Mohon tunggu...
Josua Sibarani
Josua Sibarani Mohon Tunggu... Konsultan - Pembelajar

Pembaca, Pembelajar, Mencoba Menulis

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Inikah Senjakala Taksi Konvensional...

23 Maret 2016   01:19 Diperbarui: 23 Maret 2016   01:56 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber : Solo Pos"][/caption]

It is not the strongest of the species that survive, nor the most intelligent, but the one most responsive to change -Charles Darwin

Era kemajuan teknologi saat ini, mau tidak mau, taksi konvensional sudah mulai hilang kejayaannya. Rhenald Kasali, Guru Besar Manajemen Universitas Indonesia, mengingatkan dengan tulisan “Selamat Datang Sharing Economy”. Bahkan beliau menekankan, berdamailah dengan perubahan sehingga taksi konvensional bangkit kembali.

Kemajuan teknologi melahirkan revolusi layanan transportasi terhadap konsumen (baca: masyarakat), seperti taksi online. Saat bersamaan, pemerintah masih belum bisa menyediakan layanan transportasi massal yang nyaman dan murah.

Masyarakat harus berjuang untuk mencari alternatif layanan transportasi tersebut. Lahirlah taksi online. Namun taksi online yang masih bayi lucu, sangat dicemburui oleh taksi konvensional. Bahkan pengasuhnya (baca: pemerintah), menganggap taksi online sudah bisa mandiri.

Memasuki era baru dunia taksi online, dengan ongkos murah, mobil bagus, muat banyak penumpang, tidak takut nyasar, tidak takut argo kuda. Untuk rute Depok ke Salemba, ongkos taksi online hanya Rp. 100.000, sedangkan ongkos taksi konvensional sebesar Rp. 220.000. Hal ini sangat menguntungkan bagi konsumen.

Kenapa taksi konvensional lebih mahal dibanding taksi online? Fenomena taksi online, sama seperti maskapai penerbangan tarif rendah (Low Cost Carrier-LCC). LCC mengefisiensikan berbagai biaya operasinya (bukan mengorbankan standar keamanan), sehingga tarifnya menjadi lebih murah dibanding maskapai penerbangan full service. Praktek LCC di taksi online akan mengakibatkan taksi konvensional akan segera menyongsong senjakala.

Dalam kompetisi baru antar taksi, taksi reguler disebut ”taksi konvensional”. Bisa jadi sekonvensional sopirnya, tunduk kepada pemiliknya (baca: menjadi buruh), meskipun katanya bermitra. Hanya menghafal jalan, menyelusuri jalan yang biasa dilaluinya meskipun jalannya macet. Terkadang membawa konsumennya berkeliling-keliling supaya tercapai jumlah setoran.

Namun, sopir taksi online menjadi mitra dengan penyedia aplikasi. Tidak menghafal jalan. Mereka dipandu dengan gadget. Membaca peta digital, mengikuti arahan aplikasi navigasi, menyusuri jalan yang lebih lancar dilalui. Sambil mengemudi mobil, menunggu order konsumen, berbagi info lalu lintas secara langsung, dan lain-lain. Sikap seperti inilah yang tidak bisa diikuti sopir taksi konvensional.  

Sekilas mengingatkan pemerintah dan para juragan taksi konvensional: kita tak bisa membendung taksi online. Ia akan hadir untuk menyongsong senjakala taksi konvensional yang tak mau beradaptasi dengan perubahan. Inikah senjakala taksi konvensional?

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun