Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Rencana Pengaturan Kuota Wisatawan di Candi Borobudur

15 Juni 2020   09:03 Diperbarui: 15 Juni 2020   09:15 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Candi Borobudur termegah di Nusantara (Foto: BKB)

Salah satu dampak terbesar akibat pandemi Covid-19 terdapat di bidang ekonomi. Sejak pertengahan Maret 2020, banyak obyek wisata ditutup. Salah satunya Candi Borobudur.

Nama candi ini memang sudah terkenal ke seantero dunia sejak lama. Para wisatawan mancanegara seakan belum ke Indonesia kalau belum berkunjung ke Candi Borobudur. Sejak Borobudur ditutup, dalam rangka mencegah penyebaran virus, banyak pihak kehilangan mata pencarian atau pemasukan. Bukan cuma PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur tapi juga pengusaha hotel, restoran, transportasi, pedagang cenderamata, pemandu, dan masih banyak lagi.

Penyemprotan Candi Borobudur (Foto: BKB)
Penyemprotan Candi Borobudur (Foto: BKB)
Gugus tugas

Minggu, 14 Juni 2020, masalah pembukaan kembali Candi Borobudur dibicarakan secara daring. Bertindak sebagai tuan rumah Balai Konservasi Borobudur (BKB). Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Pak Restu Gunawan, memberikan kata sambutan. 

Menurutnya, pembukaan kembali Candi Borobudur, termasuk obyek-obyek lain, tergantung kepada gugus tugas di tiap daerah. Untuk itu, katanya, perlu ada koordinasi antara berbagai pihak. Pak Restu mencontohkan bahwa aturan sudah bagus. Namun masih ada gap di lapangan dengan masyarakat, misalnya ada masyarakat yang diperiksa di rumah sakit malah kabur.

Menurut Pak Restu, nanti perlu diberlakukan protokol umum seperti menjaga jarak, pakai masker, mencuci tangan, waktu kunjung, dan sebagainya. Juga perlu protokol khusus seperti penanda karena masyarakat yang datang bervariasi, bagaimana antrean, bagaimana batas antar pengunjung, dan sebagainya.

Dalam pembatasan seperti ini, menurut Pak Restu, tentu perlu dibuatkan teknologi virtual. Jadi masyarakat yang tidak bisa naik candi, bisa melihat candi secara virtual di tempat yang disediakan.

Pemasangan marka dan Pak Ganjar dalam simulasi (Foto: TWC Borobudur)
Pemasangan marka dan Pak Ganjar dalam simulasi (Foto: TWC Borobudur)
Transaksi nontunai

PT TWC Borobudur sendiri, menurut Ibu Hetty Herawati, beberapa waktu lalu telah melakukan simulasi yang dihadiri Gubernur Jawa Tengah Pak Ganjar Pranowo. 

Rencananya Borobudur akan membatasi hingga 5.000, Prambanan 3.000, dan Ratu Baka 1.000 pengunjung. Mereka yang mau berkunjung bisa membeli tiket lewat aplikasi atau uang elektronik. Jadi, kata Ibu Hetty, ada pengaturan kuota wisatawan dan reservasi kunjungan berbasis online, private tour minat khusus, dan kampanye wisata aman.

Candi Borobudur sendiri dibagi dalam beberapa zona. Nah, zona 1 sebagai zona inti ditangani oleh Balai Konservasi Borobudur (BKB). Zona 1 akan menerima pengunjung sebagaimana tanda yang diberikan oleh PT TWC di zona 2. Dari 5.000 pengunjung hanya 1.400 yang bisa naik ke atas candi. Sebagai persiapan menerima pengunjung, BKB telah melakukan pembersihan dan perawatan terhadap batu-batu candi.

Turut berbicara dalam kegiatan daring itu Ibu Indah Juanita dari Badan Otoritas Borobudur dan Pak Iwan dari Disparpora Kab. Magelang.

Banyak pertanyaaan dari masyarakat terkait rencana pembukaan Borobudur, antara lain bagaimana antisipasi TWC terhadap petugas-petugas di lapangan, karena sesuai protokol dari ICOM untuk menjaga keamanan pengunjung dan keamanan staf/petugas, adakah penambahan petugas karena beban kerjanya semakin bertambah; bagaimana nantinya pemanfaatan Candi Borobudur untuk kegiatan kesenian pada era kenormalan baru agar para seniman daerah tetap bisa berkreativitas dan menghidupkan perekonomian mereka. 

Pertanyaan lain yang diajukan apakah penyemprotan disinfektan itu masih efektif dilakukan di Borobudur karena menurut referensi virus corona hanya bisa bertahan tiga menit di udara terbuka. Sementara Borobudur terbuka tidak seperti Prambanan. Takutnya kegiatan penyemprotan itu hanya pemborosan, selain itu dampak terhadap batu candinya belum dilakukan kajian.

Diskusi dihadiri sekitar 100 orang dari berbagai kota dengan beragam profesi. Tentu banyak masukan yang diperoleh. Semoga pengelola Candi Borobudur mampu menyedot wisatawan sekaligus melestarikan tinggalan budaya termegah di Nusantara ini.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun