Mohon tunggu...
Djohan Suryana
Djohan Suryana Mohon Tunggu... Administrasi - Pensiunan pegawai swasta

Hobby : membaca, menulis, nonton bioskop dan DVD, mengisi TTS dan Sudoku. Anggota Paguyuban FEUI Angkatan 1959

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Paguyuban FEUI 59 di Dapur Solo

18 Januari 2020   17:14 Diperbarui: 18 Januari 2020   17:17 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pada hari ini, tanggal 18 Januari 2020, Paguyuban Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Angkatan 1959 (Paguyuban FEUI 1959) mengadakan pertemun di Restoran Dapur Solo, Jl. Panglima Polim IX No.25, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dan seperti biasanya, temu kangen Paguyuban ini dilaksanakan selang waktu tiga atau empat bulan sekali. Pertemuan sebelumnya dilaksanakan di Little Amaroossa Residence, Jalan Cipete Raya No.5, Cilandak, Jakarta Selatan Kali ini yang menjadi tuan rumah adalah Soeheru Tjokro Prajitno, 82.

Walaupun dilaksanakan secara sederhana, namun tetap meriah dengan canda dan tawa. Menurut Sekretaris Paguyuban, Moempoeni Setyowati, 80, acara musik tunggal ditiadakan dengan pertimbangan masih dalam suasana duka sehubungan dengan telah meninggalnya salah seorang anggota Paguyuban, yaitu Haridadi Sudjono, pada tanggal 14 Desember 2019 dalam usia 79. Sebelumnya, Soedarjono, telah mendahuluinya pada tanggal 28 Agustus 2019 dalam usia 80.

Walaupun demikian, suasana pertemuan tetap meriah dengan canda dan tawa. Masing-masing anggota mengungkapkan rasa kangennya dengan nostalgia ketika menjadi pejabat di Kementerian Keuangan atau di tempat lain. Ada empat meja yang terdiri dari delapan atau sembilan orang yang sibuk dengan obrolan yang seru dan menarik. Kenangan masa lalu yang indah atau tidak indah tetap menarik untuk diperbincangkan. Sayangnya, beberapa anggota Paguyuban lainnya tidak bisa hadir seperti Kartomo Wirjobroto, 79, Radja Sitorus, 82, Djoko Moersid, 80, Damsuki Sembada, 81, Mohammad Rais Kahodo, 79, Soeprijanto, 79.  Sedangkan Wisnoe Lohanatha, 82, tidak hadir karena sedang melanjutkan pengobatan di Perth, Australia.

Dalam perbincangan di salah satu meja, misalnya, adalah menarik pengalaman Moehardjo Soekartono, 80, ketika menderita sakit pencernaan yang tidak pernah dapat didiagnosis dari Rumah Sakit Pertamina hingga Ke RSPAD Gatot Subroto setelah 6 bulan menunggu baru kemudian ususnya dioperasi. Tetapi pengalaman yang tidak pernah dilupakannya adalah ketika ia berada di ruang pemulihan bersama dengan orang-orang yang baru saja selesai ditangani oleh Instalasi Gawat Darurat (IGD) sehingga suasananya betul-betul sangat "mengerikan".Sialnya, ia tidak dapat dipindahkan ke ruang perawatan pada hari Minggu tersebut. Dan baru lah pada keesokan harinya ia dipindahkan ke ruang perawatan yang tenang dan damai. Dan pada saat menunggu di ruang pemulihan itu lah ia menyadari betapa berharganya kehidupan kita ini, betapa baiknya Allah SWT yang telah menyelamatkannya dari maut.

Hal lain yang menarik adalah kasus Keraton Agung Sejagat (KAS) yang menghebohkan masyarakat. Dan hebatnya adalah KAS ternyata memperoleh dukungan dari masyarakat yang bersedia menyumbangkan uangnya demi jabatan fiktif yang diiming-imingi oleh "baginda raja" KAS. Kemudian disusul lagi oleh munculnya sebuah kerajaan baru, yaitu Sunda Empire di Bandung dengan kegaduhan yang sama. Jadi dalam waktu yang hampir bersamaan, telah muncul dua kerajaan Antah Berantah yang memperoleh dukungan dari sebagian rakyat Indonesia. Menurut Moehardjo, hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai masyarakat Indonesia yang murni telah dicederai oleh ilusi yang tidak masuk akal sehat.

Sementara itu, Marsudi Kamidi, 80,bersama dengan Ansye Saribanon, 80, ketua Paguyuban, asyik membicarakan berbagai masalah pekerjaan ketika mereka berkarir di Kementerian Keuangan (d/h Departemen Keuangan) pada 30 atau 40-an tahun yang lalu. Dan di meja yang lain Aisar Inderakesuma, 80, Rahardjo Jamtomo, 80, serta Bambang Triadji, 80, mempunya pendapat yang sama mengenai pemerintahan yang sekarang, yang tampaknya kurang optimal karena kabinet terlalu didominasi oleh orang-orang dari partai politik. Mereka juga memaklumi kesulitan Jokowi yang tidak bisa lolos dari jaring pengaruh dan kekuasaan "Ibu Agung", karena ia masih dianggap sebagai "petugas partai". 

Sebelumnya, ada usulan dari Ansye dan Nursenosidi (Pungki), 82, Bendahara Pagayuban, agar setiap anggota memberikan sumbangan sukarela bulanan kepada Paguyuban sehingga "pungutan" pada saat pertemuan melalui sebuah kotak uang, tidak diperlukan lagi. Namun, usulan tersebut tampaknya tidak disetujui oleh anggota lainnya, sehingga "pungutan" sukarela pada setiap pertemuan tetap dilanjutkan. Tampaknya Pungki ingin tetap memelihara cashflow Paguyuban tetap lancar dan solid karena Pungki dikenal sebagai seorang bendaharawan sejati.

Setelah selesai berfoto ria di dalam restoran Dapur Solo tersebut, akhirnya pada pukul 13.30 pertemuan ini pun bubar. Dengan harapan masih diberikan kesehatan yang  baik oleh Allah Yang Maha Kuasa sehingga masih diizinkanNya untuk bertemu lagi pada tiga atau empat bulan mendatang, masing-masing  anggota Paguyuban pun meninggalkan Dapur Solo dengan menjinjing sebuah kantong plastik berisi rambutan yang dipetik dari pohon rambutan milik Soeheru sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun