Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pancasila dan Geopolitik yang Terlupakan

30 Mei 2020   20:13 Diperbarui: 31 Mei 2020   15:50 1243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Garuda Pancasila (sumber: kompas.com)

Sejak era reformasi bergaung pasca lengsernya Presiden Soeharto tahun 1998, pendidikan Pancasila mulai terabaikan hingga saat ini. Pendidikan Pancasila dianggap membuang-buang waktu dan tidak ada manfaatnya sama sekali. Indikasinya banyak orang, bahkan para artis yang tidak hafal Pancasila terutama sila ke-4, apalagi memahami makna masing-masing sila.

Penataran P4 dihapuskan dan nilai-nilai Pancasila dikecilkan hanya menjadi mata pelajaran PPKn yang tak berpengaruh terhadap kenaikan kelas. Padahal zaman saya dulu, sehebat-hebatnya siswa kalau nilai PMP, Bahasa Indonesia, dan Agama di bawah 6 alias merah, otomatis tidak naik kelas.

Masih ingat istilah Ipoleksosbudhankam? Silakan komentar apa kepanjangannya. Ini adalah bagian dari ilmu geopolitik yang memandang bahwa ancaman terhadap Ipoleksosbudhankam dapat merusak bahkan menghancurkan sebuah negara dengan atau tanpa disadari. 

Ipoleksosbudhankam adalah perekat sesungguhnya yang saling terkait satu sama lain yang tak terpisahkan. Dalam penataran P4, Ipoleksosbudhamkam merupakan salah satu materi yang diajarkan sebagai bagian dari memahami, menghayati, dan mengamalkan Pancasila secara utuh.

Berbicara geopolitik, posisi Indonesia sangat strategis. Indonesia adalah putri cantik yang diperebutkan oleh negara-negara adidaya karena posisinya terletak di antara dua benua dan dua samudera, jumlah penduduk yang besar, sumberdaya alam yang melimpah, matahari yang terus bersinar, apalagi yang kurang. 

Palugada, apa yang lu cari gue ada, itulah Indonesia. Meleng sedikit, Indonesia bakal jatuh ke salah satu negeri adidaya. Mari kita bahas satu persatu. Dalam bahasa kerennya dulu geopolitik Indonesia disebut sebagai wawasan nusantara.

Letak Indonesia di dua benua dan dua samudera menjadi jalur transit perdagangan dari Asia Timur (Tiongkok, Jepang, Korea) ke arah Asia Selatan, Barat, Afrika, Eropa, dan Australia melalui laut. 

Dari enam jalur laut utama dunia, empat di antaranya berada di Indonesia yaitu Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Makassar, dan Selat Lombok, sementara dua lainnya adalah Terusan Suez dan Terusan Panama. Itulah makna wawasan nusantara sebenarnya, di mana posisi strategis Indonesia seharusnya bisa menjadi nilai tawar yang mahal.

Jumlah penduduk Indonesia yang besar, sekitar 250 juta jiwa merupakan pasar potensial yang tidak boleh disia-siakan oleh negara adidaya. Menghancurkan Indonesia adalah sebuah kerugian besar karena sama saja dengan menghancurkan ekonomi mereka sendiri. 

Jadi buatlah ketergantungan yang dipelihara puluhan tahun agar pasar besar ini tetap terjaga. Hampir semua produk yang dijual di Indonesia merupakan barang impor yang devisanya masuk ke negara lain.

Sumberdaya alam mulai dari tambang, pertanian, perkebunan, hingga laut, semua ada di Indonesia. Para nelayan negeri tetangga rajin berburu ikan, para pengusaha asing berebut mengelola tambang dan perkebunan. 

Sumberdaya alam Indonesia dikeruk habis-habisan oleh orang asing, sementara kita hanya menjadi kacung di negeri sendiri. Bukan karena kita tak mampu mengolahnya, tapi tak ada kemauan dan takut ancaman dari luarlah yang membuat kita terpaksa menuruti kemauan asing.

Di era modern ini, penjajahan tidak lagi dalam bentuk penguasaan wilayah seperti sebelum perang dunia kedua. Penjajahan dilakukan dalam bentuk ekonomi dan politik dengan menciptakan ketergantungan kepada negara-negara adidaya. 

Sayangnya, kita tidak menempatkan diri sebagai putri cantik yang mahal harganya, tapi lebih sebagai (maaf) pelacur yang menjual murah harga dirinya. Jadi wajarlah kalau tanpa disadari kita sudah terjajah secara ekonomi dan politik walau secara fisik masih merdeka.

Contoh terkini adalah masuknya virus corona ke Indonesia sebagai bukti lemahnya pemahaman geopolitik khususnya Ipoleksosbudhankam. 

Ketika pertahanan negara terlambat mengantisipasi datangnya virus dari luar dan malah mengundang dengan senang hati, akhirnya berdampak bukan hanya masalah kesehatan saja, tetapi merambat ke bidang lain. 

Ekonomi ambruk ditandai dengan PHK dimana-mana, pergaulan sosial dibatasi jadi penjarakan sosial, budaya mudik dan silaturahmi diganti online. Keamanan terganggu karena meningkatnya kriminalitas, ideologi Pancasila mulai dirongrong memanfaatkan momen corona ini.

Hal ini membuktikan bahwa Ipoleksosbudhankam adalah sebuah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan begitu saja. Jadi bila salah satu dari Ipoleksosbud jebol, banjirnya bisa meluas ke mana-mana. Inilah bagian penting dari Pancasila yang mungkin sudah tidak dipelajari, boro-boro dipahami oleh generasi milenial. 

Generasi milenial terlalu fokus pada pengembangan teknologi informasi namun kurang memahami geopolitik yang dijabarkan dalam Ipoleksosbudhankam sehingga kurang memfilter masuknya informasi dari luar yang justru berpotensi membahayakan keamanan dalam negeri.

Kalau kita benar-benar mengamalkan Pancasila, rasanya kita mampu mengatasi wabah ini dengan segera. Petakan ancamannya dari berbagai sisi, lalu kuatkan sisi yang lemah. 

Khusus untuk masalah virus corona akan saya coba uraikan dalam tulisan tersendiri setelah ini. Selamat hari Pancasila, semoga makin jaya dan kuat.

Baca juga: Memandang Wajah Corona dari Kacamata Wawasan Nusantara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun