Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Hanya Malaikat yang Belum Pernah Ke Nunukan

29 Maret 2016   18:01 Diperbarui: 29 Maret 2016   18:07 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Tugu Lambang Kabupaten Nunukan (Dokpri)"][/caption]Begitulah ungkapan yang kami peroleh saat berkunjung ke Nunukan, baik aparat Pemda maupun masyarakat yang kami wawancarai. Dari zaman presiden SBY hingga Jokowi, para menteri di era keduanya, bahkan terakhir Menko PMK Puan Maharani dan Menkumham Yasonna Laoly, silih berganti berkunjung ke Nunukan. Kita tentu masih ingat ketika pak Jokowi sampai menaiki tangga menara pengawas di Sebatik, memantau wilayah perbatasan langsung dari lapangan.

[caption caption="Selamat Datang di Nunukan (Dokpri)"]

[/caption]Namun demikian, kondisi Nunukan masih sangat jauh panggang dari api, apalagi bila dibandingan dengan tetangganya Tawau. Pembangunan kotanya masih tradisional mengikuti alur jalan yang telah ada. Sementara pembangunan baru ke arah kantor Bupati masih belum menarik minat investor untuk mengembangkannya.

 Persoalan TKI ilegal dan penyelundupan barang maupun manusia masih saja menjadi topik hangat yang tak pernah beranjak jauh dari tema tersebut. Sementara pembangunan infrastruktur masih lambat kalau tidak bisa dibilang jalan di tempat. Padahal Nunukan adalah pintu gerbang Indonesia di Kalimantan Utara yang seharusnya menjadi halaman muka (front line) sebuah negara.

[caption caption="Pelabuhan Tunon Taka (Dokpri)"]

[/caption]Di kota Nunukan sendiri terdapat sebuah bandar udara, sebuah pelabuhan kargo dan kapal besar dan dua pelabuhan ferry, yaitu Tunon Taka untuk rute antarbangsa menuju Tawau dan Liem Hie Djung untuk ke Tarakan dan Sebuku. Awalnya pelabuhan Liem Hie Djung dibangun sebagai pengganti Tunon Taka dan dinamai pelabuhan internasional PLBL (Pos Lintas Batas Laut). 

Namun karena letaknya ternyata berada di pertemuan tiga arus laut dihadapannya, antara Pulau Sebatik, Nunukan, dan Kalimantan, dan terdapat perputaran arus yang dapat membahayakan kapal yang melintas, akhirnya kapal ke Malaysia tetap berada di Tunon Taka, sementara pelabuhan baru digunakan untuk penyeberangan dalam negeri.

[caption caption="Pelabuhan Lintas Batas Liem HIe Djung (Dokpri)"]

[/caption]Di sisi lain, wilayah Nunukan yang berada di Pulau Kalimantan dan berbatasan langsung dengan Malaysia jaringan jalannya masih putus-putus dan belum terkoneksi dengan wilayah Kalimantan lainnya. Hal ini memicu perselisihan tapal batas karena sulitnya pengawasan akibat lemahnya infrastruktur. Tak heran bila beberapa waktu lalu terdengar isu penduduk pedalaman berpindah warga negara atau berkewarganegaraan ganda karena sulitnya akses menuju wilayah sendiri dibandingkan dengan negara tetangga seperti dilansir disini. Ada sedikit upaya pemerintah pusat untuk membangun rumah-rumah khusus di kawasan perbatasan, namun karena terbatasnya anggaran jumlah tak sepadan dengan kebutuhan.

[caption caption="Kantor Bupati Nunukan (Dokpri)"]

[/caption]Bangunan termegah di Nunukan justru adalah kompleks perkantoran Bupati Nunukan yang terletak sekitar 15 Km dari pusat kota. Sangat kontras dengan kondisi kota yang mulai tampak kumuh terutama dekat pelabuhan speed yang berada di samping pelabuhan kargo. Jalan utama kotanya sendiri masih relatif mulus dan terawat baik, namun tidak banyak bangunan modern kecuali hotel dan bank saja. 

Selebihnya merupakan bangunan tradisional yang diremajakan kembali dan mulai tampak kusam. Taman kotanya berada di alun-alun kota tepat di jantung kota Nunukan. Kondisinya cukup bersih dan menjadi tempat berkumpul serta bermain warga di sore dan malam hari, dan sepertinya itulah satu-satunya hiburan yang ada di sini.

[caption caption="Perkampungan Nelayan (Dokpri)"]

[/caption]Nunukan selama ini masih saja menjadi halaman belakang (backyard) dimana terdapat pintu-pintu samping untuk menyelundupkan manusia dan barang dari dan ke luar negeri, walaupun sudah banyak petinggi negeri mampir disini dan selalu berpidato untuk menjadikannya sebagai pintu gerbang yang layak dan manusiawi. Namun kedatangan mereka hanya membebani anggaran pemerintah setempat yang sudah kembang kempis untuk menggaji para pegawainya. 

Yach, memang hanya malaikat saja yang belum hadir di Nunukan untuk menolong mempercepat pembangunan infrastruktur perbatasan. Bila tidak, Nunukan hanyalah menjadi romantisme sejarah seperti tergambar dalam Tugu Dwikora yang terletak di depan taman alun-alun kota, untuk mengenang perjuangan rakyat Kaltara dalam konfrontasi dengan Malaysia medio 60-an.

[caption caption="Tugu Peringatan Dwikora (Dokpri)"]

[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun