Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Fenomena Hitler dan Kerajaan Ketiga Pemicu Perang Dunia II

26 Januari 2020   10:19 Diperbarui: 29 Januari 2020   10:59 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di tengah suasana modern sekarang ini ternyata masih ada sekelompok orang yang merindukan kehidupan masa kerajaan. Kalau mau dibilang guyonan, rasanya penampilan mereka serius.

Namun kalau dibilang serius juga penampilannya lebih seperti kegiatan re-enactor ala Kompasianer mas Eko Irawan dan teman-temannya yang mencoba membangkitkan kembali romantisme perjuangan bangsa.

Motifnya berbagai macam, ada yang sekadar melestarikan budaya, ada yang terhalusinasi mimpi sebuah kerajaan besar, bahkan ada pula yang bermotif kriminal di balik isu tersebut.

Keberadaan kerajaan-kerajaan di era modern tersebut bisa jadi ungkapan kekecewaan terhadap kondisi perekonomian masa kini yang semakin memburuk.

Mereka merasa pemimpin yang ada tak mampu mengangkat kesejahteraan masyarakat secara umum dan hanya menguntungkan golongan tertentu saja. Golongan yang terpinggirkan inilah yang mudah sekali diajak bergabung dalam kerajaan tersebut dengan harapan ada perbaikan nasib di masa datang.

Ramai-ramai munculnya berbagai "kerajaan baru" di seantero Indonesia mengingatkan saya akan sebuah fenomena awal abad ke-20 di mana seorang yang memiliki halusinasi tinggi berhasil mewujudkan mimpinya memimpin kerajaan bahkan nyaris menguasai Eropa dan dunia.

Siapa lagi pelakunya kalau bukan Hitler, sang kanselir Jerman Nazi yang bermimpi mendirikan kerajaan ketiga yang hidup 1000 tahun lamanya. Kemampuan Hitler menyihir rakyat Jerman membuatnya mampu menggerakkan hampir seluruh rakyatnya untuk mewujudkan mimpi tersebut untuk menyatukan dunia dalam satu kerajaan besar.

Saya tidak akan bercerita panjang lebar mengenai sejarah Perang Dunia II maupun Nazi karena sudah banyak tertuang di laman Mbah Gugel. Tulisan ini hanya mengingatkan bahwa sebuah halusinasi yang diikuti tanpa kontrol ketat masyarakat akan berbuah perang hebat bahkan melebihi dahsyatnya Perang Dunia yang sudah 2 kali terjadi.

Halusinasi biasanya terjadi secara massal ketika kondisi perekonomian memburuk, harga harga membumbung tinggi, inflasi tak terkendali dan masyarakat tak mampu lagi membeli kebutuhan pokok.

Awalnya, Hitler hanyalah seorang prajurit biasa dengan pangkat kopral yang terluka dalam perang dunia pertama. Luka fisiknya sembuh, namun luka batinnya takkan pernah lenyap melihat kekalahan Jerman pada perang tersebut. Hitler kemudian berhenti dari tentara dan masuk sebuah partai yang menjadi cikal bakal Nazi.

Setelah berhasil mengatasi kekisruhan yang terjadi dalam partai, Hitler diangkat menjadi ketua partai dan mulai menyebarkan propaganda untuk keluar dari krisis ekonomi sekaligus menjadikan kembali Jerman yang jaya seperti masa lalu saat Bismarck berkuasa. 

Jerman yang kalah dipaksa untuk menyerahkan kembali wilayah yang pernah didudukinya dan diberikan sanksi ekonomi berat. Bangsa Jerman seolah dipermalukan di hadapan bangsa-bangsa Eropa lainnya karena harus menanggung beban biaya perang. Pemerintahpun mencetak banyak uang untuk menanggung biaya hutang tersebut yang menyebabkan hiperinflasi sehingga memicu kenaikan harga barang seperti Venezuela. Akibatnya timbul kekacauan ekonomi karena ketidakpastian pendapatan serta tingkat pengangguran yang semakin tinggi dan lapangan pekerjaan semakin langka. 

Halusinasinya mulai tumbuh melihat kondisi ekonomi yang semakin carut marut dipadukan dengan dendam akibat kekalahan Jerman. Dia mulai propaganda Lebensraum alias ruang hidup bagi orang Jerman yang terkenal itu bersama orator hebat Joseph Goebbels. Deutschland Uber Alles, Jerman diatas segalanya, itulah salah satu propaganda yang menyemangati banyak orang Jerman yang sedang terpuruk baik secara ekonomi maupun politik imbas dari perang dunia pertama.

Walau sempat ditangkap akibat pemberontakan Munich tahun 1924, Hitler bangkit kembali dan mulai menggalang massa yang semakin putus asa melihat kondisi perekonomian Jerman yang semakin amburadul. Di dalam penjara Hitler sempat menyelesaikan bukunya yang fenomenal 'Mein Kampf' atau diterjemahkan sebagai 'Perjuanganku' yang berisi otobiografi sekaligus cita-citanya membangun Jerman yang adidaya seperti halusinasinya selama ini dengan mendirikan 'Drietter Reich' atau Kerajaan Ketiga. Istilah ini muncul setelah Romawi dianggap sebagai kerajaan pertama dan Jerman era Bismarck sebagai kerajaan kedua.

Momen krisis ekonomi seperti inilah yang berhasil dimanfaatkan oleh Hitler dan kawan-kawannya untuk merebut kekuasaan dari pemerintah yang sah demi mewujudkan mimpi besarnya. Dimulai dari wafatnya presiden Hindenburg yang membuatnya menjadi kanselir alias 'Raja' seumur hidup, lalu aneksasi wilayahpun dimulai dengan merebut negeri sekitarnya seperti Austria dan sebagian Cekoslowakia serta wilayah tepian sungai Ruhr. Hitler bahkan punya tentara sendiri yang terkenal dengan nama SS Waffen disamping angkatan reguler lainnya untuk mewujudkan mimpinya.

Perang berlanjut dengan aneksasi ke Polandia sebagai pemicu awal dimulainya perang dunia kedua. Ruang hidup bangsa Jerman ke arah timur mulia diwujudkan, kemudian dilanjutkan ke arah barat dengan menyerbu Benelux sekaligus dan Perancis. Italiapun bergabung karena Mussolini juga punya halusinasi yang sama. Jepang juga ikut tergoda halusinasi Hitler untuk mewujudkan Kerajaan Asia Timur Raya dengan menganeksasi daratan Cina dan Korea serta menyerbu semenanjung Malaya hingga ke arah Polinesia. Jerman dan Jepang bersekutu untuk membangun sebuah negara yang tak pernah gelap alias Matahari Selalu Terbit dimanapun berada.

Perangpun berlangsung selama hampir enam tahun lamanya dan baru bisa diakhiri ketika AS dan Rusia mulai turun tangan membantu sekutu Eropanya melawan Jerman. Perang yang menimbulkan korban manusia dan harta benda paling besar di duniapun berakhir tanggal 30 April 1945 di Eropa setelah Rusia memasuki Berlin dan Hitler bunuh diri. Menyusul kemudian di medan Asia Jepang menyerah tanggal 15 Agustus 1945 setelah Hiroshima dan Nagasaki dibom atom oleh AS.

Perang tersebut memberi pelajaran bahwa halusinasi seseorang janganlah dianggap remeh walau hanya diindap oleh seorang kopral sekalipun. Halusinasi yang diikuti kondisi negara yang buruk secara ekonomi akan mempercepat proses pembentukan negara baru bahkan perang untuk merebut sumber-sumber daya ekonomi di negara lain demi memenuhi kebutuhan dasar negara yang sedang terlilit krisis ekonomi.

Kunci utama untuk menghapuskan halusinasi kerajaan adalah kesejahteraan. Bila rakyat sejahtera dan terpenuhi kebutuhan dasarnya mereka tidak akan mudah terpancing untuk mengikuti ajakan yang bersumber dari halusinasi seseorang untuk mendirikan sebuah negeri yang adil makmur tentrem raharja. Kita tidak bisa menganggap sepele halusinasi tersebut karena bila seluruh rakyat sudah termakan propaganda, selesai sudah urusan negara. Hitler dengan 'Kerajaan Ketiga' nya sudah membuktikan hal tersebut, halusinasinya menyebabkan perang terbesar di dunia hingga sekarang ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun