Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menatap Dunia yang Semakin "Telanjang"

21 Januari 2020   11:43 Diperbarui: 21 Januari 2020   12:00 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Era digital sudah dimulai lebih dari 20 tahun lalu, dan dampaknya mulai terasa sekarang. Segala sesuatu sudah terhubung secara online, semua informasi dapat diperoleh dalam sekejap mata, tinggal buka mbah gugel, semua beres. Palugada, apa yang loe butuhkan gue ada, begitu kata simbah. Kalaupun belum ketemu, tinggal ganti kata kuncinya, atau kata lain yang sejenis dengan yang kita cari, selesai sudah urusan.

Sekilas semua menjadi tampak mudah dan gampang sekali diakses. Namun tanpa disadari kita telah menelanjangi diri kita sendiri. Semua data yang kita masukkan secara digital otomatis tersimpan rapi di dalam server yang mudah diakses ke seluruh dunia. Benar bahwa ada security yang menjamin kerahasiaan data kita, namun siapa bisa menjamin bikinan manusia tidak bocor selamanya.

Cobalah buka peta punya simbah, rumah kita tampak jelas di situ, termasuk apapun yang ada di sekitar tempat tinggal kita. Alamat sangat jelas terbaca, bahkan rumah kitapun bisa terlihat jelas dari peta satelitnya. Tempat kerja kita juga bisa dengan mudah terlihat di situ. Jalan menuju kantor bisa kita pilih yang tidak terlalu macet, atau bisa memilih warung kopi kalau sedang kehujanan cari tempat nangkring.

Enaknya, sekarang tak perlu lagi jauh-jauh ke Paris atau Amsterdam kalau cuma sekedar mau lihat-lihat, bisa-bisa ditolak visanya karena tujuannya tak jelas. Cukup buka petanya simbah, ketik 'Paris' dan terbukalah semua pemandangan, mulai dari Menara Eiffel, Gardu Champ Elysee, Gereja Notre Dame yang terbakar itupun bisa kita lihat sebelum terjadinya bencana tersebut. Kita bisa menikmati indahnya Niagara Falls tanpa harus mengeluarkan duit banyak untuk sampai ke sana atau membeli buku dan fotonya.

Mau keliling dunia? pantengin aja peta simbah, tinggal pilih suka-suka kita, klik gambar atau videonya di yutub, serasa kita sendiri sedang berada di tempat sebenarnya. Nyaris tak ada lagi tempat yang benar-benar tertutup oleh petanya simbah, kecuali mungkin obyek vital seperti pangkalan militer, silo-silo senjata nuklir yang tersembunyi di bawah tanah. Sepertinya baru duo Korea yang benar-benar memproteksi negaranya dari intaian simbah. Namun tetap saja tampak alur peta  dan kondisi satelit walau agak sedikit blur dibanding daerah lainnya.

Tidak enaknya, data kita bisa disalahgunakan orang seenaknya. Sudah sering terdengar kalau foto-foto di medsos banyak dikloning dan diaku sebagai dirinya sendiri, padahal itu foto kita. Belum lagi data NIK dan KK yang disalahgunakan untuk mengambil kredit padahal bukan kita sendiri penggunanya. 

Dulu data-data berbentuk kertas sering kita temui sebagai bungkus gorengan karena tidak berarti apa-apa. Sekarang data-data tersebut sangat berguna untuk disalahgunakan sehingga harus hati-hati kalau memberikan fotokopi data diri kita seperti KTP, KK. SIM. paspor, dan sebagainya.

Sudah banyak penyalahgunaan data akibat dunia yang semakin telanjang. Semua mata bisa memandang sesukanya nyaris tanpa batas. Aturan yang ada ternyata belum mampu untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan data, bahkan firewall sekalipun yang biasa digunakan untuk memproteksi data. 

Seperti kata sebuah adagium, kejahatan selalu selangkah lebih maju daripada kebaikan. Sulit untuk mengantisipasi bentuk-bentuk kejahatan penyalahgunaan data karena ada saja trik baru untuk membocorkan data. Sekelas badan intelijen saja bisa bocor, apalagi cuma kita orang kecil.

Ketelanjangan inilah yang seharusnya diwaspadai oleh kita sebagai pengguna internet. Jangan terlalu mengobral selfie atau data diri sendiri di media sosial, karena sekali terekam akan abadi selamanya, walau sudah dihapus sekalipun. 

Jejak digital memang kejam, lebih kejam dari ibu tiri. Sudah banyak tokoh jadi korban jejak digitalnya sendiri, baik sekedar dibully bahkan sampai berurusan dengan hukum. Celakanya masih banyak aparat hukum yang belum melek digital sehingga cara mengatasinya masih bersifat konvensional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun