi akan aus atau berjamur, atau malah digondol maling barang antik.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun