Mohon tunggu...
Djohan Suryana
Djohan Suryana Mohon Tunggu... Administrasi - Pensiunan pegawai swasta

Hobby : membaca, menulis, nonton bioskop dan DVD, mengisi TTS dan Sudoku. Anggota Paguyuban FEUI Angkatan 1959

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Dua Malam di Bali, Kadek yang Bertobat

5 Juni 2018   09:52 Diperbarui: 5 Juni 2018   10:36 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya dan keluarga memutuskan berlibur ke Bali pada tanggal 1 sampai dengan 3 Juni 2018. Liburan singkat ini sebenarnya hanya memiliki dua tujuan utama yaitu mengunjungi Garuda Wisnu Kencana (GWK) dan makan nasi campur di Warung Teges, Ubud. Kami berangkat pada pukul 12.35  ke Denpasar dan kembali ke Jakarta pukul 21.30 dengan menggunakan Lion Air, yang berlangsung dengan tepat waktu, tanpa delay satu menit pun.

Melalui terminal 1B yang khusus digunakan oleh Lion Air  ada 26 counter yang dibuka untuk melayani check-in semua calon penumpang dengan tujuan kemanapun dan dengan waktu keberangkatan kapan pun. Demikian pula, pengambilan bagasi di Denpasar dan Cengkareng juga tidak berlangsung lama.

Ketika tiba di Denpasar, kami dijemput oleh seorang pengemudi yang bernama Kadek Ari, yang nantinya akan mengantar dan menjemput kami selama dua malam dan tiga hari di Bali ini. Kami menginap di Hotel Horison, Jimbaran yang berlantai lima tetapi memiliki lapangan parkir hanya untuk 3 buah MPV sekelas Avanza. Sebelum check-in ke hotel, kami makan sore di Restoran Biku, Kerobokan, Kuta Utara yang kebanyakan tamunya terdiri dari wisatawan asing.

Setelah makan, kami pun menuju Pantai Kuta untuk menyaksikan matahari terbenam disini. Kami disediakan 4 buah kursi plastik yang menghadap pantai dengan syarat harus membeli makanan dan minuman pemilik kursi tersebut. Kami tidak dibebankan biaya apapun, kecuali kalau kami ingin pesan minuman. Nah, setelah kaki dipijit-pijit oleh dua orang pemijit, kami pun pesan dua buah kelapa muda. Harganya ? Rp 150.000,-(seratus lima puluh ribu rupiah) untuk 2 butir kelapa muda ! 

Barulah kami betul-betul terkejut. Dan sang pemilik kursi yang bertelanjang dada, sambil bertolak pinggang tetap berkeras bahwa harga tersebut adalah harga yang patut dan harus dibayar. Setelah agak ngotot akhirnya harga  diturunkan menjadi Rp 100.000,- ....  Inilah gaya berjualan ala Pantai Kuta. Inilah pengalaman pertama di hari pertama yang kurang menyenangkan.

Hari kedua, setelah sarapan pagi, kami menuju ke Ubud, kira-kira 2,5 jam perjalanan. Sebelum makan siang di Warung Teges, kami meunju ke Monkey Forest yang sudah dibangun dengan gaya modern, bahkan hingga saat ini masih terus dilakukan penyelesaian akhir untuk jalur sekitar taman wisata khusus monyet tersebut.

Harga tiket masuknya Rp 50.000,- per orang. Menurut Kadek, pengelolaan taman wisata ini dilakukan oleh desa setempat sehingga menjadi lebih representatif dan mengurangi kemacetan lalu lintas di sekitar tempat itu. Monkey Forest telah ditata sedemikian rupa sehingga tampak lebih menarik dan lebih rapih. 

Sebelum kembali ke Jimbaran, kami mampir di Restoran Gong, Jatiluwih, dengan pemandangan indah yang menyajikan hamparan sawah yang menguning berundak-undak dalam naungan matahari senja. Sebelum istirahat di hotel, kami makan malam di Restoran Menega, yang menjulur ke pantai Jimbaran yang sangat meriah dengan berbagai macam pengunjung yang makan malam sambil menikmati angin laut.

Hari ketiga, hari terakhir, kami mengunjungi Garuda Wisnu Kencana (GWK), tujuan utama perjalanan kami. Dari hotel hanya sekitar 15 menit sehingga kami bisa datang ke GWK pagi-pagi. Setelah membeli tiket Rp 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) untuk 4 orang, kami pun menjelajah GWK yang baru saja mahkota Dewa Wisnu nya dipasang pada tanggal 20 Mei 2018 yang lalu.

Memang luar biasa kalau nanti sudah selesai proyek ini yang sudah berlangsung selama 28 tahun. Jasa I Nyoman Nuarta akan dikenang sepanjang masa. Tetapi dibalik itu, Sinar Mas Group, yang konon membiayai finishing touch proyek ini, akan menanamkan nama baik sepanjang sejarah GWK, walaupun namanya tidak ditonjolkan.

Perjalanan kami tidak mungkin berjalan mulus kalau tidak dilayani oleh seortang pengemudi yang andal dan komunikatif, yaitu Kadek Ari. Dalam perjalanan jauh kami sering melakukan perbinjcangan yang sangat menarik. Ternyata Kadek , anak kedua dari enam bersaudara menyimpan kisah yang luar biasa. Ia sudah menikah dengan seorang wanita yang berasal dari Kediri, Jawa Timur. Anaknya tiga orang, semuanya laki-laki. Paling kecil berusia 2 tahun, dan 2 orang lagi sudah duduk di kelas 3 dan 2 Sekolah Dasar (SD).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun