Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Soal Koin Berharga Jutaan, Hanya "Menjual" ataukah "Terjual"

28 Juni 2020   15:31 Diperbarui: 28 Juni 2020   15:34 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koin era kerajaan Nusantara (Foto: CORE)

Soal koin 1000 bergambar kelapa sawit yang viral beberapa hari lalu banyak ditanyakan peserta webinar CANTIK (binCANg produkTIf asiK) yang diselenggarakan oleh Museum Bank Indonesia, Minggu, 28 Juni 2020. 

Media sosial dan media daring, memang digegerkan adanya masyarakat yang menawarkan koin 1000 itu seharga jutaan. Tak urung, banyak masyarakat lain ikut-ikutan mengisi marketplace di toko daring.

Saya pun banyak mendapat pertanyaan soal 'kehebatan' koin sawit itu. Kata saya, boleh saja masyarakat menawarkan harga jutaan, tapi gak ada yang beli. 

Koin sawit itu dikeluarkan pada 1993-2000, jadi masih berumur muda. Di pedagang uang lama, harganya masih murah. Hanya Rp 2.000 hingga Rp 5.000, tergantung kondisi. Makin bagus kondisi, harga akan semakin mahal.

Entah mengapa, media zaman milenial ini ikut-ikutan mengangkat berita yang tidak benar itu. Tentu saja kualitas para jurnalis harus ditingkatkan. Berita tidak benar soal uang-uang lama, banyak ditemukan di internet, termasuk di kanal video berbagi. Rupanya si pembuat hanya mengejar klik, maklum ada sistem monetisasi. Padahal, dengan cara itu, si pembuat sudah membodohi masyarakat. 

[Lihat tulisan saya dua tahun lalu DI SINI]

"Boleh saja masyarakat berniat menjual koleksinya dengan harga jutaan. Toh belum tentu ada yang minat. Kalau koleksi itu terjual dengan harga jutaan, nah itu baru heboh," kata Pak Uno, sambil menekankan perbedaan 'menjual' dan 'terjual'. 

Pak Uno adalah seorang kolektor uang kuno yang disebut numismatis. Ia menjadi narasumber dalam webinar CANTIK itu yang bertopik "Menguak Masterpiece Museum BI dan Fakta di Baliknya". Sejak beberapa tahun lalu Pak Uno aktif di organisasi Club Oeang Revoloesi (CORE).

Pokoknya Pak Uno orang yang luar biasa. Ia menerbitkan buletin CORE dan menyusun buku Oeang Noesantara. Pengetahuannya sangat luas karena ia banyak memiliki buku-buku sejarah untuk mengorek keterangan tentang uang-uang lama di Nusantara.

Atas: Pak Dandy dan Pak Uno, bawah: Pak Wisnu dan Bu Winarni (Dokpri)
Atas: Pak Dandy dan Pak Uno, bawah: Pak Wisnu dan Bu Winarni (Dokpri)
Kintamoney

Berikutnya berbicara Pak Wisnu Baskoro. Ia juga aktif di CORE. Pak Wisnu banyak bercerita tentang perjalanan uang di Nusantara sejak ratusan tahun lalu. Pengetahuan Pak Wisnu pun tidak kalah dengan Pak Uno. Ia banyak memberikan edukasi soal numismatik kepada masyarakat lewat kanal youtube "Kintamoney".

Pak Wisnu mengharapkan adanya kerja sama untuk mengungkap banyak sisi dari numismatik, misalnya dengan sejarawan dan arkeolog. Dalam arkeologi memang banyak ditemukan koin-koin kuno, antara lain di situs Trowulan dan Banten Lama.

Di Banten Lama banyak ditemukan koin Tiongkok dan itu berlaku di sana. Pada masa kemudian koin Tiongkok diganti karena menurut Pak Wisnu, dinasti Ming pernah melarang ekspor koin.

Pembicara ketiga Ibu Winarni dari Museum Bank Indonesia. Ia menceritakan koleksi-koleksi yang ada di Museum BI, dimulai dari koleksi uang kerajaan kuno yang umumnya terbuat dari emas dan perak. Lalu uang masa De Javasche Bank, cikal bakal Bank Indonesia. Setelah itu ada uang masa Pendudukan Jepang, uang masa RI, dan uang Bank Indonesia. Di Museum BI koleksi uang-uang lama sangat banyak. Koleksi uang mancanegara ada juga di sini.

Koleksi Museum Bank Indonesia (Foto: Museum BI)
Koleksi Museum Bank Indonesia (Foto: Museum BI)
Palsu

Kegiatan webinar dibuka oleh Kepala Museum BI Pak Dandy Indarto Seno. Dalam kata pengantar pembukaan acara, Pak Dandy mengatakan pengelolaan uang rupiah ada enam tahap, yakni perencanaan, pencetakan, pengeluaran, peredaran, pencabutan/penarikan uang, dan pemusnahan.

Banyak pertanyaan dari para peserta yang umumnya masyarakat awam. Misalnya bagaimana kiat dan trik dalam membedakan uang asli dan palsu, bagaimana menyimpan uang yang baik, dan bagaimana perawatan uang-uang logam yang usianya sudah berabad-abad. Ada lagi tentang hukum yang mengatur proses jual beli uang kuno, apa maksud kata spesimen, kenapa bisa ada uang-uang daerah, apa wewenang Peruri dan BI, bagaimana menentukan harga uang, dan kenapa disebut uang merah.

Pihak Museum BI menilai waktu dua jam tidak cukup untuk membahas persoalan numismatik. Rencananya masih ada rangkaian webinar tentang numismatik.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun