Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jumatan Pertama di Era New Normal, Masih Canggung Melihat Saf Berjarak

5 Juni 2020   13:31 Diperbarui: 5 Juni 2020   19:37 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jumatan di Era New Normal (Sumber: dokpri)

Sejak pandemi corona merebak di Indonesia, pemerintah langsung mengimbau tempat-tempat yang berpotensi mengumpulkan massa seperti tempat ibadah untuk sementara ditutup terlebih dahulu.

Kegiatan keagamaan dilangsungkan di rumah saja selama masa PSBB berlangsung untuk menghindari timbulnya kluster, karena salah satu kluster besar yang menjadi penyebab menyebarkan virus corona adalah kegiatan keagamaan seperti kluster Gowa dan Lembang.

Di lingkungan kampung saya sendiri terdapat beberapa masjid yang jaraknya tak terlalu jauh satu sama lain, sekitar radius satu kilometer saja. Pada saat PSBB berlangsung, sebagian masjid terutama yang berada di tepi jalan tutup sementara untuk kegiatan sholat jumat dan sholat berjemaah lainnya.

Sementara masjid yang berada di dalam kampung, di gang-gang masih melaksanakan sholat Jumat dan berjemaah walau dilakukan secara diam-diam. Azan tidak terlalu keras dan di depan masjid dipasang pengumuman untuk tidak melaksanakan sholat Jumat dan tarawih.

Masjid yang berada di dalam kampung tetap memberanikan diri buka karena jemaahnya berasal dari kampung setempat dan nyaris tak ada orang luar yang mampir karena letaknya di dalam gang sempit tak terlihat dari jalan besar.

Sementara masjid di tepi jalan terpaksa ditutup, dan kegiatan ibadah dialihkan di lahan kosong sebelah masjid yang tak terlihat dari tepi jalan sehingga hanya orang-orang yang tinggal dekat masjid saja yang tahu.

Bersyukurnya, di lingkungan kampung kami belum ada satupun yang terpapar virus corona sehingga masih relatif aman untuk beribadah secara berjemaah.

Memang kami sempat khawatir karena di kampung sebelah ada seorang perawat yang positif Covid-19 dan diisolasi di rumah sakit, sementara keluarganya melakukan isolasi mandiri di rumah.

Sebuah masjid yang terletak tak jauh dari rumahnya pun tutup, dan sebagian jemaahnya pindah ke masjid lain atau tidak melaksanakan sholat Jumat. Namun setelah pasien tersebut sembuh dan keluarganya selesai isolasi, tak ada lagi penambahan kasus baru di kampungnya.

Setelah pemerintah resmi mengizinkan pelaksanaan ibadah di tempat ibadah, masjid kembali ramai. Namun ada hal yang berbeda kali ini, di dalam masjid diberi tanda silang seperti kursi-kursi di tempat tunggu stasiun atau di dalam bis kota. 

Jadi para jemaah sholat di antara kedua tanda tersebut dengan jarak sekitar satu meter. Akibatnya jemaah membludak sampai ke luar masjid, padahal sebelum pandemi para jemaah masih bisa ditampung di dalam masjid yang berlantai dua tersebut. Karpet juga sudah tidak dipasang lagi, sebagai gantinya jamaah kudu bawa sajadah masing-masing.

Sebenarnya jemaah pun sudah melakukan jaga jarak pada masa sebelumnya walau tidak diberi tanda khusus seperti sekarang. Namun karena saat itu sebagian besar jemaah masih sholat di rumah karena tidak tahu informasi ada jumatan di masjid, suasana masjid masih lengang walau sudah menjaga jarak.

Banyak jemaah yang balik ke rumah karena membaca pengumuman di halaman masjid, padahal sebenarnya masjid melaksanakan jumatan seperti biasa, tapi tidak diumumkan secara terbuka. Mereka yang niat sholat jemaah Zhuhur di masjid saja yang akhirnya tahu kalau ternyata ada jumatan di masjid.

Selain membuat tanda jaga jarak, khotbah di masjid pun dipersingkat tak sampai 10 menit, padahal biasanya bisa setengah jam hanya untuk mendengarkan ceramah saja. Kemudian pada rakaat terakhir dibacakan do'a qunut untuk bermunajat kepada Alloh SWT agar wabah ini segera dihentikan atas kehendakNya.

Bacaan sholat pun sekarang menggunakan surat-surat pendek, tidak lagi surat Al-A'laa atau surat Al Ghasyiyah seperti biasanya. Doa setelah sholat pun juga ikut dipendekkan, dan para jemaah langsung bubar begitu selesai sholat Jumat. Sebagian besar jemaah menggunakan masker, namun tetap saja ada yang tidak menggunakannya.

Dalam khotbah kali ini khotib menyampaikan bahwa wabah ini datangnya dari Alloh dan hanya kepada Alloh kita bermunajat agar segera diselesaikan segala urusannya.

Ada hikmah yang harus diambil dari wabah ini, bumi bisa bernafas sejenak, alam kembali normal setelah sekian puluh tahun terpapar polusi, manusia bisa bermuhasabah atau merenungkan dirinya sendiri.

Terima kasih kepada pemerintah yang telah memberikan izin untuk kembali beribadah dengan tenang di masjid, dengan tetap menjaga jarak dan mematuhi protokol kesehatan di masa pandemi ini.

Memang agak aneh juga sih melihat sholat jumat berjarak seperti sekarang ini. Biasanya imam selalu mengingatkan untuk merapatkan shaf sholat karena itulah salah satu keutamaan sholat berjemaah. Namun di masa pandemi ini, justru sebaliknya imam mengingatkan untuk menjaga jarak di antara para jemaah.

Untunglah tidak ada satupun jemaah yang nekat berdesak-desakan walau masjid sudah penuh. Mereka terpaksa sholat di tepi gang karena tidak ada tempat lagi di dalam masjid. Inilah kondisi sholat Jumat pertama di era new normal. Selamat datang, salam simpel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun