Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Dokter Museum" itu Namanya Konservator

2 Mei 2019   21:28 Diperbarui: 2 Mei 2019   21:38 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar membersihkan benda-benda logam (Dokpri)

Siapa bilang dokter cuma ada di rumah sakit. Museum pun punya dokter loh. Namanya konservator. Konservator bekerja di balik layar. Gedung, benda, dan patung yang dibuat pada masa lampau, masih bisa disaksikan sampai sekarang berkat keterampilan "Dokter Museum" itu. Memang tugas konservator harus mampu memulihkan, membersihkan, dan menjaga koleksi-koleksi benda cagar budaya yang sudah mulai rapuh/lapuk atau korosi. Pengetahuan itu disebut konservasi.

Di Jakarta boleh dibilang sedikit instansi yang mampu menangani konservasi cagar budaya. Salah satunya adalah Pusat Konservasi Cagar Budaya (PKCB) yang berada di lingkungan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Pada 24-26 April 2019, PKCB menyelenggarakan workshop konservasi lukisan, wastra, dan kertas untuk pengelola museum dan komunitas. 

Mengakhiri rangkaian kegiatan itu, Kamis, 2 Mei 2019 PKCB menyelenggarakan workshop konservasi logam. Pagi hari diisi pemaparan materi oleh Pak Waluyo Agus S. dan Pak Hubertus Sadirin.  Setelah makan siang, kegiatan dilanjutkan dengan praktek membersihkan benda-benda logam. PKCB memang memiliki laboratorium. Kini peralatan dan perlengkapan yang ada di sana semakin banyak. Maklum PKCB menangani koleksi beberapa museum yang berada di bawah Disparbud DKI Jakarta.

Koin yang akan dibersihkan (Foto: Linda F.)
Koin yang akan dibersihkan (Foto: Linda F.)
Korosi

Menurut Pak Agus, logam memiliki beberapa sifat khas, yakni liat, mengkilap, penghantar listrik, dapat dilebur, dapat dibuat paduan, dan dapat mengalami korosi. Kata Pak Agus lagi, logam dapat dikelompokkan menjadi empat, yakni logam berbahan besi, logam berbahan tembaga, logam berbahan timah/timbal, dan logam mulia.

Beberapa faktor dapat mempercepat korosi. Faktor-faktor itu, menurut Pak Agus, adalah air, kelembaban, elektrolit, oksigen, suhu, polusi udara, permukaan logam yang tidak rata, dan letak logam dalam potensial reduksi.

Pak Sadirin dalam uraian berikutnya mengemukakan tujuan konservasi adalah menjaga kualitas fisik dan nilai, melindungi substansi materinya, dan mempertahankannya untuk generasi mendatang. Namun menurut Pak Sadirin, konservasi tidak bersifat menghentikan total proses degradasi bahan tetapi hanya bersifat mengendalikan dan memperpanjang usia benda.

Peralatan pembersih berupa sikat, kuas, jeruk nipis, dan asam sitrat (Dokpri)
Peralatan pembersih berupa sikat, kuas, jeruk nipis, dan asam sitrat (Dokpri)
Organik dan anorganik

Perlu diketahui, bahan dasar benda cagar budaya ada dua, yakni bahan organik, contohnya kayu, kanvas, tekstil, dan tulang. Selain itu ada bahan anorganik, antara lain perunggu, kuningan, emas, perak, keramik, dan batu. Siang itu para peserta melakukan latihan cara menangani benda-benda logam yang berkarat atau kotor.

Para peserta terbagi menjadi lima kelompok. Tiap kelompok diisi sekitar delapan peserta. Pada setiap meja sudah tersedia koin, sendok, garpu, pedang, dan benda logam lain. Benda-benda itulah yang digunakan sebagai latihan.

Langkah pertama, peserta harus mengisi formulir yang memuat info tentang kondisi koleksi, masalah yang dihadapi, dan upaya menanggulangi koleksi itu. Setelah itu para peserta melakukan pembersihan kering dengan kuas. Selanjutnya melakukan pembersihan basah. Nah, ini tergantung bahan-bahan yang tersedia. Kita bisa menggunakan cara tradisional, biasanya dengan bahan-bahan alami seperti jeruk nipis. Cara modern menggunakan asam sitrat.

Hasil terakhir perawatan, sendok menjadi mengkilap (Dokpri)
Hasil terakhir perawatan, sendok menjadi mengkilap (Dokpri)
Koin

Saya berkesempatan membersihkan koin Hindia-Belanda bertahun 1945. Setelah itu, koin yang telah disikat dimasukkan ke dalam air sebagai penetral. Selanjutnya diberi cairan kimia lagi. Langkah terakhir adalah memberi cairan pelapis. Rupanya saya terlalu keras menggunakan sikat sehingga angka 45 menjadi agak aus. Yah, itulah pengalaman pertama.

Memang baru langkah awal sehingga banyak hasil kurang menggembirakan. Namun ada rasa puas dari seluruh peserta. Rencananya tahun mendatang, kata Ibu Enny sebagai penanggung jawab kegiatan, durasi workshop akan ditambah. Direncanakan satu materi akan berlangsung selama tiga hari. Saat ini sekitar tiga jam diisi pemaparan materi dan tiga jam selanjutnya praktek. Terasa terlalu singkat.

(Terima kasih Linda atas bantuan informasinya)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun