Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Lebih Cepat Lebih Baik, Warisan JK pada Jokowi

14 Oktober 2019   16:40 Diperbarui: 15 Oktober 2019   17:57 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasangan Serasi Jokowi-JK |Sumber: Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden

Selain dikenang sebagai jago perdamaian, bagi saya sosok JK terkenal dengan slogannya saat pemilu 2009 "Lebih Cepat Lebih Baik". 

Slogan ini menunjukkan adanya keinginan untuk perubahan pemerintahan agar lebih cepat bertindak karena selama periode pertama SBY terlalu hati-hati dalam memutuskan suatu kebijakan. Padahal ada beberapa kebijakan yang harus diputuskan dengan cepat walau belum tentu memuaskan semua pihak.

Saya teringat saat krisis Bank Century tahun 2008, ketika pak SBY sedang kunjungan kerja ke luar negeri dan suasana sedang genting mengingat salah satu buron Century hendak kabur ke luar negeri. 

JK dengan berani memerintahkan Kapolri untuk menangkap buron tersebut dalam waktu tiga jam (sumber di sini). Setelah itu barulah JK melapor ke SBY perihal perintah penangkapan tersebut.

JK juga sempat menimbulkan polemik ketika nekat mengeluarkan SK Wapres tentang penanganan bencana Tsunami di Aceh awal tahun 2005 mengingat situasi di lapangan saat itu sudah nyaris tak terkendali lagi (sumber di sini). 

Sementara itu presiden SBY memilih langkah hati-hati dalam menangani bencana besar tersebut. Bagi JK tak penting siapa yang menandatangani SK namun penanganan bencana cepat selesai dituntaskan.

Karakter JK yang ceplas ceplos, bekerja cepat walau kadang terkesan terburu-buru, berbanding terbalik dengan SBY yang selalu bertindak hati-hati, terencana, terukur, dan mendengarkan semua pihak sebelum mengambil keputusan. 

Akibatnya sering terjadi miskomunikasi di antara mereka, bahkan merembet hingga ke para menterinya yang harus menerjemahkan keinginan pimpinan yang bertolak belakang.

Perbedaan karakter itulah yang menyebabkan SBY lebih memilih Boediono yang lebih kalem, penurut, dan tidak banyak bicara sebagai wapres menggantikan JK pada periode kedua. 

JK yang tidak diminta kembali mendampingi lalu mengambil keputusan untuk bertanding melawan SBY berpasangan dengan Wiranto. 

Suasana pemilu 2009 relatif panas oleh persaingan antara SBY sebagai petahana dengan slogan "Lanjutkan" dengan JK yang menginginkan kecepatan dalam bekerja. 

Pendukung JK rata-rata kaum terpelajar perkotaan yang memang menginginkan perubahan, termasuk sebagian penulis di Kompasiana. Sementara pendukung SBY lebih banyak berasal dari masyarakat perdesaan dan para elite yang ingin melanggengkan kekuasaan mereka di balik nama besar SBY. 

Perdebatan panas terjadi antara SBY dan JK, saling sindir antar pendukungnya cukup ramai di twitter, sementara pasangan satu lagi justru tampak kalem dan tak banyak bicara. 

Namun anehnya hasil pilpres 2009 suara JK justru jeblok bahkan di bawah pasangan Megawati-Prabowo dan hanya meraih 12,5 % suara saja. Padahal yang bertarung seru justru SBY vs JK, bukan Megawati. Keanehan itulah yang hingga saat ini masih menjadi misteri.

Lima tahun berlalu, muncullah sosok Jokowi yang dianggap membawa angin perubahan pada pilpres 2014. 

Jokowi yang bingung memilih pasangan akhirnya meminang Pak JK karena dianggap memiliki karakter sama yang diperlukan untuk mempercepat pembangunan yang relatif berjalan stagnan selama masa pemerintahan SBY. 

Kecepatan JK diperlukan untuk mengimbangi langkah-langkah Jokowi yang ingin menuntaskan berbagai rencana yang telah disusun selama pemerintahan sebelumnya.

Berbeda dengan saat mendampingi SBY, kali JK justru lebih banyak berada di belakang layar. Praktis tak banyak kontroversi yang dibuat oleh beliau selama mendampingi Jokowi. 

Justru slogan "Lebih Cepat Lebih Baik" malah diadopsi oleh pak Basuki dengan motonya "Bekerja Keras, Bergerak Cepat, Bertindak Tepat" disamping moto pak Jokowi "Kerja, Kerja, Kerja" yang diartikan sebagai bekerja lebih cepat untuk memperoleh hasil yang lebih banyak dari pemerintah sebelumnya.

Kecepatan kerja pasangan Jokowi-JK memang membuahkan hasil pembangunan infrastruktur yang masif baik di Jawa maupun luar Jawa. Namun sayangnya tidak semua menteri mampu mengikuti irama lari pasangan tersebut sehingga beberapa kali terjadi reshuffle kabinet. 

Justru para menteri yang tampak kurang bersinergi satu dengan lainnya. Ibarat lokomotif shinkansen harus menghela gerbong ekonomi, itulah gambaran kabinet kerja saat ini seperti pernah saya tulis di sini.

Sayangnya, JK terbentur aturan yang melarang beliau untuk kembali mendampingi Jokowi di periode kedua ini. Walau ada silang pendapat, ketentuan bahwa wakil presiden hanya bisa menjabat selama dua periode membuat beliau harus merelakan posisinya digantikan oleh Ma'ruf Amin. 

Padahal menurut saya pasangan Jokowi-JK merupakan pasangan ideal yang seharusnya diberi kesempatan dua periode memimpin bangsa ini. 

Memang usia beliau juga sudah cukup tua, mungkin sudah saatnya beristirahat tenang menimang cucu ketimbang mengurusi negara yang sebagian warganya sedang sakit mental.

Semoga warisan beliau dapat dijalankan oleh generasi milenial yang serba instan dan cepat dalam bertindak. 

Terima kasih atas darma baktinya pada negeri ini, semoga Tuhan membalas kebaikan bapak dalam membangun negara tercinta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun