Mohon tunggu...
Jalu Wintang
Jalu Wintang Mohon Tunggu... Lainnya - A man who always thirst for knowledge

Tuliskan setiap jejak langkah dalam hidupmu atau kau akan hilang dalam pusaran zaman

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menghapus Sekat Jurusan di SMA Sama Saja Mengurangi Nalar Kritis Peserta Didik, Benarkah?

20 Januari 2022   22:22 Diperbarui: 22 Januari 2022   12:04 7049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siswa SMA mengerjakan UNKP. (KOMPAS.com/ALBERTUS ADIT)

Kemampuan tersebut bersifat fleksibel dan bisa diaplikasikan di semua bidang ilmu yang kita pelajari, baik di sekolah, universitas, bahkan di kehidupan sehari-hari. 

Sebagus-bagusnya konsep pembelajaran, tentu juga harus diimbangi dengan penerapan yang masif dan terstruktur pula. 

Penyebab utama dari kemampuan berpikir kritis yang rendah adalah karena kurangnya penerapan nilai-nilai berpikir kritis di dalam pembelajaran. 

Menurut Bassham dkk (2011), ia menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan daya berpikir kritis anak rendah adalah karena kurangnya minat baca, terbatasnya wawasan dan pengetahuan, egoisme, cara berpikir jangka pendek, emosi yang tak stabil, dan masih banyak lagi. 

Dari semua faktor tersebut, minat baca menjadi faktor terbesar yang memengaruhi daya berpikir kritis anak. 

Berdasarkan data dari PISA (Programme for International Student Assessment), level membaca Indonesia berada pada level 62 dari 70 negara di dunia. Maka, tak pelak jika daya berpikir kritis kita masih kurang.

Lalu, bagaimana solusi untuk mengatasi masalah ini ? Caranya adalah dengan merevolusi mindset berpikir kita dalam menyelanggarakan pembelajaran. 

Di zaman sekarang ini, bukan saatnya lagi terlalu mengandalkan hafalan. Peran guru sangat krusial dalam membentuk karakter dan pola pikir peserta didik dalam belajar. 

Hal ini bisa dimulai dengan menyusun soal yang membutuhkan skill berpikir kritis di semua bidang studi tanpa memandang jurusannya. 

Contoh, untuk mata pelajaran sejarah. Saat ini misalnya kita belajar tentang sejarah proklamasi. Mungkin kita mengenal sejarah penculikan Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok oleh tokoh golongan muda. 

Nah, kita bisa buat sesi diskusi atau pertanyaan untuk anak didik kita, seperti "Mengapa Rengasdengklok yang dipilih? Bagaimana jika tempat yang dipilih bukan Rengasdengklok, seperti di Sumedang misalnya?" Atau "Bagaimana jika negara Indonesia tidak berbentuk republik ?" dan sebagainya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun