Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menyoal Kuota Haji yang Nganggur

16 Agustus 2019   14:32 Diperbarui: 17 Agustus 2019   17:36 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jamaah Calon Haji Tiba di Jeddah (Dokpri)

Kedua, penggantian jemaah yang meninggal oleh ahli waris juga bukan hal yang mudah, apalagi bila waktunya mepet. Pengalaman rekan sesama jemaah, anaknya tidak siap karena masih menyusui dan mengasuh bayi, sementara menantunya belum siap secara materi meninggalkan bekal buat keluarganya selama ditinggalkan. Jadi walau dimungkinkan, tapi tetap saja tak semudah membalikkan telapak tangan, Ferguso!

Ketiga, jangan berrmimpi bisa dengan mudah membuat regulasi memindahkan kuota dari satu embarkasi ke embarkasi lain. Lha wong di dalam embarkasinya sendiri juga antrean masih panjang, apalagi harus menampung kuota dari embarkasi lain. Jadi lebih baik fokus mencari pengganti dari embarkasinya sendiri daripada mengubek-ubek alokasi embarkasi lain.

Kalau maksudnya agar waktu tunggu merata, bisa dilakukan realokasi untuk tahun berikutnya, tapi dengan risiko protes dari calon jamaah yang bakal mundur waktu tunggunya akibat tergusur oleh calon jamaah dari embarkasi lain. Jadi pemerintah juga tidak bisa seenaknya melakukan realokasi kuota antar embarkasi.

Keempat, bila dibagi rata dengan jumlah kloter sebanyak 531 sesuai SK Qurah tahun 2018, maka kuota kosong per kloter 'hanya' satu orang berbanding 393 jemaah. Artinya jumlah kuota kosong tersebut sangatlah kecil presentasenya dibandingkan yang berangkat.

Apalagi bila dibandingkan dengan total jemaah yang berjumlah 213 ribu orang tentu sangat-sangat kecil, hanya 0,24% saja, jauh dari margin error 1-3% alias masih dalam batas wajar.

Kelima, yang seharusnya menjadi perhatian adalah banyaknya jumlah pendamping dari KBIH yang turut memakan kuota haji, padahal mereka sudah tiap tahun berangkat.

Lalu banyak orang lanjut usia yang sebenarnya sudah tidak mampu lagi namun tetap dipaksakan berangkat. Ini tentu berisiko tinggi dibanding memberangkatkan jamaah yang masih muda dan segar. Jadi perlu seleksi ketat terhadap lansia yang hendak diberangkatkan haji agar tidak terlalu merepotkan petugas yang jumlahnya sangat terbatas.

Peran KBIH juga harusnya dikurangi, lebih baik fokus membimbing lansia daripada melayani jemaah yang masih segar namun gak mau capek dan ribet (kalau tak boleh disebut malas) selama ibadah haji. Para jemaah yang muda dan segar diarahkan untuk pergi haji secara mandiri saja, tidak melalui KBIH untuk mengurangi jumlah pendamping yang juga turut memakan kuota tersebut.

* * * *

Ingat, pemerintah Arab Saudi baru saja memberikan tambahan kuota sebanyak 10 ribu jemaah tahun ini. Jadi jelas tidak mungkin dalam 1-2 tahun ke depan bakal menambah lagi kuota hajinya. Lagipula bila melihat kondisi di lapangan, apalagi padatnya tenda di Mina, rasanya sulit sekali untuk menambah jumlah jemaah, kecuali dengan cara memotong kuota negara lain yang tidak terpakai.

Saya kira pemerintah sudah berupaya maksimal untuk memenuhi target kuota yang diizinkan. Kalaupun masih saja ada kuota kosong, itu lebih karena terlalu mepetnya waktu untuk mempersiapkan pengganti seperti telah diuraikan di atas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun