Masalah iklim dan cuaca memang sulit diramalkan. Tidaklah heran apabila Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengubah istilah ramalan cuaca menjadi prakiraan cuaca. Pejabat BMKG pun disebut sebagai prakirawan oleh Radio Elshinta. Prakirawan inilah yang selalu ditanggap oleh Radio Elshinta untuk memberikan informasi mengenai cuaca yang akan berlaku di seluruh Indonesia.
Mungkin karena "ramalan" mengandung pengertian yang berbau klenik dan dianggap tidak cocok untuk memprediksi cuaca, dipakailah istilah prakiraan dan orangnya disebut sebagai prakirawan. Sama seperti hartawan, wartawan, sastrawan, budayawan, karyawan dan lain-lain. Apakah istilah prakirawan ini tepat atau tidak, mungkin para ahli bahasa bisa membahasnya.
Prediksi atau prakiraan atau ramalan cuaca untuk Jakarta dan sekitarnya pada bulan Januari 2012 oleh BMKG ternyata meleset jauh. Banjir besar yang merupakan bencana lima tahunan ternyata tidak terjadi. Hujan memang turun deras tetapi tidak menimbulkan banjir besar hingga bulan awal April 2012 ini. Tetapi banjir kiriman masih ada karena didaerah hulu sungai Ciliwung nun diatas sana masih ada stoknya, karena resapan airnya sudah dikeringkan oleh bangunan villa mewah milik orang Jakarta juga.
Banjir bagi Jakarta merupakan ritual tahunan yang tak pernah berhasil ditanggulangi oleh para gubernur yang hanya pandai berjanji melulu. Penduduk miskin di bantaran sungai Ciliwung sudah kebal terhadap banjir. Banjir bagi mereka sudah merupakan hal rutin yang selalu dihadapi setiap musim hujan. Ekstrem atau tidak ekstrem cuacanya, mereka selalu siap menerimanya.
Dan bagi Jakarta, menghadapi dua cuaca yang ekstrem tak pernah gentar lagi. Kalau musim hujan selalu kebanjiran dan kalau musim kemarau selalu kebakaran. Kedua masalah ini tidak bisa dihindari oleh penduduk Jakarta yang semakin padat. Makin padat penduduk makin banyak sampah menumpuk. Makin banyak sampah makin mengundang datangnya banjir.
Cuaca ekstrem tidak bisa dihndari. Paling-paling yang bisa dilakukan adalah meminimalisasi dampak buruk yang diakibatkannya. Dan Jakarta telah melakukan upaya tambal sulam untuk menanggulangi banjir.. Tetapi tak pernah berhasil secara tuntas. Disamping tata ruang kota yang semrawut, penduduknya sendiri kurang disiplin ditambah lagi dengan cuaca ekstrem yang kadang-kadang membuat orang menjadi frustrasi. Tampaknya siapapun yang bakal jadi gubernur DKI nanti, Jakarta tetap berada dalam cengkeraman banjir dan kebakaran.