Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Barang-barang Antik Sisa Pembuatan Kecap

1 September 2017   08:11 Diperbarui: 1 September 2017   13:18 3256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wadah antik, dibeli kakek di Singkawang sekitar 1950 (Dokpri)

Pada 1950-an hingga 1960-an nenek saya memiliki bisnis rumahan membuat kecap. Ia menggunakan kuali besar dengan bahan bakar kayu. Kecap nenek saya banyak disukai. Seingat saya ketika itu kecap buatan nenek tidak menggunakan merk. Tapi nama nenek sebagai pembuat kecap sudah dikenal di Jatinegara dan sekitarnya, tempat tinggal kami saat itu. Setelah nenek meninggal, usaha pembuatan kecap diteruskan ibu saya secara sambilan.

Pasti Kompasianer tahu yang namanya kecap. Salah satu bahan tambahan makanan yang disukai masyarakat. Kecap ada dua jenis yaitu kecap manis dan kecap asin. Kecap manis berbentuk agak kental, sementara kecap asin berbentuk encer. Yang dibuat ibu saya adalah kecap manis.

Kecap yang dianggap terbaik terbuat dari sepuluh jenis bahan. Tentu sesuai kata kecap yang berasal dari dialek Hokkian, cap berarti sepuluh. Lengkapnya sepuluh bahan. Nah, masing-masing pembuat kecap memiliki rahasia sendiri. Seingat saya nenek pernah bilang, resep kecapnya sama dengan kecap merk Udang Sari, Cirebon.

Kacang hitam

Bahan utama kecap adalah kacang kedelai hitam. Nenek saya menyebutnya kacang item. Kacang itu difermentasikan terlebih dulu di dalam tempayan kecil. Ada empat tempayan kecil yang tersisa di rumah saya.  Pasti dulu nenek membuat kecap agak banyak. Tapi kalau ibu saya cuma menggunakan satu tempayan.

Membuat kecap ternyata tidak lancar jaya. Ibu saya pernah mengalami berbagai kendala. Kendala utama berasal dari gula merah. Ada saja ulah pembuat gula merah yang merugikan konsumen. Ibu saya pernah membeli gula merah yang dicampur sagu. Jadi betapa kentalnya kecap yang sedang dimasak itu. Akhirnya pembuatan kecap gagal dan hanya digunakan untuk keperluan sendiri.

Lain waktu gula merah dicampur potongan kecil-kecil singkong kering. Bayangkan betapa tidak sebanding antara air dengan gula merah. Boleh dikatakan, hal ini gagal lagi. Inilah memang konsekuensi bisnis.

Ibu saya sering menerima pesanan. Kalau sudah jadi biasanya ibu mengantarkan kecap ke pemesan. Yah paling banyak sepuluh botol. Ibu membawa enam botol, masing-masing tiga di tangan kanan/kiri. Saya sendiri yang waktu itu masih duduk di SD membawa empat, masing-masing dua di tangan kanan/kiri.

Barang antik

Sayang keterampilan membuat kecap tidak menurun ke saya. Mungkin karena ketiadaan modal. Lihat saja sekarang, kecap telah menjadi industri. Siapa yang bermodal kuat, dialah yang menguasai pasaran. Menurut orang-orang tua, kecap buatan ibu saya lebih enak daripada kecap buatan pabrik.

Tempayan antik, sekarang jadi bak mandi (Dokpri)
Tempayan antik, sekarang jadi bak mandi (Dokpri)
Sisa-sisa yang menunjukkan keluarga saya pernah dekat dengan kecap ditunjukkan oleh barang-barang yang masih tersisa. Di rumah saya ada dua tempayan besar tempat menampung kecap. Tempayan itu bisa memuat sekitar 100 liter. Saat ini saya gunakan sebagai bak mandi. Tadinya sih saya mau jual tapi karena ditawar dua juta saya urungkan.

Barang lainnya empat tempayan kecil tempat menyimpan kacang item yang difermentasi; empat wadah untuk menampung kecap; dan dua alat press tutup botol. Kini semuanya telah menjadi barang antik. Kecuali alat press, barang-barang lain buatan Singkawang di Kalimantan. Dulu kakek saya yang membawanya dengan kapal laut. Barang-barang ini dibeli sekitar 1950. Sejak lama Singkawang memang terkenal sebagai tempat pembuatan barang-barang tanah liat berkualitas tinggi. Semoga dari barang-barang yang tersisa, saya bisa membangun Museum Keluarga.***  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun