Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ada Tempat Minum Zaman Dulu di Museum Kehutanan

20 Oktober 2019   15:56 Diperbarui: 20 Oktober 2019   15:57 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Museum Kehutanan (Foto: https://referensi.data.kemdikbud.go.id)

Tumbler atau tempat minum masa kini terbuat dari plastik atau logam. Namun tumbler zaman dulu terbuat dari buah-buahan. Di Museum Kehutanan bisa dilihat tumbler tradisional yang terbuat dari buah maja atau nama Latinnya Aegle marmelos. Buah itu dikeruk isinya, kemudian dikeringkan. Agar nyaman dibawa, pada buah itu diberi anyaman bambu. Tumbler tradisional itu disebut Kolanding. Ukuran Kolanding ini cukup besar, yakni panjang keliling 69 cm dan diameter 20 cm. Sebagai pelengkap ada tutup dari kayu.

Kolanding biasa dipakai oleh Mantri Hutan pada zaman penjajahan Belanda ketika mereka sedang bertugas mengawasi hutan. Kolanding menyimpan persediaan air minum yang dapat dimanfaatkan Mantri Hutan selama dalam tugasnya di hutan. 

Tempat air minum tradisional Kolanding (Dokpri)
Tempat air minum tradisional Kolanding (Dokpri)

Patung kayu

Ada lagi koleksi Museum Kehutanan yang menarik, patung dari kayu eboni. Dulu sekitar 1965 seniman Bali pernah mengalami kelangkaan kayu untuk bahan baku pembuatan ukiran. Mendengar kesulitan itu Bung Karno mendatangkan kayu eboni dari Sulawesi ke Bali untuk memenuhi permintaan para seniman. Ternyata kayu pengganti itu malah dipandang lebih bagus daripada kayu yang biasa dipakai seniman. Nah, salah satu koleksi kayu eboni hasil karya seniman Bali terdapat di Museum Kehutanan berupa patung Hanoman. Kayu eboni dikenal dengan warna kayunya yang eksotik bila dibuat ukiran.

Patung Dewa Wisnu sedang mengendarai Garuda menjadi koleksi unik lain. Patung ini cukup lengkap, karena patung sejenis di Bali yang disebut Garuda Wisnu Kencana kurang lengkap. Hal ini karena terganjal batas aturan ketinggian bangunan, yakni tidak boleh melebihi tinggi pohon kelapa.

Patung dari kayu eboni berwarna hitam (Dokpri)
Patung dari kayu eboni berwarna hitam (Dokpri)

Museum Kehutanan

Museum Kehutanan Nasional Manggala Wanabakti berdiri atas harapan para rimbawan akan adanya pusat informasi dan dokumentasi kehutanan yang merekam sejarah perjalanan kehutanan bangsa Indonesia. Bahkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber ilmu pengetahuan khususnya di bidang kehutanan.

Museum ini memiliki luas 1.466 meter persegi, diresmikan pada 24 Agustus 1983 oleh Presiden Soeharto. Visi dan misi museum adalah sebagai pusat informasi dan dokumentasi hutan dan kehutanan di Indonesia.

Pada 5 Juni 2015 nama museum diganti menjadi Museum Kehutanan Ir. Djamaludin Suryohadikusumo. Ir. Djamaludin adalah Menteri Kehutanan periode 1993-1998. Museum ini berada di bawah pengelolaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun