Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Belajar Membuat Wayang Daun Singkong

25 Desember 2018   06:05 Diperbarui: 25 Desember 2018   16:19 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mang Ukat dan wayang daun singkong (Foto: KPBMI)

Mang Ukat membawa setumpuk daun singkong yang masih segar. Ukurannya cukup besar dan batangnya berwarna merah. Menandakan suburnya tanaman singkong jika ditanam di tempat tersebut. Daun itu bukan untuk dimasak atau dimakan, tetapi untuk membuat wayang.

Hari itu, Minggu, 23 Desember 2018 Mang Ukat meluangkan waktu untuk memberi pelatihan singkat kepada anak-anak muda yang tergabung dalam Kelompok Pemerhati Budaya dan Museum Indonesia (KPBMI). Mang Ukat boleh dibilang sesepuh di kampung budaya Sindangbarang, Bogor.

Proses membuat wayang daun (Foto: KPBMI)
Proses membuat wayang daun (Foto: KPBMI)
Dijemur

Daun-daun singkong itu dijemur terlebih dulu. Digeletakkan saja di halaman. Kata Mang Ukat, supaya kalau ditekuk tidak patah. Batang yang sudah dijemur memang agak lemas, jadi mudah ditekuk.

Mang Ukat merontokkan sebagian dedaunan. Sebagian lagi dibiarkan. Jadi sekarang ada dua jenis: batang dan batang berdaun. Mang Ukat pun mulai beraksi. "Pertama begini," katanya memberi contoh, "Ditekuk ke samping, ke atas, dan ke bawah". Mang Ukat cekatan sekali. Namun yang diajarkan selalu bertanya. Kadang salah tekuk, kadang salah arah.

Setelah beberapa saat, jadilah wayang daun. "Sekarang kita bikin bagian badannya," kata Mang Ukat. Dalam beberapa saat bagian badan sudah rampung. "Sekarang bagian wajah yang kita buat tadi, dijadikan satu dengan yang ini," kata Mang Ukat sambil melilitkan tali rafia. Terakhir Mang Ukat mengambil dua batang untuk membuat bagian tangan. "Nah sekarang sudah jadi, inilah Arjuna," katanya.

Belajar setahap demi setahap (Foto: KPBMI)
Belajar setahap demi setahap (Foto: KPBMI)
Mainan

Wayang daun singkong bukanlah untuk pertunjukan. Dulu dibuat oleh anak-anak gembala ketika sedang beristirahat di pinggir sawah. Sering kali dipakai untuk hiasan di depan rumah. Daya tahannya memang tidak begitu lama. Tapi cukup mengundang hiburan buat masyarakat pedesaan.

Cukup banyak daun singkong yang digunakan. Namun kata Mang Ukat, pohonnya cepat tumbuh lagi karena tanahnya subur. Biasanya pelatihan membuat wayang daun disukai para pengunjung dari luar, terutama pada Sabtu dan Minggu saat ramai kunjungan.

Dalam kunjungan ke kampung budaya Sindangbarang memang ada paket. Terutama tentang kesenian dan permainan tradisional Sunda. Ada beberapa permainan yang tidak perlu dibuat tetapi sudah tersedia di sana. Yang agak mudah adalah panahan. Tersedia beberapa busur dan anak panahnya. Tentu saja sudah dimodifikasi sehingga tidak tajam.

Kelihatannya gampang, nyatanya susah (Foto: KPBMI)
Kelihatannya gampang, nyatanya susah (Foto: KPBMI)
Ada pula sumpit, yang harus ditiup agar tajamannya menancap pada sasaran. Dalam lapangan itu tergantung sebuah buah mangga. Permainan egrang terbilang paling disukai. Tidak semua orang bisa berdiri dan berjalan dengan egrang. Perlu keseimbangan badan agar tidak jatuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun