Selain kuis, saya sesekali menyelenggarakan hibah buku. Ini saya tujukan untuk arkeolog-arkeolog yunior yang juga berada di luar Jakarta. Buku-buku yang saya hibahkan adalah buku-buku yang saya tidak pakai lagi atau buku-buku dobel. Peminat hibah buku pun cukup lumayan banyak. Hanya karena punya satu buku, terpaksa saya seleksi dari sekian banyak peminat. Yang saya anggap benar-benar membutuhkan, saya kirimi gratis.
Tidak terasa memang dalam kurun waktu sekian tahun itu saya sudah beramal cukup lumayan. Prinsip saya sih sederhana saja. “Keluar uang ratusan ribu rupiah sebulan, tidak membuat saya miskin. Tidak keluar uang segitu, juga tidak membuat saya kaya”. Semoga usaha seperti ini bisa diikuti oleh arkeolog-arkeolog lain. Atau mungkin pemerintah bisa mengambil alih upaya yang telah saya lakukan ini agar pemerintah tidak abai memperhatikan masyarakat awam, arkeolog, dan yang paling penting tinggalan-tinggalan arkeologi yang banyak bertebaran di seluruh Nusantara. Bisa saja kita bermitra. Prinsip gotong royong itulah yang saya harapkan.
Terus terang, saya hanya ingin masyarakat tercerdaskan. Bahkan meningkatkan kemampuan mereka mengenai sejarah, purbakala, dan museum. Juga kemampuan para arkeolog sendiri. Saya hanya berpikiran benefit (manfaat), bukan profit (keuntungan finansial). Sebagai pekerja mandiri, itulah mungkin sumbangsih saya buat dunia sepurmu (sejarah, purbakala, museum). Usaha yang saya lakukan memang belum apa-apa. Saya lihat di berbagai media ada tukang ojek yang membuka sekolah gratis dan tukang becak yang membuka perpustakaan keliling gratis. Mereka adalah orang hebat. Saya masih mencari arkeolog berstatus pekerja mandiri atau mereka berpenghasilan tetap yang mau beramal buku.***