Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kala Video Call (Tak) Mampu Gantikan Tatap Muka

5 Mei 2020   21:54 Diperbarui: 5 Mei 2020   22:25 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tak Ada Lagi Acara Kumpul Bersama (Sumber: Dokpri)

Ramadhan kali ini memang benar-benar istimewa, karena baru pertama kali inilah kami berpuasa di tengah wabah mendera. Biasanya awal puasa dan menjelang  lebaran kami pulang ke kampung halaman yang sebenarnya tak jauh-jauh amat, cuma tiga jam perjalanan lewat tol ke arah Jawa Barat bagian timur. Namun kali ini dengan adanya larangan mudik kegiatan tersebut terpaksa ditunda sampai waktu yang belum jelas.

Sejak dua tahun terakhir simbah mulai sakit-sakitan, susah untuk bergerak ke sana ke mari, hanya tiduran dan sesekali ke luar kamar untuk sekedar mencari angin saja. Sakitnya juga penyakit orang tua, masalah tulang dan sendi yang memang sudah cukup rapuh sehingga sulit untuk berjalan jauh. Kami yang masih muda inilah yang sering menengok beliau. Sebelum wabah melanda sebulan sekali kami menyambangi beliau, malah terkadang dua minggu sekali bila ada libur panjang, sekalian liburan bersama anak-anak.

Terakhir kami pulang kampung awal Maret lalu sekalian menghadiri kondangan keponakan. Setelah itu hingga hari ini belum pernah sekalipun kami menengok simbah karena di kampungnya sedang 'lockdown' lokal sejak akhir Maret. Orang kampung takut kalau kami membawa 'oleh-oleh' dari kota dan kamipun juga takut bakal dikarantina 14 hari kalau masih tetap memaksakan diri mudik. Padahal boleh dibilang kami sekeluarga sebenarnya sehat-sehat saja hingga hari ini, namun demi menghindari persepsi buruk warga kampung lebih baik kami urungkan niat itu.

Sebagai gantinya, seminggu dua kali kami ber-video call ria dengan simbah, dibantu oleh paman yang memang tinggal serumah sekaligus menjaga simbah sehari-hari. Hampir setiap video call simbah selalu ingin berjumpa langsung dengan anak mantu dan cucu-cucunya, namun apa daya sekarang sedang wabah membuat kami tak bisa kemana-mana. Sedih sebenarnya melihat beliau yang semakin renta, namun apa boleh buat, kondisi memang belum memungkinkan kami menengoknya.

Simbah selalu menitikkan air mata ketika kami akan mengakhiri video call. Kamipun kadang memperpanjang lagi pembicaraan, tidak buru-buru menutup telepon sampai simbah benar-benar tidak menangis lagi. Saat telpon ditutup, giliran kami yang menangis tak bisa menengok simbah yang sebenarnya sangat ingin untuk disambangi. Ya Tuhan, kapan wabah ini berakhir? Semoga setelah lebaran nanti semua berakhir ya Tuhan, itulah doa yang setiap kali kami panjatkan selepas sholat wajib dan tarawih.

Kemajuan teknologi memang mempermudah komunikasi antar sesama manusia, tidak hanya suara dan teks tapi juga tatap muka melalui video call. Namun secanggih-cangihnya teknologi, tetap saja keinginan untuk bertemu langsung tak lekang begitu saja. Apalagi budaya kita masih menjunjung tinggi silaturahmi, saling berkunjung satu sama lain, saling menyapa langsung, dan bercengkerama bersama tanpa sekat. Ga ada loe ga rame, kata sebuah iklan, begitulah sejatinya budaya kita.

Lagipula selain silaturahmi, pulang kampung juga mengobati kerinduan akan suasana alam nan hijau seperti sawah dan kebun, air sungai yang masih jernih walau sekarang mulai kecoklat-coklatan, udara segar nyaris tanpa polusi, yang semuanya tak bisa dipenuhi di tengah sesaknya bangunan kota. Nuansa tersebut tak bisa tergantikan oleh video call bahkan tur virtual sekalipun. Walau hape sekarang bisa berputar 360 derajat untuk melihat pemandangan, tetapi tetap saja udara segar khas kampung tidak akan terasa di layar hape kami.

Itulah mengapa banyak orang yang masih saja nekat untuk mudik atau pulang kampung. Ada suasana yang tak bisa dibeli bahkan tak tergantikan oleh video call sekalipun. Bertemu sanak saudara, teman sejawat, menghirup udara segar, tak bisa diubah begitu saja dengan pemandangan virtual dari layar hape. Tetap saja orang butuh suasana lain di luar lingkungan hidupnya sehari-hari yang sudah penat dan penuh polusi baik udara maupun suara.

Mungkin inilah momen tersulit di bulan Ramadhan kali ini, duduk di rumah saja sambil merenungi nasib entah sampai kapan. Sedih rasanya tak boleh menengok simbah di saat beliau sedang memerlukan kasih sayang dari kami anak cucunya. Namun demi kebaikan bersama, kita jalani dulu semua ini dengan ikhlas dan tetap riang gembira. Semoga pandemi ini cepat berakhir dan suasana kembali normal seperti sediakala. Amiiin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun