Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Jadi ASN Itu Pengabdian, Bukan Mikir Gajian

29 Juli 2019   12:54 Diperbarui: 29 Juli 2019   17:29 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: makassar.tribunnews.com

Heboh instastory tentang seorang freshgraduate alumni PTN ternama yang mempersoalkan gaji pertama 8 juta rupiah membuat saya berpikir mengapa masih ada dan banyak lulusan PTN ternama justru mendaftar jadi ASN atau PNS baru. Padahal gaji pertama PNS baru tak lebih dari separuhnya, belum lagi dipotong 20% karena masih berstatus CPNS. Kalau ditambah tunjanganpun tetap tak bakal melebihi angka 8 juta rupiah.

Memang bermacam-macam motif seseorang menjadi ASN terutama PNS (ingat PNS adalah pegawai tetap sementara ASN mencakup PNS dan pegawai tidak tetap yang terikat kontrak kerja tertentu). Ada yang bercita-cita jadi pejabat tinggi, ada yang berharap fasilitas lebih seperti tunjangan kesehatan, uang pensiun, kredit rumah murah, ada pula yang ingin keamanan bekerja dalam arti susah untuk dipecat.

Terlepas dari itu semua, sejatinya menjadi PNS itu lebih dititikberatkan untuk mengabdi pada negara dan masyarakat. Pengabdian, itu kata kunci yang harus selalu dipegang oleh PNS di manapun ditempatkan. Bukan berarti kita tidak berharap gaji sama sekali, tapi gaji tersebut lebih kepada penghargaan terhadap pengabdian yang kita lakukan. Besarannya pun sudah ditentukan oleh pemerintah melalui seperangkat aturan mulai dari PP hingga Perda.

Gaji PNS (Sumber: finance.detik.com)
Gaji PNS (Sumber: finance.detik.com)

Dalam salah satu klausul perjanjian kerja sudah ditegaskan bahwa PNS itu harus siap ditempatkan di mana saja di seluruh Indonesia, artinya kita tidak bisa seenaknya memilih tempat kerja tapi sudah ditentukan oleh instansi yang berwenang, dalam hal ini BKN, Biro Kepegawaian, atau BKD setempat.

Syukur-syukur kalau ditempatkan di instansi pusat atau di ibukota provinsi/kabupaten/kota, namun kita harus siap juga bila ditempatkan di sudut terpencil negeri ini yang susah alat transportasi dan komunikasinya.

* * * *

Kalau mengingat pertama kali jadi CPNS dulu, rasanya miris sekali dengan gaji pertama "cuma" 150 ribu rupiah saja, plus kebijakan Gus Dur yang berbaik hati memberikan tunjangan tambahan penghasilan sebesar 300 ribu rupiah di saat negeri ini baru saja lolos dari cengkeraman krisis ekonomi global. Buat makan saja pas-pasan, apalagi kudu harus bayar kos-kosan segala.

Padahal jelek-jelek saya alumni PTN ternama di atas UI lho, tapi koq mau-maunya kerja dengan bayaran segitu, jauh dari angka 8 juta sekarang atau 2 jutaan saat itu (inflasi dilihat dari harga sepotong kerupuk).

Jujur saya bukan sok idealis, tetap saja butuh gaji besar untuk biaya hidup dan menghidupi keluarga. Untunglah saya diminta tolong oleh senior membantu mengerjakan proyek yang bisa digarap selepas jam kantor dan tidak terikat waktu, hanya diberi deadline penyelesaian pekerjaan saja. Selain itu saya juga berdagang kecil-kecilan terutama menjelang lebaran untuk menambah bekal pulang kampung.

Gaji Pokok PNS (Sumber: finance.detik.com)
Gaji Pokok PNS (Sumber: finance.detik.com)

Lambat laun, pemerintah semakin peduli pada pegawainya. Gaji mulai membaik sejak Pak SBY menjadi presiden, ditambah dengan adanya tunjangan kinerja dan seringnya dilibatkan dalam penugasan khusus membuat penghasilan semakin meningkat.

Kalau dihitung-hitung, sebenarnya penghasilan yang diterima sekarang ini cukup untuk hidup sehari-hari plus buat bayar cicilan rumah dan kendaraan pribadi. Namun memang antara kebutuhan dan keinginan itu bedanya tipis setipis benang, jadi berapapun penghasilan bisa saja tidak cukup kalau mengikuti keinginan.

Dengan penghasilan pas-pasan, pas butuh pas ada, kita jadi pintar mengatur keluar masuknya uang dan bisa membedakan mana kebutuhan yang harus diprioritaskan dan mana yang hanya sekedar keinginan. Paling tidak kita juga harus lebih mampu "menjual" diri agar diberikan penugasan khusus yang diberikan tambahan honor resmi seperti menjadi tim teknis kegiatan, pokja pengadaan barang dan jasa, narasumber (yang ini besar honornya) untuk menambah penghasilan tanpa harus berbuat aneh-aneh di kantor.

* * * *

Itulah sekelumit pengalaman saya sebagai penerima gaji PNS yang masih beruntung bekerja di instansi pusat. Coba bayangkan rekan-rekan seprofesi yang bekerja di ujung negeri. Mereka hanya berharap dukungan dari masyarakat setempat untuk melancarkan tugas-tugasnya sehari-hari tanpa pamrih, bahkan kadang harus berkorban nyawa ketika harus menghadapi ancaman bencana alam maupun buatan manusia sendiri seperti kebakaran hutan. Waktu kerjapun bisa 24 jam sehari, tujuh hari seminggu tanpa kenal lelah sementara gajinya sama dengan saya yang duduk manis di kantor.

Boro-boro memikirkan gaji, selamat dari maut saja sudah patut disyukuri. Kadang mereka tinggal di bedeng proyek, kadang menumpang rumah penduduk karena tak ada jatah rumah, bahkan menginap di tempat mereka bertugas seperti di puskesmas, pos penjagaan, atau pemantauan gunung. Kampung halaman pun mungkin sudah dilupakan karena sudah berbaur dengan masyarakat setempat. Gaji terlambat atau dirapel sudah biasa karena tidak ada bank atau ATM terdekat.

Sekali lagi tolong diingat, jadi ASN terutama PNS itu pengabdian, bukan kutu loncat. Tanpa orang-orang seperti mereka, mungkin negeri ini sudah hancur berantakan karena tidak ada yang mau mengabdi. Kalau ingin pindah-pindah demi mendapatkan penghasilan tertinggi apalagi di atas 8 juta rupiah, lupakanlah mimpi jadi PNS. Carilah perusahaan yang mampu menggaji Anda senilai uang tersebut, semoga tidak segera dipecat karena hasil kerjanya tidak sesuai dengan tuntutan perusahaan.

Jadi, masih pantaskah fresh graduate menuntut gaji 8 juta dengan kondisi nyaman tanpa gangguan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun