Ketua MUI Banyumas: Ulama Harus Kontekstual
PURWOKERTO- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Banyumas, KH Drs Khariri Shofa MAg mengatakan, ulama atau yang populer disebut kiai harus berpengetahuan luas dan kontekstual. Terutama dalam menjalankan misi dakwah di tengah-tengah masyarakat.
"Sekarang ini, tidak bisa kiai mengatakan aturan syariat seperti ini, kalau mau silahkan kalau tidak ya sudah. Ulama harus berpengetahuan luas dan konteksual," katanya saat ceramah di Pendapa Si Panji, kemarin.
Khariri menyampaikan ceramah dalam acara buka bersama Bupati Banyumas, ulama, pengasuh pesantren, wartawan dan generasi muda. Acara buka bersama tersebut merupakan pertama dari rencana tiga putaran yang dijadwalkan.
Pengasuh Pondok Pesantren Darussalam itu mengingatkan, jika tidak kontekstual seorang ulama (orang alim) bisa masuk kategori 'aneh'. "Ulama (orang alim) disebut aneh, ketika hidup di tengah masyarakat tetapi tidak ada yang mau mendengarkan," katanya mengutip hadits Nabi Muhammad SAW.
Pengetahuan luas dan kontekstual diperlukan, mengingat dewasa ini persoalan masyarakat semakin kompleks. Tidak jarang pula, kerap muncul pertanyaan nyleneh dari masyarakat yang tidak semua harus dijawab normatif, hanya berdasarkan teks semata.
Selebihnya, lanjut Khariri masih ada lima hal lagi yang disebut aneh menurut Nabi Muhammad SAW. Yakni, masjid yang dibangun dengan semangat tapi tidak ada yang memakmurkan. Mushaf al Quran yang disimpan di rumah tetapi tidak pernah dibaca.
Selanjutnya, al Quran yang ayat dan kandungannya dihafal oleh orang fasik. Ada juga seorang lelaki sholeh tetapi didampingi perempuan yang tidak baik dan sebaliknya.
Kabag Kesra, Untung Sugiyanto melaporkan, buka bersama berikutnya bupati bersama yatim piatu dan panti asuhan se Banyumas. Terakhir bersama pemulung, fakir miskin, tukang becak dan sebagainya.
"Ini merupakan acara rutin tahunan. Selain buka bersama, bapak bupati juga memberikan bingkisan sekadarnya," kata mantan kabag humas tersebut.
Bupati Mardjoko di hadapan ulama dan hadirin mengaku tidak punya kapasitas bicara banyak. "Kalau pemimpin (umara) seperti saya banyak yang tidak suka. Jadi, kita dengarkan saja ulama dengan nasihat-nasihatnya (mauidzah hasanah)," katanya seraya mengharap dukungan dan doa agar pemerintahannya khusnul khotimah.
Djito el Fateh, Purwokerto