Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Memaafkan yang Telah Tiada

22 Mei 2020   16:39 Diperbarui: 22 Mei 2020   16:37 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bermaaf-Maafan (Sumber: nu.or.id)

Sewaktu kecil dulu, saya punya musuh bebuyutan yang sering mengganggu kenikmatan hidup saya. Sebut saja namanya Bucil alias si Budi Kecil. Badannya memang kecil dan usianya lebih muda sedikit, tapi nyalinya itu lho, luar biasa. Kami-kami yang lebih besar dan lebih tua ini sering dibuat kesal oleh ulahnya.

Ada-ada saja kenakalan yang membuat kami kesal. Suatu ketika bola yang kami mainkan ditendangnya tinggi-tinggi melewati pagar rumah tetangga dan memecahkan pot tanaman di halamannya. Sontak kami bingung mau mengambilnya karena kebetulan tetangga ini termasuk galak dan didalamnya dijaga anjing herder yang langsung bereaksi menggonggong begitu kami coba permisi mau ambil bolanya.

Tak lama sang pemilik rumah melempar bola yang sudah tidak utuh lagi ke muka kami. Rupanya bola sudah dibelah-belah sebelum dilempar, dan terpaksa kami patungan untuk mengganti bola milik Ade karena Bucil ngeles tidak mau mengganti sendirian. Alasannya dia tidak sengaja menendang keluar, dan yang main bola semuanya. Jadi semuanya harus bertanggung jawab walau kebetulan dia yang menendang ke luar lapangan.

Lain waktu, saat kami sedang bersepeda, dia yang berada di barisan belakang tiba-tiba menghilang. Kamipun berbalik arah kembali ke jalan yang dilalui tadi. Namun sampai ke titik kumpul pertama tadi tak tampak batang hidungnya. Kami mampir ke rumahnya, namun kata orang rumahnya dia belum pulang, malah balik tanya bukannya tadi pergi bareng-bareng. 

Tak disangka, ternyata dia sedang nangkring di sebuah warung kopi ketika kami tak sengaja menemukannya saat hendak kembali melanjutkan perjalanan.

"Sori fren, tadi haus, jadi mampir dulu," jawabnya tanpa dosa. Gondok rasanya, tapi mau gimana lagi.

Banyak sekali ulah tingkahnya yang nyebelin, ngeselin, dan tanpa dosa. Sudah tak terhitung kami tertangkap basah oleh guru akibat ulahnya.

Suatu kali, kami terlambat datang sekolah. Kami berlima ramai-ramai meloncat pagar untuk memaksa masuk sekolah. Namun rupanya guru sudah hapal lokasi kami manjat sehingga beliau menunggu di balik pagar. Gotcha!! Satu demi satu kami tertangkap basah dan siap menjalani hukuman push up oleh sang guru. "Gubrak!!!" Tiba-tiba terdengar suara seperti orang jatuh dari tembok.

Pak guru dan kami yang sedang berbaris kaget setengah mati. Astaghfirulloh!!! Bucil terkapar di balik tembok tak berdaya. Kepalanya berdarah, tubuhnya tergeletak lunglai menghadap ke tanah. Pagarnya memang cukup tinggi, dan kami memanjat melalui pohon yang ada di belakang pagar. Kepeleset sedikit, nyawa taruhannya.

"Cil, Bucil!!!" Kami semua berteriak, namun dia tetap belum sadar juga. Segera kami panggil ambulans dan langsung dibawa ke rumah sakit terdekat.

Mamat, salah satu teman kami langsung menghubungi orang tua Bucil dan mengajak mereka menyusul ke rumah sakit. Betapa kagetnya ibu dan ayahnya melihat kondisi Bucil yang sudah tak bergeming lagi. Ibunya menangis keras dan sang ayah memeluk erat-erat, ikut menahan tangis yang mulai menetes di wajahnya. Kamipun menemani sambil berharap-harap cemas semoga lekas sembuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun