Mohon tunggu...
Djohan Suryana
Djohan Suryana Mohon Tunggu... Administrasi - Pensiunan pegawai swasta

Hobby : membaca, menulis, nonton bioskop dan DVD, mengisi TTS dan Sudoku. Anggota Paguyuban FEUI Angkatan 1959

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Kisah Duka Seorang Sopir Taksi

20 September 2018   02:02 Diperbarui: 20 September 2018   02:44 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada tanggal 18 September 2018 yang lalu ketika dalam perjalanan antara Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) dan Senayan City mulailah kisah ini diceritakan oleh seorang sopir taksi Bluebird kepada saya, seperti biasanya. 

Menurut pengakuannya, ia telah  ikut bergabung dengan Bluebird sejak 15 tahun yang lalu. Dua orang anaknya telah bekerja dan berkeluarga sedangkan anak bungsunya laki-laki masih duduk di kelas 3 SMP. Usia sopir ini  sekitar 50 tahun. Namanya Bastias atau Bastian atau apapun tidaklah penting, bukan ?  Yang penting adalah kisahnya yang cukup mengharukan.

Sejak tahun 2015 ia menjadi seorang single parent karena isteri tercintanya telah meninggal dunia. Kisah ini dimulai ketika pada awalnya ia mengira bahwa isterinya sedang hamil. Perut isterinya makin besar dari hari ke hari. 

Secara rutin ia mengantar isterinya untuk pemeriksaan kehamilan kepada  dua orang bidan secara bergantian. Kedua bidan ini menyatakan bahwa isterinya memang betul positif hamil.

Namun, pada suatu hari isterinya merasakan sakit yang luar biasa  disertai dengan pendarahan. Keruan saja ia pun panik. Langsung sang isteri dibawa ke ruang gawat darurat (IGD) di R.S Fatmawati. Setelah melalui pemeriksaan rontgen diketahuilah bahwa isterinya menderita kanker stadium empat. 

Tentu saja keluarga ini menjadi sangat kaget dan panik. Karena hal ini berada diluar jangkauan pemikiran mereka. Karena selama ini pembesaran perut sang isteri dianggap sebagai kehamilan tanpa gejala yang menunjulkkan adanya kanker yang "bersemayam" di dalam perut isterinya.

Akhirnya isterinya dioperasi, kankernya berhasil "dibersihkan". Untungnya, seluruh biaya ditanggung oleh BPJS sehingga sangat meringankan. Ia pun merawat isterinya di rumah dengan dibantu oleh salah seorang anak perempuannya. Kehidupan kembali normal. Kesehatan isterinya lambat laun mulai pulih kembali, tampaknya. Ia mulai aktif kembali mengurus rumah tangga.

Hal ini berlangsung sekitar dua bulan. Demikianlah yang terjadi. Pada suatu malam, isterinya merasakan kesakitan yang amat sangat disertai dengan peluh yang bercucuran. Dengan panik untuk kedua kalinya ia membawa kembali isterinya ke R.S Fatmawati. 

Tampaknya sang "pembunuh" telah datang kembali untuk membalas dendam dengan serangan yang lebih ganas. Kali ini isterinya tidak bisa bertahan lagi. Dua hari kemudian akhirnya ia harus rela melepaskan isterinya pergi ke alam baka.

Namun ia tetap tawakal. Ia  tidak menyalahkan kedua bidan yang selama ini memeriksa "kehamilan" isterinya, karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh mereka. Walaupun dengan duka cita yang mendalam, ia telah merelakan dan mengikhlaskan bahwa hal ini merupakaan cobaan yang mesti ditanggungnya dengan memaserahkan diri sepenuhnya kepada Allah Swt. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun