Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Prabowo, Jadilah King Maker, Bukan Menteri Medioker

21 Oktober 2019   23:12 Diperbarui: 21 Oktober 2019   23:28 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi dan Prabowo dalam Posisi Setara (Sumber: detik.com/biro pers setpres)

Mulai hari Senin ini presiden mulai memanggil para calon menteri yang akan membantunya pada kabinet kerja periode kedua mendatang. Salah satu tokoh yang agak mengejutkan ikut dipanggil adalah hadirnya Prabowo Subianto yang notabene adalah rivalnya saat pilpres lalu. Seolah seperti tak ada persaingan, beliau hadir memenuhi panggilan presiden terpilih untuk mengikuti audisi calon menteri.

Sinyal bergabungnya Gerindra dalam kabinet memang sudah santer terdengar sejak kehadiran Prabowo ke istana tanggal 11 Oktober lalu (sumber di sini). Walau saat itu belum jelas untuk apa Prabowo bertandang ke istana, namun spekulasi berkembang bahwa Gerindra akan mengisi jajaran pemerintahan Jokowi pada periode kedua alias akan menanggalkan baju oposisi. Hal ini diperkuat dengan digantinya kursi wakil ketua DPR Fadli Zon dengan Sufmi Dasco Ahmad yang lebih kalem dan tak banyak bicara.

Namun ketika sang pemimpin turun gunung langsung untuk ikut serta menjadi menteri di bawah Jokowi tentu menjadi sebuah kabar yang mengejutkan. Betapa tidak, seorang Prabowo yang memiliki gengsi tinggi dan gagah berani, dus juga rival berat presiden pada dua kali ajang pilpres justru rela turun tahta demi sebuah jabatan yang seharusnya lebih tepat diberikan kepada pengurus partai ketimbang dirinya sendiri.

Prabowo, seperti halnya Megawati di PDI-P, SBY di Demokrat, atau Surya Paloh di Nasdem, adalah seorang "King Maker" sekaligus pendiri partai Gerindra. Kharisma beliaulah yang membuat Gerindra menjadi besar seperti sekarang ini hingga berhasil maju ke grand final pilpres tiga kali berturut-turut, termasuk saat pilpres 2009 ketika menjadi cawapres Megawati.

Beliaulah yang bersusah payah mendirikan sekaligus merawat partai hingga menjadi pesaing berat partai lama yang sudah berurat berakar di masyarakat, padahal usianya baru menginjak 11 tahun.

Partai ini bahkan mengalahkan partai-partai yang sudah lebih dulu berdiri seperti PPP, PKB, PAN, PKS yang sebenarnya memiliki pendukung fanatik dan basis massa yang sulit mengubah pilihan. PKB dan sebagian PPP lebih condong ke NU, sementara PAN dapat dikatakan sebagai corongnya Muhammadiyah, dan PKS adalah partai dakwah yang diisi oleh anak-anak muda militan dari kampus-kampus ternama.

Sementara Gerindra sendiri, kalau boleh jujur, sangat mengandalkan Prabowo sebagai vote getter sekaligus pemersatu partai. Persis seperti Partai Demokrat yang limbung setelah SBY lengser, dan lebih parah lagi Partai Hanura yang gagal menembus electoral threshold setelah Wiranto diangkat menjadi Menkopolhukam. Nasdem masih bertahan karena Surya Paloh tidak tergoda kursi menteri dan lebih memilih sebagai king maker, sementara kursi menteri diserahkan pada pengurus partai yang loyal padanya.

Amat sangat disayangkan bila Prabowo sendiri bersedia menerima tawaran menjadi menteri. Marwah beliau akan turun karena kelasnya sama dengan Susi Pudjiastuti, Sri Mulyani, atau menteri-menteri lainnya yang tidak punya kendaraan sendiri. Kalau cuma sekedar menjabat menteri pertahanan atau sejenisnya, buat apa susah payah mendirikan partai politik. Toh bicara pengalaman militer beliau salah satu ahlinya, apalagi pernah bertugas di Kopassus, salah satu korps elite tentara yang paling disegani di dunia.

Mungkin niat presiden baik, demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa yang sudah terlanjur pecah akibat persaingan pilpres lalu. Namun jangan lupa bahwa sebagian besar pemilih Prabowo sebenarnya bukan karena suka gaya kepemimpinannya, namun lebih karena tidak adanya pemimpin alternatif yang mampu bersaing dengan petahana. Selain itu 'kebencian' yang sudah berurat berakar pada partai pengusung petahana itulah yang membuat mereka 'terpaksa' memilih Prabowo karena tidak ada pilihan lain.

Apapun yang terjadi pada Prabowo saat ini tidak akan mempengaruhi apalagi mengurangi 'kebencian' mereka terhadap partai pengusung petahana (ingat, partai bukan persona petahana). Malah mereka sedang mencari tokoh lain yang bisa bersaing lima tahun mendatang untuk menjegal partai tersebut kembali berkuasa. Jadi persoalan perpecahan pasca pilpres akan terus berlanjut selama partai tersebut terus berkuasa dan tidak memperbaiki diri untuk mengurangi korupsi.

Justru masuknya Gerindra ke dalam koalisi pemerintahan ditengarai bakal menggembosi partai itu sendiri. Wiranto sudah membuktikan itu dengan babak belurnya Hanura di pileg kemarin karena di dalam partai sudah tidak solid lagi sepeninggalnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun