Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pameran Museum di Taman Fatahillah, Beda Rupa Banyak Cerita

7 Oktober 2019   22:20 Diperbarui: 7 Oktober 2019   22:25 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Raden (kiri), Unyil (tengah), dan Pak Ogah (kanan) tokoh dalam cerita boneka (Dokpri)

Masih ingat cerita Si Unyil yang pernah ditayangkan TVRI? Tayangan televisi si Unyil menceritakan kehidupan anak petani di desa. Setiap episode Unyil menyimpan pesan-pesan keberagaman suku dan kebiasaan positif, seperti menabung, menjaga kebersihan, dan pentingnya kejujuran. 

Unyil juga menepis mitos rakyat, seperti matahari yang dimakan raksasa saat gerhana.

Selain Unyil, dikenal juga Pak Ogah yang berkepala plontos. Pada masa sekarang 'Pak Ogah' hanya istilah untuk penjual jasa di jalan raya yang 'membantu' para sopir untuk memutarkan kendaraan. Pak Ogah dalam cerita dikenal dengan istilah 'cepek dulu dong'. Nama lain yang tidak asing Pak Raden dengan kumisnya yang tebal.

Unyil dan teman-temannya, menjadi salah satu koleksi yang dipajang pada pameran menyambut Hari Museum Indonesia yang jatuh pada 12 Oktober 2019. 

Koleksi itu milik Museum Penerangan di TMII. Pamerannya sendiri diselenggarakan pada 7-13 Oktober 2019 di Taman Fatahillah, kawasan kota tua Jakarta.

[Lihat pada tulisan berikut di sini]

Dari kiri: Pak Edy, Pak Fitra, dan Pak Hilmar sedang digotong menunju tempat acara (Foto: Paramita Jaya)
Dari kiri: Pak Edy, Pak Fitra, dan Pak Hilmar sedang digotong menunju tempat acara (Foto: Paramita Jaya)
Atraksi

Pembukaan pameran Hari Museum Indonesia diselenggarakan sore tadi mulai pukul 15.00. Acara dibuka dengan atraksi pencak silat dari perkumpulan Maung Bodas Sukabumi. 

Selain itu mereka memeragakan teknik bertarung, teknik kekuatan tubuh, dan bermain semacam bola basket yang bolanya mengeluarkan api. Sebelumnya tiga pejabat, Pak Hilmar, Pak Fitra, dan Pak Edy ditandu dari Museum Seni Rupa dan Keramik ke tempat acara.

Acara inti dimulai dengan laporan Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Pak Fitra Arda bahwa di Indonesia terdapat 439 museum. 

Menurut Pak Fitra, museum tidak saja sebagai ruang tempat melestarikan kebudayaan dan edukasi tetapi sekaligus juga sebagai ruang rekreasi yang menyenangkan (edutainment). Di samping itu museum merupakan ruang publik dalam pemajuan kebudayaan, tempat bertemunya masyarakat dari berbagai latar belakang.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Pak Edy Junaedi menyambut gembira atas terpilihnya Jakarta sebagai tempat penyelenggaraan Hari Museum Indonesia 2019. 

Menurut Pak Edy, tahun mendatang Dinas Kebudayaan akan berdiri sendiri, mendampingi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. "Perdanya sudah ada, tinggal menunggu Pergub," katanya.

Dirjen Kebudayaan Pak Hilmar Farid cukup bangga dengan atraksi yang disajikan. "Kalau museum melestarikan artefak, maka kesenian tadi melestarikan ingatan. Jadi harus sering ditampilkan," katanya.

Kapal yang digunakan nenek moyang untuk berlayar, koleksi Museum Bahari (Dokpri)
Kapal yang digunakan nenek moyang untuk berlayar, koleksi Museum Bahari (Dokpri)
Beda rupa banyak cerita

Pameran yang bertema "Beda rupa banyak cerita" itu dikuratori oleh Dian Sulistyowati, pengajar FIB UI. Pada bagian awal diceritakan agama dan kepercayaan di Nusantara. 

Hindu dan Buddha diwakili oleh koleksi arca milik Museum Nasional. Kisah tentang Konghucu atau Confucius diwakili oleh beberapa arca dewa milik Museum Benteng Heritage. 

Koleksi yang bertemakan Kristen dan Katholik menampilkan milik Museum Alkitab dan Museum Santa Maria. Koleksi dari masa Islam menampilkan beberapa mushaf milik Bayt Al-Qur'an dan Museum Istiqlal. Patung nenek moyang diwakili koleksi dari Museum Asmat.

Koleksi manusia purba milik Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran yang dikenal sebagai Museum Sangiran, juga ikut mengisi pameran. Museum lain yang berpartisipasi adalah Museum Sumpah Pemuda, Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Tekstil, Museum Bahari, Museum Kebangkitan Nasional, dan Museum Perumusan Naskah Proklamasi.

Setelah melihat koleksi-koleksi itu kita akan tahu bahwa kita adalah pendatang. Kita berbeda. Interaksi antarbudaya berbeda itu akan terus ada dan menghasilkan percampuran budaya baru.

Pojok-pojok selfie dalam pameran tersedia di banyak tempat. Pengunjung dipersilakan berselfie ria. Tadi sore usai pembukaan saja banyak pengunjung masuk ke ruang pameran. Pameran ini dibuka hingga pukul 22.00. Silakan merapat ke kota tua. Gratis loh.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun